Namira segera berlari mengikuti arahan yang di berikan Keenan sebelumnya, dia mengetuk ruangan Rendra.
“Benar ini ruangannya, semoga dia masih ada,” gumamnya.
Tidak lama pintu itu terbuka, terlihat tubuh tinggi dengan seragam yang rapi di hadapannya. Namira tersenyum simpul, dia langsung menyerahkan berkas ke hadapan Rendra.
“Terimakasih ya sayang, ini baru saja mau pulang. Soalnya masih ada waktu, tapi kamu sudah sampai. Kamu memang yang terbaik, sabar ya dengan orang tuaku suatu saat mereka pasti akan menerima kamu seutuhnya,” ujar Rendra, Namira hanya mengangguk.
Tidak lama matanya mendelik panik, dia teringat pesan mama Dina. Melihat jam dinding yang terpasang di ruangan Rendra, Namira segera pamit.
“Aduh!” ungkapnya, menepuk jidat.
“Kenapa, Nam?” tanya Rendra ikut panik.
“Ngak, aku hanya harus segera pulang, takut waktunya tidak cukup.
Rendra berinisiatif mengantar Namira, “ Aku antar ya?”
“Jangan! Nanti kamu harus presentasi, apalagi proyek kali ini adalah impian terbesarmu. Sebuah Town House berkelas, terbangun di kota ini,” tolak Namira.
"Tapi, kamu bagaimana?” Rendra bingung, karena Namira mendorongnya untuk segera pergi menghadiri pertemuan itu.
Melihat tingkah istrinya yang lucu, Rendra mengelus rambutnya lalu mengecup kening Namira.
“Kamu memang Anugrah, dalam hidupku,” puji nya, Namira tersipu malu.
“Sudah, buruan gih. Semoga sukses ya, hari ini aku juga akan masak-masakan spesial,” ujarnya.
Namira segera menuju lift dan bergegas kembali ke rumah. Namun, saat dia di dalam lift tanpa sengaja bertemu Keenan yang akan keluar lift.
Tabrakan tidak dapat di elakkan, Keenan yang semula ingin marah hanya bisa mengepal tangannya. Melihat tingkah Namira yang kesakitan, seolah melepas amarahnya.
“Ma-maaf, saya terburu-buru,” ucap Namira sambil memejamkan mata, dia takut menatap wajah orang yang di tabrak nya.
Keenan juga tidak ingin merusak suasana langka di hadapannya, kepolosan seorang wanita yang meminta maaf. Dia akhirnya beranjak meninggalkan Namira, sedangkan wanita itu masih menunduk minta maaf.
Hingga dia membuka mata dan sadar, sudah tidak ada orang di hadapannya. Barulah dia melihat, pintu lift yang sudah tertutup kembali.
“Sialan! Tau gitu, gak minta maaf selama ini,” gerutunya.
Tersadar hari semakin mulai siang, Dia bergegas pulang, bersama ojek online yang dia temui di jalan.
Namira merasa hari itu sangat melelahkan, sesampainya di rumah harus lanjut memasak serta menyiapkan semua hidangan semenarik mungkin.
Berkutat di dapur, sambil membuat beberapa makanan ringan penutup dan pembuka. Akhirnya semua selesai, tepat waktu.
Namira masuk ke kamar untuk membersihkan diri, mengganti pakaian sederhana namun tidak memalukan.
Wanita itu tampak anggun walau hanya sedikit polesan di wajahnya, wajahnya yang alami selalu membuat Rendra terpesona.
“Nam! Namira!” Suara panggilan Dian, memenuhi segala ruangan di rumah itu.
Wanita parah baya itu, benar-benar tidak bisa melakukan segala hal tanpa bantuan Namira.
“Iya, ma,” jawab Namira , bergegas menuruni tangga.
“Kamu sudah menyiapkan, buahnya?” tanya Dian.
“Sudah semua, dari makanan pembuka sampai penutup. Bahkan minumannya juga sudah saya siapkan, dari minuman segar sampai yang biasa mas siapkan untuk menjamu klien dari luar kota,” jelas Namira.
Dengan wajahnya bak seorang nyonya besar, Dian tersenyum sinis.
“Baguslah, setidaknya ada sedikit manfaat Rendra menikahimu, bisa lebih irit,” celetuknya.
Namira menghela napas panjang, sudah bersusah payah dia berusaha. Namun di mata Dian, dia tetap saja salah.
Berbeda dengan Ayah mertuanya, Namira hanya punya masalah di momongan. Pria itu hanya ingin seorang cucu dari anak laki-laki nya, selebihnya pria itu masih baik dan terkadang membela Namira.
Waktu menunjukkan jam enam sore, tidak lama sebuah mobil mewah berwarna putih mulai masuk di halaman rumah kediaman Wicaksono.
Terlihat Ibu mertuanya menggandeng seorang wanita, sambil tertawa bahagia. Hal yang selalu dirindukan oleh Namira, hingga dia sangat iri melihat suasana itu.
‘Sabar Nam, kalau memang wanita itu bisa membuat mama Dina bahagia. Aku siap membagi hati buat dia, walau aku harus terus bersabar asal masih di samping mas Rendra aku akan tetap kuat,’ batin Namira.
“Nam, kenali ini Tika,” ujar Dina.
Namira mengulurkan tangan dan menjabat tangan wanita itu, sembari memperkenalkan dirinya.
“Namira Dewi Prasasti, istrinya mas Rendra,” ucapnya, dengan senyum tulus di wajahnya.
Wanita itu mengulurkan tangan lalu, memperkenalkan dirinya juga.
“Kartika Wati Putri Santoso, kalau kamu setuju bakal jadi istrinya mas Rendra,” ucapnya angkuh dan sedikit percaya diri.
Namira merasa seakan petir menggelegar menyambar tubuhnya, mau menangis tapi dia tidak mampu. Dia harus menjaga martabat keluarga itu, walau hatinya sangat sakit.
“Apa tante bilang Tika, Namira itu baik. Pasti dia setuju dengan kemauan kami, iyakan Nam?” tanya Dina, dengan tatapan wajah memaksa.
Namira dengan berat hati menjawab, dia takut kalau nanti Dina marah lalu mengadukan hal yang bukan-bukan.
“I-iya, ma,” jawab Namira,terpaksa.
Namira segera meninggalkan mereka, dia sudah tidak kuasa menahan air mata. Baru juga dia membatin dengan berbagi hati, tapi ternyata orang lain sudah merencanakan hal itu.
Namira menangis di belakang, sesekali menyeka air mata dan menatap kaca yanga da di kamar mandi, Namira berusaha menguatkan dirinya lagi.
“Ayo Nam, kamu kuat. Selama mas Rendra masih bersamamu apapun itu akan mudah di lalui. Kamu sudah sejauh ini Nam, jangan menyerah,” gumamnya, memberi semangat pada diri sendiri.
Seseorang mengetuk pintu dari luar, beberapa kali sempat tidak di jawab oleh Namira. Sampai namanya di sebut, barulah Namira menjawabnya.
“Nam, sayang! Kamu lagi di dalam, kah?” Suara Rendra, membuat Namira segera membuka pintu kamar mandi.
“Eh mas, sudah dari tadi?” tanya Namira, yang melempar senyum.
Tapi Rendra langsung memeluk tubuh istrinya itu, pria itu seakan merasa bersalah. Bahkan dia seperti paham, dengan yang di alami Namira.
“Maaf ya Nam, mas gak bisa selalu melindungimu,” ujarnya.
“Apaan sih, kayak Namira tinggal di tempat yang salah saja. Mas sudah dari tadi, maaf ya Namira kelamaan di kamar mandinya,” balas Namira, dia tidak mau Rendra selalu merasa bersalah.
“Oh, iya ada Bos mas sama beberapa klien kemari. Bisa bantu melayani mereka, soalnya mas gak paham cara menghidangkan nya,” ujar Rendra.
“Aman sayang, buruan temani mereka. Nanti semua akan Namira atasi seperti biasanya, pokoknya mas ngak bakalan malu deh,” ujar Namira tersenyum.
Hal itu membuat Rendra melayangkan, kecupan sayang di dahi Namira.
Pira itu kembali menemui rekan-rekan beserta Bosnya, bahkan Tika juga membaur bersama mereka.
Tika saat ini adalah Desainer untuk perusahaan itu, dia membuat beberapa desain properti untuk tipe rumah 65 serta tipe 36.
Namira yang menyediakan hidangan pembuka segera mengantar ke ruangan depan tempat mereka berkumpul, sebelum menikmati makanan berat.
Saat berjalan tanpa sengaja dia menabrak seorang pria, namun makanan yang dia bawa masih dalam posisi aman.
”Syukurlah." ucap Namira, mengelus d**a lega.