*Author PoV*
Langit terlihat begitu kelam, bukan karena mendung melainkan karena perang yang tengah berkecamuk di aliansi ini.
Para robot raksasa yang diciptakan untuk melindungi aliansi, berbalik menyerang hanya karena keserakahan dan ambisi dari seseorang.
Banyak pendukung yang mendukungnya menggulingkan pemerintahan yang sah.
Sang Alpha lengah karena begitu mempercayai kepala militernya itu. Hingga bersedia mengucurkan dana untuk membiayai pembuatan robot yang tadinya sebagai pengganti golem yang pemilik skill-nya semakin berkurang.
Tanpa ada yang tahu, Sang Jenderal telah menculik beberapa pemilik summoner untuk kepentingannya sendiri.
"Alpha! Kota tengah telah dikepung!" Salah seorang prajurit berlari menghampiri Alpha yang tengah berusaha menyelamatkan permaisuri dan kedua anaknya.
Dengan wajah cemas, Alex mencoba memikirkan sesuatu.
"Bawa semua pasukan yang tersisa di pihak kita ke gerbang terlarang!" Hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dipikirkannya.
"Gerbang terlarang?" Mendengar kata gerbang terlarang, prajurit itu nampak begitu pucat. Seumur hidupnya dia tidak pernah bermimpi melewati gerbang tersebut.
"Dan bawa serta permaisuri dan para pangeran dengan kalian!" titahnya lagi.
"Alpha?" Dengan mata berkaca-kaca Gabriela mencoba menahan suaminya itu. Dengan memberi perintah seperti itu, dia yakin Alpha sedang berusaha menahan mereka seorang diri.
Situasi di Kota Tengah sangat genting. Kota Tengah adalah sebutan bagi pusat aliansi. Di mana di sana terdapat pusat pemerintahan dan kekuatan militer. Barrier pelindung tengah dibobol oleh kekuatan laser yang diciptakan kelompok pemberontak Xatano.
"Baik!" Prajurit tadi menunduk atas perintah pemimpinnya.
"Mari, Permaisuri." Gabriela masih enggan meninggalkan Alpha-nya, pria yang ingin berjuang sendiri itu adalah belahan jiwanya selama ini. Bagaimana bisa dia pergi sementara separuh jiwanya tengah berjuang melawan semuanya seorang diri?
"Lucia! Emma!" panggilnya pada masing-masing pengasuh putranya.
"Iya, Alpha." Lucia dan Emma mengangguk bersiap menerima perintah pemimpinnya itu.
"Bawa Tobias dan Dominic beserta permaisuri. Bawa mereka ke bagian timur Tanah Orion. Aku akan secepatnya menyusul ke sana!" Suara Alex begitu tegas dan berwibawa, tak ada satu pun yang dapat menolak perintahnnya.
Meski ada sedikit keraguan untuk menjalankan tugasnya, nyatanya Lucia dan Emma segera beranjak meninggalkan tempat itu.
"Permaisuri, mari ...." Emma menggamit lengan Gabriela sembari menggendong Tobias. Sedang Lucia sedang menenangkan Dominic yang sedang menangis. Bocah berusia lima tahun itu ketakutan mendengar suara ledakan yang sedari tadi terus membahana memekakkan telinga.
Dengan berat hati, Gabriela segera mengikuti Lucia dan Emma, menuju gerbang terlarang. Di depannya sang prajurit tadi membuka jalan untuk mereka semua.
Gerbang terlarang adalah gerbang kuno yang sudah ditutup sedari lama. Hanya para Alpha yang pernah memasukinya. Selain itu, akan mendapat hukuman jika melanggar ketetapan para leluhur.
Setelah kepergian istri dan juga anak-anaknya, Alex segera membentuk barrier untuk menghalangi para pemberontak mengejar orang-orang yang ingin dilindunginya itu.
Kini dia keluar dari istana dan bediri di atas balkon kamarnya. Dari sana ia mampu melihat ke segala penjuru. Para robot semakin mendekat dan terus meluncurkan tembakan yang ditujukan pada golem yang masih tersisa.
"Jika terus begini, para summoner yang tesisa bakal kehabisan tenaga dan mereka akan musnah," gumam Alex seorang diri.
Alex sedang menatap langit yang menghitam sembari memikirkan cara untuk menghalangi pemberontak masuk, minimal sampai keluarga dan orang-orangnya sampai di tempat yang dia sebutkan tadi.
Dia selama ini hidup dalam damai, sehingga tak memiliki gambaran bahwa akan ada pemberontakan besar yang dipimpin oleh orang kepercayaannya.
"Xatano!" Alex sangat geram saat mengucapkan nama itu. Xatano adalah orang kepercayaannya selama ini. Tak disangka akan menusuknya dari belakang.
