Bram menatap layar ponselnya, ada nama Dara di sana. Dia menatap ke arah Naura. Dia sudah berjanji untuk berubah, dan Bram tidak ingin membuat Naura kecewa. “Angkat aja, Mas. Nggak apa-apa,” Naura menampilkan senyum tipisnya. “Tidak, Naura. Dara pasti akan meminta saya untuk pergi ke apartemennya kalau saya menerima panggilannya.” Bram berucap ragu. “Mas, angkat dulu. Mas Bram nggak akan tau apa tujuan Dara telepon kalau Mas menghindarinya.” Naura memberikan dorongan. “Kamu tidak apa-apa?” “Bohong kalau aku bilang aku nggak papa. Aku lagi coba buat percaya kalau Mas Bram nggak akan ngecewain aku lagi kali ini.” Hampir seluruh kepercayaan Naura untuk Bram memang sudah dihancurkan oleh lelaki itu, tetapi dia tidak akan menyerah dengan ini. Naura mencoba memberikan satu kali lagi kepe