The Hansome CEO and I 7
Kepergok Mbak Minah
Setelah Gio menutup teleponnya, aku segera memasukannya ke dam saku kemeja yang kupakai. Aku segera mengambil goodie bag berisi kotak makan siangku dan Gio dan segera melangkah ke keluar ruangan. Aku tersenyum pada beberapa karyawan yang masih ada di ruanganku.
“Kemana, Lia?” tanya salah satu diantara mereka.
“Makan siang, Fani sudah menungguku,”
“Ciee yang sudah ditunggu Fani,” goda mereka. aku hanya tersenyum.
“Eh pacar kamu itu Fani apa Ivan, sih?” tanya yang lain.
Aku hanya tertawa dan keluar dari pintu ruanganku. Pak Jaka, pertugas keamanan yang tadi memasuki ruanganku segera menyambutku dan mengantarku ke lift khusus yang menuju lantai teratas gedung ini. Setelah kami sampai di lantai teratas, aku segera keluar dari lift sementara Pak Jaka kembali turun.
Aku melangkah menuju ruangan Gio berada sambil menenteng goodie bag berisi makan siang kami. Gio langsung berdiri saat melihatku memasuki ruangannya yang terbuka. Gio segera menyeret salah satu kursi meeting dan memintaku untuk duduk di sana kemudian dia menarik kursi yang lain kemudian duduk di sebelahku.
Aku segera mengeluarkan kotak makanan dari dalam tas yang yang kubawa dan menyodorkan sebuah kotak untuknya kemudian mengambil sebuah kotak makan yang lain untuk ku sendiri.
“Ah, aku lupa membawa jusnya, aku meninggalkannya di ruanganku,” kataku dengan nada kecewa.
Hari ini aku membuat jus apel untuk Gio dan aku, dulu Gio sangat suka kalau ibu membuatkan jus apel untuknya karena itu hari ini aku membuatkan untuknya. Aku suka saat melihat kecewa di manik mata legam Gio.
“Aku akan minta tolong Pak Jaka untuk mengambilkan,” kata Gio mencegahku berdiri dan membuatku tetap berada di kursi. “Aku sudah lapar, Lia.”
Aku tertawa mendengarnya merajuk.
“Manja!” Ledekku sambil mengerucutkan bibir.
“Suapin,” pintanya sambil mendorong kotak yang berisi makanan miliknya ke depanku.
Aku hanya tertawa, aku membuka nasi kotak makanan yang sudah kuberikan untuknya, menu hari ini sapi panggang lada hitam dengan irisan mentimun dan rebusan wotel dan buncis dan dan saus lada hitam yang rasanya menggugah selera. Menu ini adalah reques dari Mika dan kemarin dia memberikan bahan-bahannya yang sudah dibelinya kepadaku melalui Mbak Minah.
Kemarin aku sepulang kerja sengaja browsing dan menonton youtube mencari resep sapi panggang lada hitam yang diminta Gio dan tadi pagi aku mempraktekkannya sebelum berangkat ke kantor.D
Aku menyendok nasi beserta lauk dan sayur yang ada di dalam kotak makanan dan memasukkan sendok berisi makanan tadi ke mulut Gio.
Aku merasa berdebar saat tatapan kami bertemu dan aku segera wajahku sambil mengibaskan rasa gugup yg tiba-tiba saja muncul.
Kalau aku jadi suami kamu bisa-bisa tepuk nggak proporsional lagi, ini saja aku sudah bertambah 2 kilo sejak bertemu dengan kamu.
Aku hanya tertawa mendengar penuturannya walau sebenarnya aku merasa debaran di dadaku makin bertambah cepat.
Sudah makan saja nggak usah banyak bicara. Kamu nggak mungkin akan menjadi suamiku karena aku sudah ada calon,” jawabku dengan gugup apalagi saat netraku kembali bersitatap dengan mata legamnya. Aku berusaha tertawa untuk menutupi kegugupanku meski terasa garing.
Kamu cinta banget sama calon suami Kamu itu ya Lia.
Harus karena ketika aku sudah berkomitmen untuk menerima seseorang maka aku harus mencintainya.
Wah beruntung sekali orang itu ya
Aku baru menyuapi Gio saat sebuah ketukan di pintu terdengar dia segera menyuruh orang di luar pintu untuk segera masuk aku menduga yang mengetuk pintu adalah Pak jaga tetapi aku segera merasa kaget saat melihat siapa yang memasuki ruangan Gio, orang itu bukanlah Pak Jaka seperti perkiraanku tetapi justru Mbak Minah yang membawakan minuman untuk Gio.
Aku segera merasa canggung melihat keberadaan Mbak Minah di ruangan Gio dan memergoki aku bersama Gio duduk sangat berdekatan dan aku sedang menyuapi Gio.
“Terima kasih Mbak letakkan di situ,” kata Gio setelah Mbak Minah memasuki ruangan.
“Mbak Minah,” sapaku dengan wajah memerah, entah mengapa aku merasa seperti ketahuan sedang selingkuh.
Mbak Minah hanya tersenyum kecil, tanpa mengatakan apapun dia meletakkan cangkir berisi minuman di atas meja di depan kami.
“Mbak, Pak Gio ini sahabatku, tolong mbak Minah jangan salah paham,” kataku saat melihatnya menatap kami dengan tatapan yang tak bisa kumengerti.
Mbak Minah hanya menagngguk membuatku merasa bersalah, entah apa yang ada di pikiran mbak Minah melihat kekasih adik kesayangannya sedang menyuapi Bosnya. Ih, ini gegara Gio yang bersikap manja hari ini.
“Ada hubungan apa antara kamu sama, Mbak Minah? Kenapa kamu merasa bersalah gitu?” tanya Gio setelah mbak Minah pergi.
“Mbak Minah itu kakaknya Ivan, aku gak ingin dia menganggap ada hubungan istimewa di antara kita,” kataku sambil mengetuk-ngetukkan sendok ke dalam kotak makanku.
“Kan memang ada hubungan istimewa di antara kita, kalau gak ada, gak mungkin kamu kelihatan seperti kepergok sedang selingkuh kayak gitu,” Gio terkekeh.
Aku menatap Gio kesal.
“Jangan-jangan kamu memang cinta padaku, ya?” Gio menatapku dengan tatapan menggoda.
“Huh, ge -er!”
Gio tertawa, aku mendelik membuat Ivan menghentikan tawanya. Wajahnaya berubah menjadi serius saat tatapan kami bertemu.
“Bagaimana kamu bisa cinta pada Ivan, padahal kamu belum pernah bertemu?”
“Entahlah, aku merasa yakin saja setelah mbak Minah memintaku berkali-kali dan aku mencoba mencari petunjuk dengan shalat istikharah. Mbak Minah orang baik, aku tidak mungkin menolaknya begitu saja hanya karena dia seorang pegawai rendah di perusahhaan ini. Aku suka mbak Minah karena semangatnya. Cerita-ceritanya tentang Ivan entah mengapa selalu menyentuhku meski bagi yang lain ceritanya terasa aneh dan mungkin tak masuk akal,” aku melihat senyum mengembang di wajah Gio.
“Apa yang dikatakan mbak Minah tentang adiknya?” Gio menyipitkan matanya menatapku.
“Mbak Minah selalu mengatakan kalau adiknya kuliah di luar negeri dan punya perusahaan di sana makanya banyak yang mencibirnya. Kalau memang adiknya punya perusahaan, mengapa dia masih jadi pesuruh? Tapi Mbak Minah tak pernah marah atau tersinggung ketika tak ada yang mempercayainya, Mbak Minah tak pernah peduli meski mereka berasumsi kalau adik laki-laki Mbak Minah cuma pekerja kasar di luar negeri,”
“Kamu sendiri percaya?” Gio tersenyum miring, aku yakin dia juga tak percaya pada cerita Mbak Minah.
“Tidak sepenuhnya juga, sih,” aku tersenyum lebar.
“Lalu kenapa kamu mau menerima adiknya mbak Minah?” tanya Gio heran.
“Karena aku memandang Mbak Minah. Dia orang baik, aku yakin adiknya juga baik,” aku tertawa kecil.
“Semudah itu kamu menilai orang yang akan menjadi calon suami kamu?” Gio menatap manik mataku membuatku gugup.
