Bab 27

1232 Kata
Alrich terus menghunuskan tatap tajam terhadap Lee Sun tanpa henti, sampai Rosa muak melihatnya. Apa bagusnya Amelia, semua merebutkan nya. Termasuk Ken yang hanya diam saja di tarik menjauh. Sialan, ingin rasanya dia berteriak karena kesal. Lee Sun menghela nafas panjang, buat apa berdebat dengan Alrich yang lebih jelek darinya. Hello... terlalu percaya diri. Alrich lebih tampan berkali lipat. Jika di ibaratkan, dia seperti pangeran arab yang sangat tampan. “Tak ada gunanya berdebat denganmu. Yang penting, Amelia setuju.” Lee Sun merapikan jasnya. “Ros... beri tahu Amelia, besok aku akan menemuinya.” Pria itu pergi karena ada urusan. Selama Amelia berada di bawah kendalinya, yang lain akan disingkirkan perlahan. Alrich menatap Rosa dengan penuh kebencian setelah kepergian Lee Sun. ‘Ikut aku... aku ingin bicara.” Mau tak mau, Rosa mengikutinya drai belakang. “Apa mau mu?” tanya gadis itu. “Aku sudah bilang... jangan menggangu Amelia. Dia sudah tak mencintai Dave!” geram Alrich tertahan. “Tapi dia selalu menarik perhatian, aku tak suka itu.” Rosa cemburu, karena publik lebih memihak Amelia, apalagi Ken juga mulai berpaling. “Jangan biarkan Lee Sun dekat dengan Amelia,” peringat Alrich. “Aku tak akan segan-segan untuk membuatmu hengkang dari perusahaan ini.” Kebencian Rosa tambah besar, ketika Alrich membela Amelia. “Terserah... aku tak peduli.” Gadis itu pergi dengan penuh kekesalan yang menggerogoti tubuhnya. Bayangkan, dia dulu menjadi pusat perhatian semua orang. Sekarang pusat perhatian itu pindak ke Amelia. “Aku tak bisa berdiam diri,” kata Alrich bergegas pergi mencari keberadaan Amelia. Pria itu yakin kalau Ken akan berbuat kasar padanya. Tapi tak di sangka ketika melihat mereka, bukannya cemas seperti tadi melainkan kecemburuan yang timbul. “Ken!” bentak Alrich cukup keras. Ken dan Amelia menoleh seketika, karena kungkungan nya logar, gadis itu bisa melepaskan diri. “Apa yang kau lakukan?” tanya Alrich meradang. Ken sangat keras kepala, dan tak bisa di tebak sama sekali. “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya kepada Amelia. Gadis itu mengangguk-terus menatap Ken dengan seribu pertanyaan dibenaknya. “Aku tak ada urusan denganmu, Al. Jangan ikut campur.” Bagaimana Alrich tak ikut campur kalau berhubungan dengan Amelia? Gadis itu adalah segalanya baginya. “Jangan meladeninya. Lebih baik kita pergi,” pinta gadis itu sembari menarik lengan Alrich menjauh dari lokasi. Ken sangat berbahaya, kemarin malam dia bertanya tentang perasaannya terhadap Dave. Siapa juga yang suka dengan bos dingin menyebalkan itu, ia pun ogah. “Apakah kau yakin kalau baik-baik saja?” Sungguh alrich sangat khawatir dengan kondisi Amelia. “Di masa depan, jangan mendekati Ken.” “Kau bilang aku tak boleh mendekatinya, apakah kau cemburu,” tebak asal Amelia membuat alrich gugup setengah mati. “I-itu... kita harus kerja.” Pria itu berjalan menjauhi Amelia yang masih berdiri di tengah koridor. “Dasar... kapan kau akan jujur dengan perasaanmu sendiri? Sepertinya aku harus selalu dekat denganmu untuk jauh dari dua singa itu,” putus Amelia fina. Satu-satunya cara agar tidak berhubungan dengan Ken dan Dave adalah mempunyai pacar. “tapi, aku tak mencintainya. Bukankah sama saja dengan mempermainkannya?” Amelia tak ingin menjadi gadis jahat dengan keegoisannya. “Asalkan dekat, pasti mereka menjauh.” Berlindung di bawah Alrich adalah rencana terbaik yang di miliki Amelia. “Huh... sekarang tinggal mengurusi Lee Sun. Penyihir itu sengaja membuatku dalam masalah.” Amelia pun masuk ruangan dan terus memikirkan cara agar Lee Sun tak mengganggunya lagi. Ruangan Rosa Rosa melempari seluruh berkas yang ada di mejanya. Dia kesal, marah, menaruh dendam kepada Amelia karena menjadi pusat perhatian semua pria, termasuk Ken. “Ken... aku harus bertemu dengannya.” Ken sangat mencintainya, tidak mungkin pria itu melupakan kenangan manis begitu mudahnya. “Dulu... Ken sangat