Saat ini Mine bertemu dengan Michel, mereka pergi ke sebuah club malam saat pulang kerja. Mine yang mengajak Michel untuk pergi ke sana.
“Sampai kapan kamu akan menghindar setiap kali ada masalah?” tanya Michel.
“Aku tidak menghindar,” jawab Mine meneguk minumannya.
“Aku tau kamu mengajakku kemari karena Sean lagi. Ah, kapan sih kamu membutuhkanku di saat senang bukan saat sedih terus,” keluh Michel.
“Kamu mengeluh? Bukannya kita ini berteman,” seru Mine.
“Ya, tapi sampai kapan kamu seperti ini,” seru Michel. “Kalau kamu mencurigai Sean, kenapa tidak kamu tanyakan langsung padanya. Daripada terus pusing berprasangka buruk.”
“Aku takut hilang kendali, kau tau tempramenku buruk,” seru Mine. “Tapi aku yakin sih ini si Mia yang udah ngerayu Sean. Tapi apa benar Sean tertarik sama wanita bermuka boros dan mirip cacing tanah itu.”
Michel tertawa mendengar hinaan dari Mine. “Memang keliatan begitu yah?” tanya Michel.
“Kamu main ke kantorku sekali-kali dan lihat dia. Usia di bawahku tapi wajahnya boros. Dan lagi badannya kurus dan selurus papan,” jawab Mine dan tawa Michel semakin kencang.
“Astaga Mine,” kekeh Michel. “Tapi sepertinya Sean tidak menyukainya.”
“Tau dari mana, dia tadi mengantarkan wanita itu ke kantor. Bahkan Sean tidak mau repot-repot turun dari mobil dan mengunjungiku,” keluh Mine.
“Mungkin mereka tidak sengaja bertemu di jalan,” seru Michel.
“Bagaimana bisa bertemu di jalan dengan tidak sengaja. Jalan ke kantor kan beda arah dengan arah ke rumah dan bandara. Untuk apa Sean melewati jalan ke kantor kalau tidak berniat mengunjungiku di kantor. Dia ke sana pasti hanya mengantarkan wanita itu!” ceroscos Mine dengan kesal.
“Astaga, aku benar-benar di buat kesal sama wanita itu,” serunya sangat kesal.
“Kenapa gak pecat aja sih wanita itu dan kirim balik ke Brazil,” seru Michel.
“Kalau emang bisa, udah aku lakuin dari kemarin-kemarin. Sayangnya Sean begitu melindunginya,” seru Mine. “Astaga sebenarnya siapa sih istrinya Sean itu.”
“Saranku sih kamu tanya langsung pada Sean. Kalian harus bisa membuka diri dan berdiskusi dengan kepala dingin. Biar tidak ada kesalahpahaman,” jelas Michel. “Dan kamu juga Mine, jangna terlalu mudah percaya dan terpedaya dengan apa yang kamu lihat. Bisa saja itu tidak sesuai dengan kenyataannya.”
“Daritadi kamu terus membela Sean daripada aku. Sebenarnya siapa sih temenmu itu!” protes Mine.
“Aku ngomong gitu karena gak mau kamu terluka oleh prasangka burukmu sendiri,” jelas Michel. “Sudah seharusnya pasangan suami istri itu saling percaya.”
“Kamu begitu dewasa dan bijaksana. Kenapa gak menikah saja,” seru Mine.
“Kenapa jadi aku?”
“Ya, kamu sudah cocok menjadi seorang ibu rumah tangga yang cerewet. Atau kenapa gak kerja jadi pengacara atau jaksa saja. Kamu sangat pintar bersilat lidah.”
“Astaga wanita ini,” keluh Michel dan Mine dengan tenang meneguk minumannya.
Mine sampai di rumahnya dengan kondisi mabuk. Sean membukakan pintu rumah dan tubuh Mine hampir tersungkur jatuh ke lantai kalau saja Sean tidak menahan tubuhnya.
“Kamu minum-minum lagi?” seru Sean.
“Lepaskan aku,” seru Mine mencoba melepaskan dirinya.
“Mine, kamu tau kan hari ini aku pulang. Kenapa kamu pulang larut begini dalam keadaan mabuk?” seru Sean kesal.
“Ini salahmu juga.” Seru Mine beranjak pergi memasuki kamarnya dan Sean mengikutinya.
“Salahku bagaimana?” seru Sean tetapi Mine sudah terkapar di atas ranjang dan terlelap.
“Astaga wanita ini,” keluh Sean.
Sebenarnya ia kesal dengan Mine, tetapi ia tidak bisa untuk tak perduli dengan istrinya itu. Sean melepaskan mantel yang di gunakan Mine. Ia juga membuka sepatu Mine. Setelah itu ia mengubah posisi tidur Mine untuk lebih nyaman, hingga terakhir ia menyelimuti tubuh Mine dengan selimut hingga batas d**a.
“Kapan kamu akan berhenti minum minum,” gumam Sean menatap wajah Mine yang terlelap.
***
Mine terbangun di pagi hari saat sinar matahari menyelinap masuk ke celah jendela kamar. Ia menatap sekelilingnya seraya memegang kepalanya yang terasa sakit.
“Aku dimana,” gumamnya berangsur bangun ke posisi duduk dengan sedikit meringis. Ia melihat sekeliling dan menyadari dirinya berada di dalam kamarnya.
“Ah kepalaku,” gumamnya memegang kepalanya.
“Sudah bangun,” seruan itu membuat Mine menoleh ke sumber suara.
“Ah kepalaku sakit sekali,” keluh Mine memegang kepalanya.
“Berapa botol kamu minum? Kenapa suka sekali minum?” tanya Sean membuat Mine terdiam. Ia ingat apa yang terjadi kemarin.
“Kalau kamu tidak suka aku minum, maka jangan buat aku kesal,” seru Mine beranjak menuruni ranjang walau masih sedikit oleng.
“Aku buat kamu kesal apa?” seru Sean yang kini berdiri dari duduknya dan hendak mendekati Mine.
“Kemarin kamu mengantarkan Mia ke kantor kan. Memangnya kalian darimana. Kamu baru pulang setelah tidak ada selama 3 hari malah memilih bertemu dengan Mia bukannya denganku!” seru Mine dengan kesal dan masuk ke dalam kamar mandi.
“Dengarkan aku dulu, aku kemarin mengantarkan Mia ke kantor karena dia datang ke bandara. Aku hanya merasa kasian dan mengantarkannya kembali ke kantor,” seru Sean.
“Aku tidak suka melihatnya. Lagipula untuk apa dia ke bandara, dia ijin padaku hanya ingin membeli sesuatu,” jawab Mine dari dalam kamar mandi.
“Oke aku minta maaf. Dan jangan pernah minum-minum lagi,” seru Sean.
“Kita lihat saja sejauh mana kamu berubah,” seru Mine menenggelamkan kepalanya di dalam ari bath up.
***
Mine menuju meja makan, dan terlihat Sean sudah menyiapkan sarapan mereka di sana.
“Duduklah dan habiskan sup ini untuk menghilangkan sakit kepalamu,” seru Sean menyerahkan semangkuk sup di hadapan Mine.
Mine pun mulai menyuapkan sup itu dengan sendoknya.
“Kamu beneran gak ada hubungan apapun dengan Mia di belakangku?” tanya Mine melirik ke arah Sean yang juga tengah menikmati sarapannya.
“Mine, aku sudah katakan sejujurnya padamu. Kamu mau jawaban yang bagaimana?” tanya Sean.
“Kenapa jadi kamu yang marah padaku?” seru Mine karena melihat ekspresi Sean yang terlihat datar.
“Sampai kapan kamu akan bersikap kekanakan begini. Setiap ada masalah, bukannya tanyakan langsung malah minum-minum hingga mabuk. Apa itu akan menyelesaikan masalah?” tanya Sean melihat ke arah Mine yang hanya terdiam.
“Sampai kapan kamu akan seperti ini?” tanya Sean.
“Apa begitu sulit menjaga perasaanku?” tanya Mine menatap ke arah Sean. “Sean, aku tidak pernah terpuruk dan buntu dalam masalah di kantor atau permasalahan di sekolahku dulu. Tetapi saat bersangkutan denganmu, aku tidak bisa berpikir jernih. Aku selalu frustasi sendiri dengan segala pemikiranku dan membuatku ingin marah dan meledak. Jalan satu-satunya dengan minum, aku bisa lebih tenang dan meredakan sakit hatiku. Aku juga tidak tau kenapa setiap berhubungan denganmu aku selalu kehilangan akalku,” seru Mine menghentikan aktivitas makannya.
“Kamu boleh menganggapku kekanakan. Ya, aku memang sangat kekanakan. Atau bisa di bilang aku terlalu gila karena terlalu mencintaimu, tetapi nyatanya cinta itu tak terbalaskan. Memangnya mudah harus menahan sendiri perasaan ini,” seru Mine. “Aku berangkat dulu,” seru Mine beranjak dari duduknya tanpa menghabiskan sarapannya.
Baru melangkah beberapa langkah Mine menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Sean yang masih duduk di tempatnya.
“Kamu tidak akan pernah merasakan bagaimana kesulitannya aku. Alasan kamu menerima perjodohan ini juga karena supaya orangtua mu tidak mengusik pekerjaanmu yang sekarang,” seru Mine melangkah pergi meninggalkan Sean yang hanya diam membeku di tempatnya.
***
Mine termenung sendiri di dalam ruangannya. Ia memikirkan apa yang sudah ia katakan tadi pagi pada Sean.
“Aisshh apa yang sudah aku katakan padanya,” keluh Mine mengacak rambut tergerainya dengan frustasi. Selama ini ia berhasil menyembunyikan emosi dalam hatinya, tetapi apa yang sudah ia lakukan tadi pagi dan malah mengatakan segalanya.
“Astaga aku benar-benar sudah gila,” keluhnya menyandarkan kepalanya ke sisi meja kerja.
Ketukan pintu membuat Mine mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang masuk.
“Apa Hel?” tanya Mine dengan nada lemah.
“Emm para manager sudah datang untuk menunjukkan laporan mingguan mereka,” seru Rachel. “Emm apa anda sedang tidak enak badan?”
“Aku baik-baik saja. Suruh mereka masuk,” seru Mine merapikan rambutnya yang berantakan.
Terlihat lima orang memasuki ruangannya. Dan Mine meminta mereka untuk duduk di sofa. Kemudian Rachel masuk dan Mia menunggu di meja sekretaris.
Mine pun mengambil duduk di sofa single yang ada di santara mereka.
“Apa kalian sudah menyiapkan laporan kalian?” tanya Mine.
“Sudah Sir.”
Mine menerima laporan dari mereka satu per satu. Ia membaca dan memahaminya dengan seksama.
“Ini kenapa isi laporannya seperti ini!” seru Mine sedikit membanting laporan itu ke atas meja. “Kalian niat kerja gak sih!” seru Mine sangat emosi. “Bagaimana bisa laporan tidak balance seperti ini!” seru Mine begitu kesal membuat mereka semua tegang.
“Maafkan saya, Miss. Saya akan segera memperbaikinya,” seru perempuan itu.
“Kerja yang benar. Jangan terus menerus salan!” seru Mine cukup kesal.
“Perbaiki yang tidak aku tanda tangani,” seru Mine menyerahkan berkas ke tangan Rachel.
“Sekarang kalian boleh tinggalkan ruangan.” Mine beranjak dari duduknya dan berdiri memunggungi orang-orang yang perlahan bubar.
“Ah benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih,” keluh Mine.
***