Sampai perjalanan pulang ke rumah, mogok bicara masih berlanjut. Kekesalanku tak bisa lagi aku tahan. Di depan mamanya dia berani berbuat kurang ajar padaku. Andai aku tak berpikir akan kesopanan, mungkin sudah aku cekik saja lehernya biar aku tak perlu lagi melihat wajah sialannya itu. Sumpah, emosiku tak mampu aku kontrol lagi. Sabar, Zi. Sabar. Diri ini berusaha menenangkan diri. Jika lama-lama seperti ini aku bisa kena darah tinggi menghadapi Restu. Kurasa menerima pernikahan darinya adalah keputusan yang harus aku sesali sekarang. Karena aku tak yakin akan menang melawan Restu. Lelaki itu dengan segala macam tingkah kurang ajarnya mampu menenggelamkan segala niat licik dan jahat yang telah aku susun dengan sangat apik. "Zi! Kita mampir ke swalayan, ya. Berbelanja kebutuhan rumah." Uc