32. O'ow!

1917 Kata

“Sotonya enak, kan?” tanya Mas Rifqi tepat setelah aku meletakkan sendok dalam posisi tengkurap, tanda kalau makanku sudah selesai. Dia sendiri sudah selesai sejak beberapa saat yang lalu. Kami sama-sama habis dua mangkuk. Maklum, mangkuknya kecil. Satu mana kenyang. “Lumayan, tetangga.” “Shenna!” “Iya, tetangga?” Mas Rifqi kini menatapku tajam, aku pun balik menatapnya tak kalah tajam. Memangnya aku takut? Tidak! “Sampai kapan kamu mau kaya gitu? Oke, kita bertetangga. Lalu? Apa ada tetangga di dunia ini yang selalu menyebut tetangganya itu ‘tetangga’ secara terus menerus?” “Enggak tahu. Orang saya enggak pernah survey.” Jujur, tiap kali Mas Rifqi merasa kesal, di situ aku merasa puas. Tidak masalah kalimatku menjadi tidak efektif. Yang penting ampuh. Haha! “Ngomong-ngomong, soto

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN