Dave melempar jasnya ke sembarang tempat karena akuisisi terhadap perusahaan yang di incar gagal. Masalahnya hanya sepele, dia tak bisa mengenali pemilik perusahaan itu, alias salah orang.
Di sepanjang perjalan pulan, Dave terus saja mengomeli Delon karena membiarkan informasi pribadi yang tida valid. “Bos... kau boleh marah padaku karena gagal, tapi aku sendiri juga tidak tahu kalau dia punya saudara kembar.”
Masalahnya pemimpin perusahaan itu selalu saja menyembunyikan identitas pribadinya, bahkan pemilik saham terbesar. Memnag benar bahwa mereka adalah penerbit kecil, tapi karena letaknya sangat strategis, Dave ingin sekali membeli perusahaan itu.
“Aku lelah dan pusing. Panggil Amelia kemari,” titah Dave tak masuk akal. Ingin rasanya Delon menolak, tapi mau gimana lagi. Namanya juga bos, bos lebih berkuasa dari pada seorang bawahan.
Delon keluar ruangan dengan wajah lesu plus di tekuk. Dia berjalan gontai ke ruangan Amelia. Sayang sekali gadi situ tak ada di tempat, dan di dapati tengah keluar dari tangga darurat.
“Apa yang kalian lakukan di dalam? Jangan bilang kalian berbuat m***m,” hardik Delon terus menatap mereka dengan sengit.
“Tak masuk akal. Pikiranmu sangat kacau,” kata Amelia sambil membuang muka ke arah lain. Delon bicara dengan ciri khasnya yang melambai-lambai.
“Sebenarnya aku tak mau ikut campur, tapi mau bagaimana lagi. Kau di panggil bos suruh datang ke ruangannya.” Delon pergi sambil berjalan melenggak-lenggok.
“Puih..., aku tak sudi,” ucap Amelia sambil melengos. Memangnya dirinya pembantu, main panggil seperti pelayan. Statusnya adalah karyawan, bukan pelayan.
Gadis itu terus melanjutkan pekerjaannya, tiba-tiba telepon yang ada di atas meja berbunyi. Ia pun mengangkatnya, “Dengan Amelia, ada yang bisa saya bantu.”
Ke ruangan ku sekarang
Telepon itu di tutup sepihak membuat Amelia kesal bukan main. Alrich yang melihat perubahan wajah gadis itu pun buka suara. “Ada apa? Apakah ada orang iseng?”
“Bukan orang, tapi monster.” Amelia beranjak dari kursinya untuk segera menemui si bos dingin dengan segala temperamen menyebalkan. Ketika hendak membuka pintu, Delon terlebih dulu sudah membukanya dengan lebar.
“Aku kan sudah bilang, bos mencari mu.” Dia menutup pintu dengan pelan sekalian keluar.
“Ada apa kau mencari ku? Aku sibuk.” Amelia benar-benar sibuk dengan semua pekerjaan yang tertunda selama kecelakaan
“Aku melihat Lee Sun datang ke ruangan mu,” kata Dave sambil terus menatap Amelia. Hari ini, dia belum bertemu dengan gadis. Bibir alami merah merona dengan pipi putih bersih kemerahan, seperti buah stroberi. Inikah gambaran seorang gadis?
Dave melamun, menatap lekat Amelia. Tentu saja yang di tatap sangat risih, merasa ada sepasang mata yang melubangi tubuhnya.
“Kenapa kau melihatku seperti itu?” tanya Amelia merasa aneh.
“Karena kau belum menjawab pertannyaan ku,” jawab Dave dengan asal.
“Oh... Lee Sun datang karena ingin di wawancarai olehku. Dia ingin membuat buku biografi.”
‘Apa?” teriak Dave sambil berdiri. Kenapa dirinya tak diberitahu perihal ini? Siapa yang dengan lancang melakukan projek tanpa persetujuannya.
“Kenapa kau tak menolaknya?” geram Dave tertahan. Amelia bingung, kenapa pria itu terlihat marah.
“Tunangan mu yang melakukannya. Aku tak mau cari perkara.”
Biar saja Rosa di marahi oleh Dave, salah sendiri dia sengaja cari perkara dengan memanfaatkan Lee Sun. Lagi pula, ia tak mengadu. Kan Dave sendiri yang bertanya.
Apa yang di pikirkan Rosa? Dia semakin berbuat seenaknya. Bisa-bisanya menerima projek tanpa persetujuan dariku.
“Kau boleh pergi,” usir Dave dengan dingin.
Hanya begitu! Kalau aku di panggil lagi, aku tak sudi datang.