Pandangannya kini mengarah ke arah medan pertempuran yang ada di depan mata. Xatano membawa pasukan robot yang bisa dikendalikan oleh komputer yang berada di pusat komando dan juga golem. Setelah sebelumnya dia menculik keluarga para summoner agar mau tunduk pada perintahnya.
Golem di pihak Xatano terus membabi buta menyerang golem di pihak Alpha. Tak hanya itu, para robot juga menembakkan senjata yang terus membuat golem di pihak Alpha semakin terdorong mundur.
"Duar ...!" Sebuah ledakan terdengar di ujung barat istana ini. Sebuah bangunan tinggi mirip spiral roboh begitu saja saat mendapat tembakan itu.
ALex membuang napas kasar, dia mengeluarkan sebuah liontin dan sebuah cincin. Disatukannya benda itu sembari merapalkan mantra-mantra.
Sebuah kobaran api yang sangat besar keluar dari benda itu. Api itu terus membesar dan bergerak maju menuju para robot yang terus membabi buta menghancurkan bangunan yang telah dibangun leluhurnya.
"Bloom ...!" Kobaran itu mampu memukul mundur para robot dan menghancurkan sebagian yang lainnya.
Kesempatan itu digunakan oleh para summoner yang berada di pihaknya untuk terus maju menghancurkan para penyerang.
Dari pusat komando, Xatano menyaksikan itu semua dengan geram. Dia meremas sendiri telapak tangannya, menandakan amarahnya benr-benar memuncak.
"Cepat! Bangunkan lagi makhluk bodoh itu!" bentaknya pada para pengikutnya yang kini tengah menggigil ketakutan melihat aura kemarahan dari dirinya.
Dari layar di depannya, dapat terlihat situasi di tempat pertempuran. Robot-robotnya itu banyak yang tumbang setelah mendapat serangan api dari Alex.
"Dasar makhluk tidak berguna!" umpatnya lagi. Matanya tak berhenti menatap ke arah layar yang tak ubahnya seperti lautan api.
Mereka terus berusaha memprogram para robot agar segera bangkit dan bertarung lagi. Jari-jari mereka terus beradu dengan tombol-tombol yang mengatur pergerakan robot-robot itu.
"Bebaskan lagi beberapa summoner untuk masuk ke pertempuran!"
Xatano masih memiliki beberapa tawanan yang akan dia keluarkan dalam kondisi darurat.
"Bebaskan Unit-C!" Salah seorang yang ada di sana segera melaksanakan perintah orang kejam itu. Bagaimana tidak kejam, dia menyekap keluarga mereka dan merantainya di penjara bawah tanah.
Dengan banyak ancaman, akhirnya para summoner itu melakukan segala perintah dari Xatano. Meski banyak dari mereka yang sebenarnya tidak ingin mengkhianati pemimpin tertinggi mereka.
Tapi, mereka harus melakukanya agar Xatano tidak membunuh keluarganya.
Kelemahan summoner adalah mereka hanya bisa membuat golem dari Andrium, tak bisa menggunakan media lain.
Di lain tempat, Alpha Alex terus mengerahkan semua kemampuannya untuk menghalau para pemberontak itu. Kini dia memunculkan bongkahan es dari langit yang terus menimpa pasukan itu.
Melihat para summoner yang berada dalam kotak jeruji besi dengan kedua tangannya terborgol, membuatnya sebisa meungkin menghindari mereka dalam menyerang.
Kelembutan hatinya itu tentu saja menguntungkan di pihak Xatano, karena golem akan terus bermunculan.
"Ini tidak akan berhasil," ucap Alex putus asa saat melihat pasukan golem yang terus bermunculan Tenaganya kini mulai berkurang drastis. Dia menggunakan terlalu banyak kekuatan untuk menyerang dan bertahan.
Sedang para healer tengah berada di belakang para summoner untuk terus memulihkan tenaga mereka.
Saat ini, Alex benar-benar putus asa. Peninggalan leluhur mereka telah musnah sebagian. Bahkan bangunan yang merupakan lambang aliansi ini telah hancur berkeping-keping.
Sebuah bangunan berbentuk lima segitiga tidak sama sisi, kini hanya tinggal puing-puing saja.
Alex menghela napas panjang, peninggalan leluhurnya kini nyaris habis tak bersisa dan ini terjadi di era kepemimpinannya. Hal ini menandakan bahwa Alex tidak becus menjadi pemimpin.
"Alpha!" Di tengah keputusasaannya, seorang prajurit datang menghampirinya. Dia nampak tergesa-gesa, ada hal mendesak yang perlu dilaporkannya.
"Matius ...?" Dikiranya pria itu tadi ikut mengungsi bersama keluarganya, tetapi kenapa dia kembali datang ke sini?
"Alpha, Anda harus segera meninggalkan tempat ini. Kita sudah terkepung dan hampir mustahil untuk menang. Pasukan kita sudah kehabisan energi dan juga sepertinya Anda juga sudah mengerahkan semua kekuatan Anda."