memujaku, sekarang dia pindah ke Amelia. Aku tak terima!” teriak gadis itu memenuhi seisi ruangan. “Aku harus tenang untuk mengatur siasat.” Rosa duduk di kursi kebesarannya sambil memejamkan mata. Tessa pun datang membawa berkas yang di perlukan. “Nona..., apakah Lee Sun bisa di andalkan?” “Aku tak tahu. Tapi sepertinya dia sangat terobsesi sekali dengan Amelia. Besok, atur pertemuan mereka di hotel, buat Amelia minum obat perangsang. Aku ingin lihat... pria mana yang menyukainya setelah ternoda.” Kecemburuan Rosa telah membutakan mata dan hatinya sampai dia tega berbuat hal yang merusak moral. Jika Amelia benar-benar tidak suci lagi, hal itu sangat menguntungkan baginya. Tidak ada lagi yang mengejar atau memujanya, yang ada adalah mencemooh tiada henti. “Aku akan menyiapkannya, Nona,” kata Tessa penuh dengan seringaian. Berbuat licik seperti itu sangat menyenangkan, apalagi membuat Amelia jatuh. Sungguh sesuatu yang membuatnya bahagia. “Beri alamat hotel ini kepada Amelia. Aku akan menghubungi Lee Sun.” Tessa mengangguk, mengambil kartu nama yang ada di tangan Rosa secepat kilat. Dia pun bergegas menemui Amelia. Gadis yang di temui itu ternyata sedang sibuk diskusi mengenai proyek. Samar-samar, Tessa mendengar pembicaraan mereka semua. “jadi, kau yang akan menjadi perwakilan dari proyek Lee Sun, Fin,” ucap Amelia penuh pertimbangan. “Aku suka saja, Mel? Tapi, apakah Lee Sun benar-benar mau aku wawancarai.” Fina berbisik kepada Amelia, “... aku dengar dia cukup sulit.” Tessa yang sudah mendekati pintu ruangan devisi biografi langsung membukanya dengan kasar. “Tuan Lee Sun membuat janji dengan Amelia di hotel.” Dia berjalan menuju meja kerja Amelia. “Jika bukan Amelia, dia tak akan setuju menangani proyek ini.” Semua bawahan Amelia saling pandang satu sama lain. Bukan karena permintaan Lee Sun, melainkan kenapa bertemu di hotel. Alrich yang menyadari ada hal aneh langsung angkat suara. “Hotel bukan tempat yang tepat dan tidak pantas bagi gadis lajang.” Amelia diam, menatap semua orang sambil memikirkan rencana Rosa. Gadis penyihir itu sepertinya masih menaruh dendam padanya, sampai-sampai menyuruhnya ke hotel dengan suka rela. “Baiklah... aku akan pergi.” Amelia merebut kartu nama yang ada di tangan Tessa. “Kau boleh pergi.” “Tapi, Mel...” Alrich tak ingin Amelia terjebak lagi oleh permainan Rosa. “Kalian diskusi dulu, aku akan bicara dnegan Alrich.” Amelia membawa Alrich menjauh dari devisi biografi. Mereka berdua menuju ke tangga darurat. “Aku tahu kalau Rosa akan berbuat aneh-nah.” “Kalau kau tahu, seharusnya aku menolaknya.” Alrich memegang kedua bahu gadis itu dengan lembut. Tatapan mata khawatir dan cemas itu membuat Amelia tenggelam lebih jauh. Inikah bentuk kasih sayang dan perhatian, sungguh seperti keluarga. Semenjak datang ke dunia yang tak dikenalinya, Amelia menganggap Alrich sebagai keluarganya. Satu-satunya bersandar atau berkeluh kesah. Gadis itu bukannya tidak tahu kalau Alrich ada rasa padanya, tapi memang sengaja menunggu bicara. “Cepat atau lambat, aku akan menghadapinya.” Amelia tersenyum lembut membuat jantung Alrich berdetak dua kali lipat lebih kencang dari biasanya. “Tapi, di hotel pasi mereka merencanakan sesuatu.” Lihat wajah Alrich, yang sangat gelisah seperti tak rela melepas Amelia. “Al... apakah kau meremehkanku?” kata gadis itu sambil berkacak pinggang. Jika dia tahu rencana Rosa, tentu bisa mencegah dengan baik. Alrich membuang muka ke arah lain. “Aku takut kau terjerumus oleh rencana mereka.” Tidak menutup kemungkinan kalau Amelia benar-benar berada di situasi sulit. Dan dia tak bisa membiarkan hal itu terjadi. “Tenang saja... aku akan mengatasi dengan baik.” Kalau Rosa menggunakan cara dengan licik, tentu dia akan melakukan hal yang sama. Buat apa melembut hati dengan musuh. Awalnya Amelia ingin menjauh, tapi karena Rosa terus saja membuatnya kesal, mau tak mau harus bertindak. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN