Lebih Dari Artis.

1041 Kata
The Handsome CEO And I 6 Semakin hari suasana di kantor semakin panas karena hampir setiap penggemar Gio akan berusaha saling sikut untuk mendapatkan perhatian dari Gio. Aku merasa miris melihat kondisi itu meski kondisi itu tidak berpengaruh buruk pada perusahaan karena para pemuja Gio itu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk menarik perhatian Gio. Sebenarnya aku merasa heran apa yang membuat para wanita itu berusaha mati-matian untuk mendapatkan Gio. Harus aku akui Gio memang tampan posisi dia sebagai CEO memang sangat menggiurkan. Kalau tak aku tak ingat aku sudah memiliki hubungan dengan Ivan mungkin aku juga akan tertarik padanya. Saat aku memasuki ruangan aku melihat ketika temanku sudah ada di sana Mereka tampak tengah berbincang dengan s.eru siapa lagi yang jadi topik perbincangan kalau bukan Gio. Aku aku segera duduk di kursiku Dan meletakkan goodie bag yang kubawa di atas lantai dekat kubikelku. “Bawa apa, Lia?” tanya Tina sambil menatap goodie bag warna merah muda yang baru saja aku letakkan. “Biasa, bekalku dan Fani,” jawabku santai dan mengeluarkan sebuah wadah lain dari ranselku. “Ini untuk kalian,” Aku meletakkan cheese cake  buatanku ke atas kubikelku dan ketiga sahabatku segera menyerbunya. “Enak,” kata Ersa “kamu baik banget sama Fani, jangan-jangan kalian memang ada hubungan istimewa,” “Iya,   kami yang punya hubungan istimewa sahabat masa kecil,” sahutku sambil tertawa. “Haha, aku gak yakin, paling lama-lama kalian juga jatuh cinta,” timpal  Riska sambil tertawa. “Iya, aku juga yakin itu, dari temen jadi demen kayaknya,” Ersa tertawa. “Iya, aku juga setuju, kayaknya Fani juga juga cinta tuh sama kamu, kalau sekedar teman mana mungkin kalian hampir tiap hari lunch bareng biarpun dengan cuma masakan rumahan,” komentar Tina sambil memasukkan cake ke daam mulutnya. “Gak mungkinlah. Aku kan sudah sama Ivan,” bantahku. “Tapi kan kamu belum pernah melihat melihat bagaimana wajah Ivan, lagian akhir-akhir ini dia juga jarang menghubungi kamu, “Dia lagi sibuk, kata mbak Minah di baru saja membeli sebuah perusahaan kecil-kecilan  jadi dia belum sempat menghubungi aku,” aku tersenyum getir, aku baru sadar kalau terakhir kalau terakhir kali Ivan menghubungiku sudah lebih satu yang lalu. Harus kuakui kehadiran Gio sedikit melenakanku. “Kalau aku jadi kamu ogah, tiap hari masak buat orang lain,” “Gak tiap hari juga!” bantahku, “kami sering juga kok makan masakan kakaknya Fani.” “Wah, enaknya tukeran makanan gitu, udah kenyang, benih-benih cinta juga mulai bermunculan,” Riska terkekeh. “Masakan kakaknya Fani enak gak, Lia? “Enak, mirip-mirip masakan mbak Minah,” kataku. Ya, aku memang merasakan makanan buatan kakaknya Fani punya cita rasa mirip mbak Minah walau punya kakaknya Fani lebih enak. Mbak Minah memang sering membawakan aku makanan buatannya walau gak tiap hari, dan karena Mbak Minah memberikannya dalam porsi besar sedang aku tak begitu suka makan maka teman-temanku akan ikut merasakan  masakan Mbak Minah. “Enak mana?” “Kakaknya Fani,”, “Ngomong-ngomong tentang Mbak Minah, kayaknya dia sudah jarang deh ngirim makanan buat kamu Lia,” “Kayaknya sih mbak Minah sudah sibuk sendiri sekarang. Sibuk mengejar Pak Gio seperti yang lain kayaknya. Lihat saja penampilannya sangat wah dan nggak mau kalah sama yang muda. Sejak kehadiran Pak Gio di perusahaan ini sepertinya Mbak Minah nggak mau kalah bersaing dengan yang lain sepertinya cuma kamu saja yang