Matius nampak khawatir melihat kondisi Alpha-nya itu. Sangat terlihat wajah tampannya itu memucat. Pria berusia 30 tahun itu sangat kelelahan. Dia menggunakan kekuatannya untuk melindungi istana dan orang-orangnya.
"Kenapa kamu kembali kemari?" Tentu saja Alex terkejut mendapati Matius di sini. Bukannya dia tadi menyuruhnya mengawal permaisuri dan juga kedua putranya?
"Permaisuri menyuruh saya menjemput Anda. Lebih baik kita mundur saat ini dan menyelamatkan Anda. Saya sudah menyuruh Gerard untuk menjemput para summoner dan juga healer agar mengikuti kita."
"Tidak, Matius! Kalau seperti ini aku hanya akan menjadi pengecut!" Alex merasa sangat putus asa. Benar, tak ada lagi harapan untuk mereka bertahan. Satu-satunya cara hanyalah mundur dan bersembunyi.
"Alpha! Kami masih butuh Anda. Ikutlah saya!" Alex berpikir sejenak.
Apa yang dikatakan Matius ada benarnya, dia harus menciptakan tempat sihir yang tidak bisa ditembus oleh pasukan Xatano. Setidaknya dia harus melindungi penerus Alpha untuk aliansi ini di masa mendatang.
"Baiklah!" Dengan berat hati, Alex meninggalkan pertempuran itu. Orang-orangnya sudah berkumpul semua di gerbang terlarang.
Permaisuri dan kedua putranya telah terlebih dulu melewati itu. Mungkin kini mereka telah berada di sebelah timur Tanah Orion.
Jalan yang mereka lewati sangatlah gelap. Tangan Alex mengayun ke udara dan terbentuklah bola-bola cahaya yang memandu perjalanan mereka.
Sebelum melewati lorong itu, terlebih dahulu Alex menutup gerbang terlarang dengan ranting dan daun-daun menggunakan mantra sihirnya untuk menyamarkan agar seolah tempat itu belum dilewati oleh manusia.
Alex berjalan paling belakang, memastikan kelompoknya aman dan sesekali menengok ke belakang, memastikan tidak ada yang mengejar mereka.
Lorong itu adalah lorong yang ada kekuatan sihir di dalamnya. Semakin lama, jalanan semakin melebar dan semakin tinggi.
"Wow!" Semua orang yang berjalan melewatinya menoleh terkagum pada hal yang pertama mereka lihat.
Kekuatan sihir adalah kekuatan sakral yang tidak bisa sembarang diperlihatkan pada orang lain. Dan hanya ada satu di aliansi.
Biasanya kekuatan-kekuatan itu mulai muncul di usia 17 tahun. Semakin bertambahnya kekuatan calon Alpha, semakin berkurang pula kekuatan sang Alpha.
Hingga akhirnya, saat kekuatan calon Alpha mencapai puncaknya, maka Alpha akan kehilangan seluruh kekuatannya dan mengasingkan diri. Mereka akan pergi bersama dengan istri dan anak mereka yang bukan Alpha.
Miris memang, saat menjadi Alpha maka kita akan kehilangan orang tua dan saudara-saudara kita. Tapi, begitulah aturan dari leluhur-leluhur mereka yang tak pernah berubah.
Tak memerlukan waktu lama bagi mereka untuk melintasi lorong itu. Meski kenyataannya lorong itu sangatlah panjang, sekitar 10 km. Tapi dapat terlewati dengan waktu 15 menit saja.
Gabriela sedari tadi menunggu di ujung lorong, berharap Matius akan membawa suaminya kembali.
Hatinya yang cemas semakin cemas ketika melihat sisa pasukan sudah mulai bermunculan, tetapi tidak dengan suaminya.
Dominic tengah tertidur dalam gendongan Lucia, sedang Tobias sama sekali tidak rewel. Dia merasa nyaman berada dalam dekapan Emma.
"Alpha!" pekik Gabriela ketika melihat Alex keluar dari lorong. Wanita itu segera berhambur ke arah Alex dan memeluknya.
Betapa lega perasaannya saat melihat suaminya itu. Alex tersenyum getir saat melihat istrinya. Dia merasa waktunya sudah tidak lama lagi. Dia akan menggunakan sisa kekuatannya untuk membangun hidden village di sana.
Dilihatnya dataran yang berada di bagian barat, yaitu Tanah Orion.
Tak menunggu waktu lama, Alex menggabungkan kembali kedua benda sihir yang tadi digunakannya. Sedikit demi sedikit terbentuk barrier setengah lingkaran yang melindungi tempat itu.
Alex mengayunkan tangannya seolah sedang memberi aba-aba pada yang ada di hadapannya.
