# Setelah Gangga pergi, Arga kembali ke dalam ruangan tempat Maura berada. Dia melihat berkas-berkas pekerjaan Maura dan juga laptop serta tablet milik Maura yang tergeletak begitu saja di atas meja. Menarik napas panjang, Arga terlebih dahulu mengambil selimut dan menyelimuti Maura dengan hati-hati. "Hnggh." Maura bergumam pelan saat Arga menyentuh pipinya. Arga tersenyum tipis. Ada penyesalan menyusup di dalam hatinya yang baru dirasakannya sekarang. Kenapa dulu dia menolak perjodohan dengan Maura? Kenapa juga dia tidak pernah berpikir kalau Maura akan jauh lebih baik untuk menjadi pasangannya dibanding wanita manapun? "Andai dulu kita tidak sama-sama menolak perjodohan itu, putramu akan menjadi anak kita dan tidak ada pria kurang ajar yang mendekatimu hanya untuk meninggalkanmu