“Jangan lupakan aku sudah meminta petunjuk dari Yang Kuasa,” aku tersenyum berusaha meyakinkan Gio kalau aku tidak salah pilih.
“Kalau misalnya ternyata dia bukan lulusan luar negeri dan tidak punya perusahaan seperti kata Mbak Minah. Kamu masih mau sama dia?”
Aku tertawa.
“Memangnya aku apaan? Ketika mengenalmu dulu, apa aku kemudian tak mau berteman denganmu lagi saat aku tahu kamu miskin? Apa kamu sekarang mau bersahabat denganmu lagi karena kamu sangat kaya?”
Gio tersenyum menatapku dengan senyum di wajahnya, ada kilat di matanya yang tak bisa kuartikan.
“Ayo makan, aku lapar,” katanya kemudian dan mengambil sendok di tanganku.
Gio segera menyendok nasi dan lauknya ke dalam mulutnya dan tampak menikmati masakanku.
“Kamu gak lapar?” tanyanya sambil kembali menyendoknya nasi.
“Lapar,” aku mengambil kotak makanku dan membukanya.
“Ini, buka mulutmu, Lia,” Gio menyodorkan sendok berisi nasidan lauk yang baru diambilnya ke depan mulutku.
Aku menatapnya dan Gio mengangguk sambil tersenyum. Aku membuka mulutku dan membiarkan sendok yang ada dalam genggaman Gio berada di mulutku sesaat sebelum Gio menumpahkan isinya di atas lidahku. Kami besitatap cukup lama sampai ketukan di pintu kembali terdengar.
“Masuk,” perintah Gio.
Pak Jaka masuk ke dalam ruangan dan menyerahkan dua buah botol berisi jus apel yang kubuat tadi pagi.
“Makasih, Pak,” aku tersenyum dan mengangguk pada Pak Jaka.
“Sama-sama, Mbak Lia,” sahut Pak Jaka yang kemudian pamit dari hadapan kami.
Aku menatap Pak Jaka hingga hilang di balik pintu, ada sidikit ketakutan di hatiku kalau Pak Jaka sampai menceritakan pertemuanku dengan Gio bisa habis aku.
“Pak Jaka gak akan cerita ke siapapun, tenang,” kata Gio seperti mengerti pemikiranku.
Aku tertawa.
“Kok kamu mikir begitu?”
“Aku lihat kecemasan di matamu,” Gio tersenyum.
“Ah, gaya! Sok-sok jadi peramal gitu,” aku tertawa,
Kami segera menghabiskan makan siang kami hari ini, aku sudah membereskan alat makanku dan bersiap untuk pergi dari ruangan Gio saat tiba-tiba dia bertanya tentang Tedi.
“Lia, kamu masih cinta pada mantan tunanganmu tidak?”
Aku segera mengalihkan tatapanmu kepadanya.
“Kenapa?”
“Kan kasihan Ivan kalau, cuma jadi pelampiasan kamu saja kalau kamu masih cinta sama mantan tunangan b******k kamu itu,” Entah mengapa aku merasa ada nada tak suka pada suara Gio.
“Gak! Semenjak melihat dia berselingkuh dengan rekan kerjanya aku berusaha keras untuk melupakannya. Bayangkan kami sudah mau menikah beberapa bulan lagi tapi dia malah menghamili orang lain,” mengingat hal itu aku jadi merasa sangat sakit.
“Untunglah kamu tidak jadi menikah dengannya, lebih baik kamu tahu kebusukannya sebelum menikah daripada kamu baru tahu setelah menikah. Pasti akan lebin menyakitkan,” Gio menepuk-nepuk bahuku dengan lembut dan mengusapa air mataku dengan jemarinya.
“Iya, memang terasa menyakitkan waktu itu tapi akan lebih menyakitkan kalau aku tahu setelah kami menikah.
“Ah, sudahlah. Aku tak ingin mengingatnya lagi,” kataku sambil tersenyum getir,” itu hanya bagian dari masa lalu, aku tak perlu menangisinya lagi.”
“That’s my girl! Lupakan cowok itu dan jangan pernah mengingatnya lagi,” saran Gio sambil tertawa.
Aku tertawa dan mengisap air mataku yang kembali mengalir.
“Katanya gak mau menangis lagi?” ledel Gio.
***
AlanyLove.