Tumbuh pepohonan yang semakin lama semakin tinggi dan besar. Mereka yang ada di dalam sana sangat takjub dengan keajaiban ini.
Seolah, Alex sedang menciptakan dunia sendiri di dalam sini. Tak hanya pepohonan, tetapi juga beberapa bangunan yang untuk tempat tinggal mereka.
"Hah ... hah ... hah ...!" Alex memegangi dadanya, napasnya terasa semakin berat. Dia telah mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membuat tempat ini.
"Alex!" Gabriela segera menghampiri Alex dan memapah tangannya.
"Tidak, Alex. Kamu terlalu memaksakan diri." Wanita itu menangis melihat kondisi orang yang dicintainya terlihat begitu lemah.
"Hanya ini yang bisa kulakukan untuk melindungi kalian, Gaby ... uhuk ...!"
Alex hampir saja kehilangan kesadarannya jika saja tidak ada cahaya yang merasukinya.
"Alex!" Gabriela terlonjak kaget saat mengetahui tubuh Alex kembali tegap. Apa yang terjadi padanya?
'Wahai rakyatku!" Semua begitu panik mendengar suara itu, "tetaplah tinggal di sini dan sembunyikan diri kalian. Hingga saatnya tiba 'Sebuah bintang akan bersinar kala sebuah genangan muncul di Tanah Orion'."
Cahaya itu kembali meninggalkan Alex, pria itu pun kembali melemah.
"Apa itu ramalan, Alpha?" Seorang pria paruh baya berambut panjang berjalan menghampiri Alex.
"Iya, Federic. Sepertinya waktuku tidak akan lama lagi." Alex mengucapkannya dengan terengah-engah, dia benar-benar telah kehabisan tenaga.
"Aku titipkan tempat ini padamu. Tunggu hingga keturunanku menemukan takdirnya dan bantulah mereka. Aku harus pergi sekarang. Tidak ada waktu lagi!"
"Tapi, Alpha, apa maksudmu? Mengapa Anda harus pergi? Aku sama sekali tidak mengerti." Federic bingung dengan kata-kata Alpha-nya itu, seperti sebuah kata perpisahan.
"Ingatlah selalu pesanku ini. Aku harus menyelamatkan keturunanku saat ini."
Gabriela terus terisak mendengar pesan Alex, karena seperti pesan perpisahan.
"Matius! Gerard! Kalian ... ikut aku."
Akhirnya Alex, Gabriela, dan kedua anaknya meninggalkan tempat itu bersama kedua pengasuhnya, Lucia dan Emma dan juga kedua pengawalnya, Matius dan Gerard.
Alex menuju ke Tanah Orion untuk menyelamatkan istri dan kedua anaknya. Karena dia tahu setelah menggunakan kekuatan terakhirnya, dia takkan selamat.
Sesampainya di Tanah Orion, Alex mengeluarkan liontin dan cincin yang merupakan sumber kekuatan sihir di Aliansi Andromeda.
Saat kedua benda disatukan, muncul sebuah pusaran angin yang begitu besar. Pusaran itu terus menyedot apa pun yang ada di sekitarnya.
Alex menyerahkan liontinnya pada Gerard dan cincinnya pada Matius, "Ingat pesanku baik-baik." Keduanya mengangguk bersiap mendengar pesan dari Alpha, "besarkan mereka secara terpisah dan ingatkan mereka untuk selalu membawa benda ini."
"Baik, Alpha!" jawab keduanya bersamaan.
"Alex ...." Suara Gabriela terdengar lemah, dari tadi dia tak berhenti menangis.
"Aku tidak bisa ikut, Gaby." Mungkin senyum yang dilihat Gabriela saat ini adalah senyum terakhir dari sang suami. Sudut mata Alex pun sudah memanas, namun dia tak ingin melihat Gaby semakin larut dalam kesedihannya.
"Masuklah!" Tobias dan Dominic telah memasuki pusaran itu dengan para pengasuh mereka.
"Mari, Permaisuri ...!" Matius dan Gerard mempersilahkan Gabriela untuk memasuki pusaran itu.
"Kalian masuklah!" titah Gabriela.
"Tapi--."
"Aku menggunakan wewenangku sebagai permaisuri untuk menyuruh kalian berdua memasukinya!"
"Gaby ...!" Alex menggeleng mendengar perintah dari permaisurinya itu.
Meski keberatan, namun baik Gerard maupun Matius tidak dapat menolak perintah itu. Dengan patuh mereka memasuki pusaran yang semakin lama semakin menghilang.
"Boom ...!"
"Aw ...!"
"Hah ... hah ... hah ...!" Arjuna terbangun dari tidurnya. Dia bermimpi sangat panjang dan menakutkan. Bahkan tanpa sadar, dirinya kini tengah menangis.
"Kenapa mimpi ini sangat menakutkan?"