gak heboh sama Pak Gio,” Ersa terkekeh. Aku hanya tertawa, buat apa juga aku heboh dan berharap Gio seperti yang lain yang sedang dia selalu meluangkan waktunya untukku di setiap makan siang. “Iya, benar, aku juga heran melihat perubahan mbak Minah. Kelihatan makin cantik sih tapi ya gitu norak!” Tina juga tak dapat menahan tawanya. “Iya, lihat aja penampilannya sekarang! Dandanan Mbak Minah begitu menor dengan lipstik merah menyala. Padahal biasanya, jangankan berdandan mandi saja dia jarang,” “Aku lihat memang sejak kehadiran Pak Gio, Mbak Minah mulai jarang mendekati Alia lagi,” Ersa terkekeh. “Jangan-jangan Ivan sudah berpindah ke lain hati, makanya mbak Minah sudah jarang perhatian ke kamu lagi, Lia. Lagi pula kan dia pernah setahu aku sesibuk apapun kegiatan seseorang pasti dia akan ingat pacarnya. “Alah kalian kayak gak tahu siapa mbak Minah saja! Dia kan memang suka ngehalu dari dulu dia selalu bilang adiknya kuliah di luar negeri, kerja di luar negeri. Tapi sampai saat ini dia masih saja jadi pesuruh,” kata seorang staf diruangan ini. “Sudah-sudah kalian suka sekali  ngegosip, nanti aku sampaikan ke mbak Minah, loh,” aku tertawa kecil, aku mencoba menguatkan hati mendengar omongan mereka tentang mbak Minah dan Ivan yang tak mengenakkan. Kebetulan ada saat yang sama  Andini, manajer bagian pemasaran memasuki ruangan sehingga semua segera kembali ke tempat masing-masing. Aku segera berkonsentrasi pada computer di depanku dan mulai melakukan pekerjaanku. Jam istirahat siang, aku merasa dadaku berdebar saat beberapa karyawan di ruanganku tak juga pergi dari ruangan ini padahal tadi Gio bilang dia akan ke ruanganku makan siang bersama. Aku mencoba menghubungi Gio untuk mengatakan hal itu tapi ternyata kuota dataku habis dan aku belum menyambungkannya dengan wifi ruanganku. Aku belum ingin teman-temanku tahu kalau sahabatku Fani adalah CEO mereka puja. Bisa gawat nanti, bisa-bisa aku masuk klinik perusahaan gara-gara hal itu.   “Kamu gak makan, Lia?” tanya salah satu karyawan “Nunggu temanku,” aku tersenyum. “Oh, si Fani itu?” “Iya,” “Mbak Minah gak marah kamu selalu makan siang dengan Fani? Secara kamu kan calon adik iparnya,” “Aku dan Fani cuma bersahabat, kok. Kami biasa makan bersama dulu jadi saat kecil jadi rasanya ini seperti bernostalgia  ke masa lalu.” aku tertawa kecil. Seorang petugas keamanan tiba-tiba muncul di depan kami, dia menyapa hanya kami setelah itu dia keluar ruangan setelahnya membuat aku dan beberapa temanku mempertanyakan tujuannya. Tak lama kemudian ponselku berdering dan aku segera mengangkatnya setelah melihat nama Gio di sana. “Hallo,” aku segera berdiri menjauh dari mereka, aku tak mau mereka mendengar pembicaraanku dengan Gio. “Lia, kamu ke ruanganku saja, ya?” pinta Gio dari ujung teleponnya. “Emang gak papa? Aku gak mau para fans kamu menyerangku karena aku mendatangimu,” tanyaku dengan nada menggoda. “Fans apaan? Aku bukan artis!” sanggah Gio. “Kamu lebih dari artis! Kamu punya banyak fans yang sangat loyal sama kamu,” aku terkekeh. “Sudah jangan banyak omong! Cepat kemari aku lapar, nanti Pak Jaka yang akan mengantarmu ke sini, dia sudah menunggumu di luar ruangan,” kata Gio dan tanpa menunggu jawabanku Gio menutup teleponnya. *** AlanyLove Note: Sambil menunggu update selanjutnya, kalian bisa baca n****+ milik temanku Gauche Diablo yang berjudul I Know You're Mine, jangan lupa tap lovenya, ya! Thank you.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN