#
Saat Cleo tiba di rumah, dia sedikit kaget saat melihat Arga yang ternyata sudah menunggunya di ruang tamu.
"Aku hanya memintamu menjaga Agni sebentar saja dan yang terjadi kau malah meninggalkan putriku sendirian," ujar Arga tanpa basa basi.
Cleo memutar bola matanya kesal.
"Apa sih? Baru saja aku pulang dan kau sudah mengomel. Aku tadi terpaksa pergi karena ada hal mendadak yang harus aku urus," balas Cleo.
"Maksudmu dengan hal mendadak itu adalah pria simpananmu yang hanya bisa hidup dengan mengandalkan dirimu sebagai sumber pendapatannya? Aku heran Cleo, kau itu dari keluarga berada dan terpelajar tapi kau malah memberi dirimu dengan murah pada pria seperti itu. Setidaknya kalau kau mau berselingkuh, carilah pria yang lebih baik dan lebih bisa diandalkan dibandingkan aku," sindir Arga.
Cleo yang tadinya sudah akan menaiki tangga menuju ke kamarnya, kini berhenti dan berbalik ke arah Arga.
"Kenapa kau tidak mengurus urusanmu sendiri saja dibandingkan hanya mencari-cari kesalahan dan kelemahanku? Kau benar, memangnya apa yang bisa diharapkan dari pria bayaran seperti mereka. Aku akui itu. Baik wajah dan kekayaan, tidak ada yang bisa menandingi dirimu tapi mereka memiliki satu hal yang tidak kau miliki." Cleo berhenti berbicara selama beberapa saat dan kini melirik ke bawah.
Tangan Cleo bergerak pelan menuju ke arah bawah pusar Arga tapi Arga menahan tangannya lebih dulu.
"Keperkasaan," lanjut Cleo sambil tersenyum penuh makna.
Rahang Arga mengeras mendengar ucapan Cleo.
"Kau mengolokku?!" Nada suara Arga terdengar berat. Ucapan Cleo jelas melukai harga dirinya.
Cleo menghempaskan pegangan Arga di pergelangan tangannya.
"Kalau bukan karena itu lalu kenapa kau tidak menyentuhku? Oh dan bukan hanya aku bukan? Semua wanita yang menjadi teman tidurmu bahkan mengeluh karena kau mencampakkan mereka di tengah-tengah permainan. Awalnya kupikir kau tidak tertarik padaku, tapi ternyata kau hanya tidak mampu lagi. Pantas kau sangat menyayangi Agni, dia satu-satunya bukti kalau kau pernah perkasa di atas tempat tidur," balas Cleo tajam. Dia berbicara dengan penuh penekanan pada kalimat terakhirnya.
Arga menarik napas panjang. Kemarahannya yang tadi sempat memuncak kini perlahan mereda. Setidaknya Cleo tidak benar-benar tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi kepadanya.
"Jangan lupa Cleo, aku menikahimu karena kau menjebakku untuk tidur denganmu saat mabuk dan berakhir dengan kau yang mengandung Agni," balas Arga.
Cleo mengerutkan dahinya mendengar ucapan Arga sementara Arga sekarang malah tersenyum sinis.
"Yah, anggap saja kau benar. Aku memang mengalami masalah menyentuh wanita lain kecuali satu wanita. Kurasa itu karena aku akhirnya menyadari kalau hanya wanita itu yang benar-benar bisa memuaskanku dan seharusnya aku menikah dengannya dibanding menikah dengan wanita sepertimu yang sudah kehilangan nalurinya sebagai seorang ibu karena tidak bisa mengendalikan hasratnya sendiri. Aku biasanya kehilangan minat dengan cepat pada perempuan yang menilai dirinya sendiri terlalu murah," lanjut Arga.
Cleo tampak kesal dengan ucapan Arga namun dia masih memiliki kendali yang baik pada emosinya.
