“Aku heran dengan julukan yang orang-orang semat untuknya. Apa katanya? Pebisnis muda yang sukses? tampan? Berkharisma? Ck!” Jody berdecak kesal. “Dia pemain baru dalam bisnis di Centralia, hanya beruntung diminta untuk melanjutkan pergerakan Hotel Alden yang mewah meski harus kuakui, sejak dikelola oleh Bryan, Hotel Alden berada di puncak. Selain terkenal dengan fasilitas dan masalah privasi, Alden juga melebarkan sayap luas sekali. Aku dengar, dia tengah menangani proyek reklamasi untuk membuat resort apung di Hondu Beach. Kau tahu?”
“Aku belum pernah ke sana. Tapi kudengar, pantai Hondu adalah pantai terindah nomor tiga di dunia?”
“Ya kau benar, Sayang.” Jody tersenyum penuh arti. “kau ingin berkunjung ke sana bersamaku?”
Harvey balas dengan senyum tipis. Ia masih belum selesai mendengarkan semua informasi mengenai Desmond baru yang tak ia ketahui. Mengingat kisah cinta di masa lalunya, yang menurut Harvey cukup manis dan romantis. Serta penuh kehangatan karena jalinan orang tua, makanya ia heran kenapa tak mengenal sedikit pun Bryan Desmond?
Tak mungkin Jacob menutupi sosok pria itu darinya. bahkan sanak saudara yang ada di luar negeri pun, dengan penuh suka rela Jacob kenalkan padanya dulu. Benar. Itu lah kenapa, Harvey begitu penasaran siapa Bryan.
“Akan kupertimbangkan jika resort yang Bryan buat sudah selesai.”
Jody tertawa. “Tak mudah mendapatkan izin untuk membangun apa yang Bryan inginkan di sana. Selain dananya kudengar cukup besar, mereka juga butuh sokongan pemerintah serta penduduk setempat. Yang mana kebanyakan tak mendukung karena berkaitan dengan ekosistem laut. Kau tahu, masyarakat sekarang banyak yang giat menyerukan masalah lingkungan. Padahal mereka hidup juga karena kemajuan teknologi dan manfaat yang diberikan. Terutama daerah wisata yang menghasilkan pendapatan besar untuk wilayah.”
Harvey memilih mengambilkan minum untuk Jody.
“kau sangat perhatian, Sayang.”
“Aku masih ingin mendengar mengenai Bryan tapi Tuanku jangan salah paham. Aku hanya penasaran, pasti pria itu banyak digemari wanita di luar sana.”
“Begitulah.” Jody meletakkan gelas yang tadi Harvey beri. “Tiap kali perjamuan ada, banyak di sekitarku yang berbisik menanyakan apakah Bryan datang. Aku heran, apa istimewanya pria itu? jika masalah usia, aku akui aku kalah. Tapi masalah lainnya, kurasa bisa diperbandingkan.”
Harvey tertawa kecil. “Kurasa kebanyakan yang berbisik itu para wanita dan gadis, Tuanku. Anda tak perlu merasa kecil hati.”
“Ya-ya, kau benar.”
“Apa hanya itu saja yang Anda tahu?” tanya Harvey penuh hati-hati. Lengkap dengan satu usapan lembut yang diterima Jody sembari memejam, merasakan kelembutan usapan yang Harvey beri tepat di d**a.
“Tidak itu saja, Sayang. Bryan piawai dan pandai memainkan peran dan strategi besar, tapi sepertinya ia harus lebih memikirkan masa depannya jika Alden kembali bermasalah. kudengar dia adik dari Johan Desmond tapi tak pernah diperkenalkan ke publik. Kurasa dia anak yang tak diinginkan ada di keluarga Desmond,” kata Jody sembari tertawa.
“Tapi , Tuanku, bukankah kau ada proyek kerja sama dengan Desmond? Apa berkaitan dengan Bryan juga?”
“Tidak,” sahut Jody segera. “Aku berurusan dengan bocah ingusan tapi memiliki tekad yang cukup kuat. Jacob Desmond.” Ia pun menghela pelan. “bukankah kau duduk bersamanya di perjamuan itu?”
“Ah, iya. Aku pikir bukan Jacob yang Anda maksud.”
“Kau mengenalnya, Manis?” tanya Jody sembari menjawil ujung dagu Harvey. sedikit menarik paksa agar gadis itu bersitatap dengannya. Yang akan mempermudah keinginannya mencium bibir ranum harvey. sayangnya harvey selalu tahu, kapan ia harus menyingkir dengan beribu alasan.
“Pria tua itu benar,” kata Harvey sembari menggoyang gelasnya. Suara gelas beradu dengan potongan es segera saja menjadi penghias suasana malam kali ini. yazeran di malam hari persis seperti apa yang Giselle dan Ruby katakan. Indah, meski di sekitar tempatnya tinggal hanyalah hamparan pasir yang luas.
Terkadang badai pasir datang cukup mengganggu aktifitas di sekitar pusat kota. Tak bisa dihindari, makanya kebanyakan penduduk Yazeran memilih memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Tapi badai tersebut tak setiap hari muncul.
Karena itu juga, gedung di sekitar Yazeran tak memiliki balkon. Seandainya ada pun, jarang sekali digunakan sebagai tempat melepas lelah. Tak seperti apartemen di Centralia atau pusat kota lainnya. Dan hal itu pun yang membuat Harvey kurang menyukai kegiatan di Yazeran. Rasanya ingin segera menyudahi aktifitas di sini.
Apalagi cuaca yang tak bersahabat; suhu yang cukup panas membuat ia gampang haus. Pun godaan terhadap cola begitu besar. Sayangnya ia dibatasi. Sangat menyebalkan, kan?
Ponselnya bergetar yang membuat ia melirik demi memerhatikan siapa pengirim pesan di malam seperti ini. bisa saja Giselle memberi kabar agar mereka bisa bervideo call bersama. Menceritakan bagaimana kegiatan mereka yang terpisah jarak serta agenda. Tapi sayangnya, pesan itu dari Jacob. Membuat keceriaan di wajah Harvey semakin menghilang.
“Dasar pengganggu.” Harvey segera menghapus pesan barusan begitu dibaca. Tak ada yang spesial karena hanya berupa ucapan selamat malam dan memastikan Harvey tak lupa, esok mereka ada agenda mengunjungi proyek yang pria itu tangani. Andai saja bukan konfirmasi dari Bryan mengenai kedatangannya untuk meninjau proyek tersebut, harvey tak akan sudi menawarkan waktunya.
Lebih baik ia berendam di air ditetesi banyak esens mawar. Jauh lebih menyenangkan.
Ia jadi teringat percakapan yang tercipta di perjamuan beberapa jam lalu.
Tanpa perlu diminta oleh Jacob memperkenalkan Bryan padanya, justru sosok itu menghampiri keduanya.
“Aku tak menyangka keponakanku membawa seorang gadis.” Bryan mengulurkan tangannya. “Apa kau keberatan jika pamanmu mengenal kekasihmu ini, Jacob?”
Jacob memutar bola matanya kesal. “Ada keperluan apa kau ke mari, Bryan?”
“Ah, kau benar.” Uluran tangan itu segera ditarik meski belum disambut oleh Harvey.
Bagi Harvey, pria ini tak berniat berkenalan. Hanya memiliki satu tujuan; bertemu Jacob. Begitu ia dapatkan kesempatan untuk bicara, semua yang ada di sekitar Bryan jadi tak tampak dan tak berguna. Yang mana sikap itu membuat Harvey tak melepaskan pandangan pada sosok pria yang gagah mengenakan blazer navy. Potongan rambutnya rapi, hampir persis sama seperti apa yang pria itu tampilkan di akun media sosialnya. Apa mungkin ia tak berganti model rambut?
Astaga, membosankan sekali.
Tapi dilihat dari segi mana pun, penampilan Bryan tak bisa dianggap remeh. Semua yang pria itu kenakan, bukan barang dengan kualitar rendah. Justru jika boleh Harvey tebak, blazer serta celana kain yang Bryan kenakan dibuat khusus lantaran potongannya mengikuti dengan baik tiap lekuk tubuh tegap yang dimiliki.
“Kau tak masalah jika aku bicara dengan kekasihmu dulu, Nona Manis?” katanya sembari tersenyum simpul.
Harvey mengangguk tanpa ragu. “Tapi tolong hilangkah asumsi jika aku kekasih keponakanmu.”
Bryan tampak mengerjap tapi kemudian kembali memperlihatkan senyumnya yang menawan. Yang harvey pastikan, banyak wanita tergila-gila mendapati senyum itu dilempar secara gratis. “Begitu kah?”
“Ayolah, kau ingin kita bicara, kan?” sela Jacob tak sabaran. “Aku tak ingin kau ganggu waktuku, Bryan.”
Pria bernama Bryan Desmond itu memilih untuk memenuhi keinginan keponakannya. Setelah mengucapkan salam perpisahan tentu saja. tak jadi soal, perkenalan mereka seperti ini bagi Harvey. toh, jacob sudah ada di genggamannya. Ia hanya tinggal bermain sedikit lagi sampai tujuannya tercapai.
Lagi pula, kelihatannya Bryan bukan orang yang gampang didekati. Serta sukar untuk menjatuhkan tatapan kagum bahkan pada sosok Harvey yang ia rasa, sudah cukup menarik banyak perhatian. Buktinya tak sampai dua detik mata mereka beradu, Bryan segera memutusnya dan beralih ke tempat lain. tak ada sorot kagum atau penasaran di sana, Harvey yakin sekali.
Makanya ia masih butuh Jacob sampai tujuannya selangkah lebih maju.
“Hubungan kalian tak akur?” tanya Harvey sembari memainkan ujung sendoknya. Sup kari yang cita rasanya kaya akan rempah sudah habis setengah porsi. Menurut Harvey, ini adalah sup kari terlezat yang ia nikmati selama di Yazeran. Dan ia bertekad untuk menghabiskannya. Masih terbayang bagaimana sukarnya ia untuk makan. Harvey yang sekarang, sangat menghargai makanan yang ada di depannya.
Saat Jacob datang kembali ke meja mereka, dengan wajah tak lagi ramah tentu saja, membuat selera makan Harvey mendadak lenyap.
“Meski kami tak akur,” Jacob duduk dengan sedikit gerakan kasar. Dasi yang ia kenakan dilonggarkan paksa. Wajahnya masih tersisa emosi. “Aku tetap harus mengikuti perintahnya.”
“Apa yang ia inginkan?” tanya Harvey berusaha untuk menahan rasa penasarannya.
“Proyek di Yazeran yang tengah aku tangani, juga harus dipantau langsung olehnya. Jadi kau tahu maksudku, kan?”
Harvey tersenyum tipis. “Dan kau keberatan?”
“Sangat,” keluh Jacob.
“Jika aku menemanimu, keberatan yang kau alami bisa berkurang?”
Jacob segera saja menegakkan punggung. “Kau ... tak sedang bercanda, kan?”
“Apa aku terlihat seperti itu?”