09 - Tanda Tanya Besar

1340 Kata
Ivy bangun lebih pagi dibanding biasanya. Hari ini, ia libur bekerja. Dan ia berniat untuk menyiapkan sarapan untuk semua. Jadi, ia berusaha bangun lebih pagi sebelum didahului oleh Tisa. Dan untungnya, hingga Ivy selesai masak, Tisa maupun Oma Ratu belum menunjukkan batang hidungnya. Ivy pun segera memindahkan hasil masakannya menuju ruang makan. Dan barulah kemudian di sana ia melihat keberadaan Tisa, Oma Ratu serta suaminya. “Kak Ivy udah masak? Ya ampun … maaf ya, Kak, tadi aku buru-buru banget mau ketemu Kenan sampai lupa kalau aku harus masak,” ucap Tisa saat menghampiri Ivy. “Nggak apa-apa. Lagi pula memasak kan sebenarnya tugasku di rumah ini,” balas Ivy. Ia berusaha tak ambil pusing tentang masalah itu. Hanya saja, kenapa Tisa dan Oma datang bersama Kenan. Bahkan, tadi Tisa menggandeng lengan Kenan saat berjalan ke ruang makan. “Kenan, nanti sore kamu temani Tisa ke bandara, ya! Pasti Pak Burhan dan Bu Nita butuh bantuan buat bawain barang-barangnya ke mobil. Kasihan kan kalau Tisa sendiri,” ujar Oma Ratu. Ivy menoleh ke arah Oma Ratu dan Kenan secara bergantian, seolah ingin tahu apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan. “Boleh. Ken, kamu nggak ada kerjaan kan hari ini? Nanti temani aku jemput mereka, ya? Terus paling buat malam ini aku bakal tidur di rumah dulu. Udah lama juga aku nggak ngobrol sama mereka,” sambung Tisa. Napas Ivy tercekat. Malam nanti adalah malam Minggu. Apakah Kenan benar-benar tidak ada niatan untuk merealisasikan kencan mereka yang tertunda? Padahal Ivy sudah sangat tidak sabar untuk memberi tahu Kenan tentang kehamilannya. Dan ia benar-benar ingin menyampaikannya di momen yang spesial untuk mereka. “Iya bisa,” jawab Kenan. Ivy tersenyum miris. Sepertinya, perhatian Kenan untuknya sudah benar-benar terkikis. Kenan sudah berubah. Dengan hal-hal sederhana seperti ini saja Kenan bisa lupa. Ia lupa jika ia memiliki hutang janji untuk makan malam romantis dengan Ivy. “Kak Ivy nanti semisal mau ikut-” “Nggak usahlah. Nanti kan orangtua kamu bawa-bawa barang, dan pasti capek habis terbang berjam-jam. Kalau kebanyakan yang ikut, nanti sempit mobilnya,” potong Oma Ratu saat Tisa berusaha menawarkan Ivy untuk ikut. “Orangtua kamu mau ke sini?” tanya Ivy. Akhirnya ia tahu siapa yang sejak tadi sedang mereka bicarakan. Tisa mengangguk. “Iya. Sore nanti mereka sampai di Indonesia. Tapi mereka cuma mau empat sampai lima hari saja di sini. Hmm ... paling besok juga mereka aku ajak ke sini. Besok aku kenalin ya, Kak?” ujar Tisa. Ivy tersenyum tipis, tak menolak niat baik Tisa tersebut. Hanya saja, hatinya masih sedikit sakit mengingat jika rencana makan malamnya dengan Kenan masih belum bisa terlaksana malam ini. ‘Harus sampai kapan sih, Ken, aku sabar buat kasih tahu kamu berita bahagia ini? Aku udah nggak sabar kasih tahu kamu. Aku harap, setelah kamu tahu tentang kehamilanku, hubungan kita bisa menghangat seperti sebelum-sebelumnya,’ batin Ivy. Ia tidak sebodoh itu hingga tak menyadari jika hubungannya dengan Kenan seperti ada yang salah akhir-akhir ini. Jadi sedikit lebih dingin, dan Kenan yang terkadang seperti abai padanya. Usai sarapan, Ivy berniat untuk mencuci piring dan membersihkan dapur. Namun, Kenan menahan lengannya. “Nggak usah. Aku udah langganan jasa bersih-bersih tiap hari. Lagi pula kamu kan habis sakit kemarin. Jadi lebih baik banyakin istirahat!” “Tapi hari ini aku nggak ada kerjaan, Ken. Jadi nggak apa-apa biar aku aja yang bersih-bersih,” ucap Kenan. “Nggak perlu, Vy. Mending kamu ikutan nimbrung Oma sama Tisa tuh! Aku rasa, kamu juga harus berusaha lebih keras buat dekat sama Oma. Aku selalu berusaha buat bikin Oma ngerti dan nggak terlalu keras lagi sama kamu, tapi kamu juga harus ada usaha buat luluhin hati Oma,” usul Kenan. Apakah pengabdian Ivy pada Oma Ratu selama ini kurang? Lagi pula, Ivy sudah sering kali mencoba. Ia sudah berusaha sekeras yang ia bisa. Hanya saja, Oma Ratu yang seolah-olah menutup pintu hatinya dari Ivy. “Ayo aku temani!” ajak Kenan. Ia sepertinya tahu kalau Ivy merasa canggung. Terlebih ada Tisa. Dan menurut pengamatan Kenan, Ivy belum pernah mengobrol intens dengan