"Kurasa karena itulah kita menjadi pasangan yang sepadan bukan? Aku akan menghargai kalau kita tetap seperti ini Arga. Bagaimanapun aku masih mencintaimu dan aku tidak akan pernah bercerai darimu. Wanita yang bernilai murah ini akan mendampingi seumur hidupmu, suka atau tidak suka. Tidak peduli bagaimanapun keadaanmu atau apa pun yang kau rasakan kepadaku. Silakan bermain dengan wanita istimewamu itu. Yang jelas, dia tidak akan pernah bisa ada di posisiku. Seperti itulah cara aku mencintaimu dan seperti ini juga caramu memanfaatkan cinta dan obsesiku untukmu," ujar Cleo.
Dia kemudian mundur perlahan dan akhirnya berbalik meninggalkan Arga begitu saja.
Arga tahu kalau apa yang dikatakan Cleo memang ada benarnya. Selama ini keluarga Harmajati adalah keluarga utama yang sudah banyak memberi dukungan pada beberapa sektor bisnis yang dijalankan oleh sebagian besar perusahaan keluarga Pangestu. Ijin pembangunan, akuisisi lahan hingga kemenangan atas berbagai proyek pembangunan besar nyaris tidak pernah luput dari campur tangan keluarga Harmajati.
Hanya saja Cleo tidak pernah tahu kalau Arga memilih Cleo dan bersedia menikahi Cleo bukan hanya karena dia membutuhkan dukungan keluarga Harmajati ataupun karena saat itu Cleo sedang mengandung anaknya. Ada hal lain kenapa dulu Arga mendekati Cleo, menerima perasaannya dan akhirnya menikah dengan wanita itu.
Semua itu karena hanya Cleo dengan latar belakang keluarganya yang cukup berpengaruh saja yang bisa membuat Kakek Arga, Tuan besar Pangestu mau melepaskan Maura dan perusahaan keluarga Maura.
Keluarga Cleo adalah satu-satunya yang bisa membuat Kakeknya mempertimbangkan melepas Maura dan tidak memaksa Maura lebih jauh untuk menjadi istrinya.
Sekarang jika memikirkan hal itu lagi, Arga merasa kalau seharusnya dia membiarkan Kakeknya memaksa Maura untuk menikah dengannya sekalipun Maura kenyataannya sudah melahirkan anak dari sepupunya waktu itu.
Atau seharusnya dia menerima usulan Kakeknya itu jauh lebih cepat sebelum Maura mengandung anak sepupunya.
Memikirkan hal itu membuar Arga kembali teringat dengan saat pertemuannya kembali dengan Maura tadi.
Gadis tomboi yang dulu dikenalnya ternyata bisa menjelma menjadi wanita anggun dan cantik setelah memiliki anak. Wanita yang bahkan sanggup membuat darahnya berdesir kuat.
#
Tuan Pangestu yang sekarang terbaring sakit tampak puas saat mengamati foto-foto yang dikirim oleh orang yang dia bayar untuk memata-matai Maura selama ini.
"Apa hasil tes DNA anak itu sudah keluar?" tanya Tuan Pangestu pada asistennya.
"Masih membutuhkan waktu beberapa hari lagi Tuan. Nona Dennis sangat ketat dan hati-hati dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan putranya dan satu-satunya kesempatan yang kita miliki adalah saat anak itu sakit kemarin dan di bawa ke Rumah Sakit biasa. Hanya saja anak itu memiliki bakat yang luar biasa dalam musik, sama seperti almarhum Nyonya," jelas asisten Tuan Pangestu.
Selama beberapa saat, Tuan Pangestu memejamkan matanya. Tangannya tampak gemetar menatap sosok anak lelaki kecil yang bersama Maura.
Sudah beberapa waktu ini kesehatan Tuan Pangestu menurun dengan cepat. Karena itulah dia mulai secara drastis melimpahkan semua tanggung jawab pada Arga, cucunya.
"Apa kau juga mengambil sampel darah yang cukup untuk diperiksa kalau-kalau anak itu memiliki kecenderungan untuk menderita penyakit yang sama dengan istri dan putriku dulu? Akan sangat membahagiakan kalau anak itu memang benar anak kandung Arga tapi itu juga akan menjadi sesuatu yang membuatku waswas kalau sampai anak itu menderita penyakit yang sama dengan dengan mendiang istri dan putriku," ujar Tuan Pangestu.
Asisten kepercayaan Tuan Pangestu mengangguk mengerti.
"Kalau itu yang Tuan inginkan maka saya akan memerintahkan agar itu dilakukan," balas sang Asisten.
Tuan Pangestu mengangguk pelan.
"Iya, kau benar. Jika kekhawatiranku ternyata benar, setidaknya kita bisa mengetahuinya lebih cepat dan menyelamatkannya sebelum semuanya terlambat seperti yang terjadi pada istriku dan juga putriku. Aku tidak ingin cucuku yang sudah jauh tersesat demi keluarga ini harus menghadapi kehilangan besar sekali lagi. Bahkan meski dia tidak sadar kalau itu adalah putranya, dia pasti akan sedih pada akhirnya karena bagaimanapun, aku yakin kalau Maura pasti lebih dari sekedar sahabat untuk anak itu. Dia hanya tidak menyadarinya," ucap Tuan Pangestu.
#
Maura tampak sedang sibuk dengan tabletnya saat ini sementara rambutnya yang panjang hanya disanggul asal ke atas.
"Max, kau sudah selesai menyikat gigi?" tanya Maura. Dilihatnya Tante Yen sudah selesai menyiapkan baju ganti untuk tidur bagi Max.
Di kamar mandi Max tampak kembali tertegun ketika dia melihat hidungnya sendiri kembali mengeluarkan darah.
Meski itu tidak sakit tapi Max tahu kalau ibunya pasti akan kembali panik seperti ketika dia masuk Rumah Sakit kemarin.
Jadi Max dengan cepat kembali membasuh wajahnya dengan air dan mencuci bersih hidungnya.
Dia tidak boleh sakit dan membuat Maura menangis lagi. Max tidak ingin melihat ibunya bersedih.
Di sisi lain Maura mulai merasa kalau Max terlalu lama menyikat giginya kali ini.
Tante Yen memberi isyarat kalau dia akan memeriksa Max tapi Maura menggeleng pelan.
"Biar aku saja," ujar Maura sambil bangkit berdiri dan meletakkan tablet miliknya serta semua pekerjaan yang tadinya dia tekuni di atas meja.
"Max," panggil Maura sambil mengintip ke arah kamar mandi.
"Iya Mama," jawab Max. Dia berbalik menghadap ke arah Maura sekarang.
Maura tampak menatap Max dengan dahi berkerut saat melihat wajah Max yang basah kuyup.
"Kau terlalu bersemangat mencuci wajahmu ya." Maura mendekati Max dan meraih handuk kemudian membantu Max mengeringkan wajah.
Max hanya tersenyum mendengar ucapan Maura.
"Mama akan menemaniku tidur?" tanya Max penuh harap.
"Maaf sayang. Mama masih banyak pekerjaan," jawab Maura dengan raut wajah menyesal.
"Tidak apa-apa kan kalau Tante Yen yang menemanimu tidur? Besok Mama janji akan menemanimu tidur," tambah Maura.
Max menunduk sejenak sebelum akhirnya kembali tersenyum.
"Tidak apa-apa Mama. Aku bisa tidur sendiri kok," balas Max.
Maura meraih tubuh mungil Max dan memeluknya erat.
"Mama benar-benar minta maaf ya Max. Mama janji setelah proyek ini selesai, kita akan lebih sering bersama," ucap Maura.
Max tahu kalau Maura pasti akan kesulitan untuk bisa memenuhi semua janji yang pernah dia ucapkan dan itu karena Maura memang sangat sibuk. Dia tahu kalau ibunya melakukan semua itu untuk dirinya dan dia memakluminya.
"Iya Mama, tidak apa-apa," balas Max.