Amelia pun memilih meninggalkan Dave dengan wajah di tekuk. Kalau nanti ada panggilan, dengan terus terang ia akan menolaknya. “Enak benar jadi bos, tinggal memanggil bawahan saja,” gerutunya di dalam hati.
Lupakan, yang harus dipikirkannya adalah rencana untuk besok. Pertemuan dengan Lee Sun yang tidak wajar. “Aku akan ke hotel itu setelah pulang kerja.”
Ken yang melihat Amelia dari jauh terus memandanginya tiada henti. Tanpa sadar, tangannya meraba jantung yang terus berdetak. “Sepertinya, aku benar-benar terpesona olehnya, tapi bagaimana dengan Rosa?”
Cintanya dengan Rosa tak pernah pudar, meskipun banyak wanita atau gadis di luar sana yang memujanya. Ken diam, terus mengamati Amelia sampai punggungnya benar-benar menghilang. Dia tak menyadari kalau Rosa sedang berada di sampingnya.
“Sepertinya, cintamu sudah pindah di lain hati,” kata gadis itu tanpa menoleh. Ken sedikit terkejut, tapi ia bersikap biasa.
“Lagi pula, kau tak peduli sama sekali denganku. Bukankah kau lebih peduli dengan Dave?” Dahinya berkerut saat rasa cinta untuk Rosa masih ada. Lantas, perasaan apa yang di miliki untuk Amelia? Mungkinkah hanya kagum sesaat? Dia sendiri juga tidak tahu.
“Aku tahu kau masih mencintaiku.” Rosa menoleh, Dave pun juga ikut menoleh. Mereka saling berpandangan satu sama lain untuk mengingat kebersamaan sebelum ayah Rosa menentang hubungan mereka.
“Jika aku sudah menikah dengan Dave, lalu cerai dengannya. Apakah kau mau kembali padaku, Ken?” pinta Rosa di dalam lubuk hatinya.
“Kau gila!” geram Ken tertahan. Untuk menjadi yang ke kedua, pria itu tak akan sudi menerimanya.
“Kita saling mencintai... kau tak bisa mencintai gadis lain,” tambah Rosa dengan wajah sendu.
“Lebih baik aku dengan gadis lain dari pada menjadi pasangan cadangan mu.” Ken pergi dengan sebuah luka untuk sekian kalinya. Rosa dengan jahat mempermainkan perasaan cinta yang tulus selama ini.
“Aku tak akan membiarkan kau di miliki oleh Amelia atau gadis manapun Ken.” Rosa meneteskan air mata sambil terus menatap kepergian Ken. Cintanya untuk pria itu tak pernah pudar, meskipun obsesinya besar terhadap Dave. Perlu di tekankan lagi, dia tak mencintai tunangannya itu, melainkan mencintai Ken.
Rosa mengeluarkan ponselnya, mengetik sesuatu untuk di kirimkan ke seseorang. “jangan salahkan aku kalau berbuat keji terhadapmu, Mel.” Gadi situ tak menyadari kalau pembicaraannya telah di rekam oleh Delon, bahkan dia melakukan video call dengan Dave.
Setelah itu, Delon pergi menjauh. “Bos... sepertinya Rosa mau berbuat sesuatu terhadap Amelia.”
“Kau cari tahu apa yang direncanakannya. Aku akan susun rencana. Kabari aku secepatnya.”
Panggilan itu di tutup sepihak oleh Dave. “Huft... pekerjaanku nambah lagi. Kenapa juga bos terlibat dengan kehidupan Amelia? Sepertinya dia benar-benar tertarik dengannya.”
Amelia yang di bicarakan bersin sebanyak dua kali. “Pasti ada yang sedang membicarakan ku.” Gadis itu sedang menyusun rencana untuk besok menghadapi Lee Sun. “Kenapa juga harus akhir pekan? Sial... hari liburku hangus.”
Dia mengambil kartu yang ada di atas meja, lalu melemparnya ke tong sampah. “Menambah masalah saja,” gerutunya untuk sekian kalinya. Gadis itu beranjak dari kursi menuju ke bilik toilet. Delon yang masuk ke ruangan Amelia langsung mengambil kartu yang di buang Amelia tadi.
Tak lupa pria itu juga memfoto lembar demi lembar buku milik Amelia. Setelah semua beres, Delon segera pergi. “Huh... untung tidak ketahuan.”
Karena jam makan siang, seluruh kantor tampak sepi. Kesempatan itu di gunakan Delon untuk melancarkan aksinya tanpa diketahui oleh siapapun. “Kartu nama hotel... Lee Sun benar-benar tipe pria bejat.”
Jika Dave tahu, pasti akan membakar Lee Sun hidup-hidup. Bagaimanpun, dia bertindak di batas kewajaran. “Aku harus segera memberi tahu bos.”
Bersambung