Tisa. Padahal, ia berharap dua wanita itu bisa segera akrab. “Ken, tunggu!” Ivy menahan lengan Kenan. Ia menatap Kenan dengan saksama. Saat ini, mereka sedang berdua di dapur. Ivy punya sedikit ruang untuk berbicara pada suaminya tersebut. “Soal rencana makan malam kita, apa itu akan batal?” Kenan tampak bingung. Namun kemudian, pria itu memukul keningnya seolah baru teringat akan hal yang Ivy bahas tersebut. “Maaf, aku benar-benar nggak ingat. Jadi ini, alasan kamu tampak murung dari kemarin?” tanya Kenan. “Maaf, aku nggak bermaksud-” “Enggak, Vy. Aku ngerti. Aku memang salah, sih. Tapi gimana? Nanti sore aku udah ada janji sama Tisa. Dan aku nggak yakin bisa balik sebelum jam delapan. Karena Om Burhan sama Tante Nita pasti bakal nahan aku dan ngajak aku makan bareng. Apa sebaiknya kamu ikut aja?” tawar Kenan. “Eh? Enggak enggak. Aku malu, Ken,” tolak Ivy. Bahkan berada di antara Kenan dan Tisa saja, Ivy sering kali merasa seperti orang asing. Bagaimana jadinya kalau ia harus berada di tengah keluarga Tisa? “Mereka baik, kok. Aku nggak janji bisa ajak kamu makan di luar malam nanti. Karena bisa aja Tante Nita bakal ngajak kita makan bersama di rumahnya. Dan soal dinner kita itu …” Kenan sendiri sepertinya tampak bingung. “Oke. Aku akan usahain pulang lebih cepat. Aku reservasi sekarang, ya!” Senyum cerah seketika mengembang di bibir Ivy. Saat Kenan meraih ponselnya, tiba-tiba saja pria itu dikejutkan dengan tingkah Ivy yang tiba-tiba memeluknya. Ivy tidak tahu kenapa dirinya sangat mudah terbawa perasaan. Bahkan, hanya karena Kenan yang ingat rencana mereka dan mau mengusahakan untuk merealisasikannya saat itu juga, Ivy sangat terharu hingga rasanya ia ingin menangis. “Hey, kenapa? Kamu nangis?” tanya Kenan. Ia menjauhkan Ivy dari tubuhnya, melihat wajah perempuan itu yang tampak memerah. “Ada apa?” “Nggak tahu. Pokoknya aku senang aja kamu ingat,” ucap Ivy. “Astaga, lucu banget sih?” Kenan yang gemas, segera membawa Ivy ke dalam pelukannya. *** Ivy sudah selesai berdandan. Entah sudah berapa kali ia bercermin melihat bagaimana cantiknya ia malam ini. Ia mengenakan dress berwarna sage yang beberapa waktu lalu Kenan belikan. Tak lupa, sepasang anting emas putih pemberian Kenan juga memperindah penampilannya. “Kenan pasti akan suka, kan? Tunggu! Apa aku perlu menyiapkan sesuatu? Apa aku beli kotak kado aja ya buat membungkus amplop ini? Iya, pasti bakal lebih spesial dan berkesan,” ucap Ivy. Ivy bergegas keluar. Untung saja, saat ini Oma sedang tidak di rumah. Namun, sejak sore tadi, Kenan sudah membantu Ivy untuk bicara pada Oma Ratu kalau mereka akan pergi malam ini. Dan sekarang, Kenan sedang menjemput orangtua Tisa di bandara. Ia akan langsung ke restoran sepulangnya dari mengantar mereka pulang. Sementara itu, Ivy akan menunggu Kenan di sana. Usai membeli kotak kado, Ivy langsung ke restoran. Seorang pramusaji langsung mengantar Ivy ke meja yang sudah Kenan pesan. Senyum tak pernah luntur dari bibirnya. Ia menunggu Kenan dengan jantung berdebar seolah ini adalah kencan pertama mereka. “Kenan kaget nggak ya? Aku penasaran banget akan seperti apa reaksi Kenan nantinya,” gumam Ivy. Berkali-kali ia melihat kotak berwarna merah yang ada di hadapannya - kotak berisi amplop dari rumah sakit yang menyatakan bahwa dirinya sedang mengandung buah cintanya dengan Kenan. Kenan pasti akan sangat senang kan mengetahui kabar tersebut? Ivy begitu antusias dan tak sabaran, hingga waktu yang berlalu terasa begitu lama baginya. Ia terus-terusan melihat jam, dan pikirannya semakin resah. Sepertinya, bukannya antusiasmenya yang membuat semua terasa begitu lama. Namun, Kenan memang terlambat datang dari apa yang sudah ia janjikan. “Dia bilang sebelum jam delapan. Tapi ini bahkan sudah mau jam sembilan. Apa mungkin dia lupa lagi?” Namun, Ivy sangat mengenal suaminya itu. Dan ingatan Kenan tak seburuk itu hingga bisa melupakan momen penting yang sudah mereka sepakati dan persiapkan bersama sejak pagi tadi. Tak mau sampai memiliki pikiran buruk tentang sosok suaminya, Ivy pun berusaha menghubungi Kenan. Namun, panggilannya tak diangkat. “Apa terjadi sesuatu sama Kenan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN