Setelah melalui perdebatan panjang akhirnya Bulan menurut padaku untuk pulang pada orangtuanya. Biar bagaimanapun mereka harus tau cerita yang sebenarnya. Daripada nanti tambah melebar urusannya.
"Assalamualaikum. Halo sayang." Ucapku saat Pelangi istriku mengankat telponku.
"Walaikumsalam mas." Jawab Pelangi dari ujung telepon.
"Aku pulang terlambat ya sayang. Aku mengantar Bulan ke Boyolali. Kerumah orang tuanya."
"Hati-hati ya mas. Jangan ngebut."
"Iya sayang. Kamu jangan lupa makan. Istirahat. Tidur sama Cilla ya. Biar ga sendirian di kamar."
"Iya mas."
"Yaudah aku tutup teleponnya ya. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
"Romantis sekalii ........ " Kata Bulan saat aku menutup telepon dengan Pelangi.
"Apa maksudmu ?"
"Apakah harus seperti itu ? Padahal kamu kan perginya denganku. Istrimu juga. Haruskah ijin Pelangi ?"
"Aku hanya tidak mau Pelangi menungguku."
"Menunggu ?"
"Pelangi tak pernah makan dan tidur duluan sebelum aku pulang. Untuk itu aku tak mau dia menungguku. Dia bisa kelelahan."
"Lebay ! Sejak kapan kamu bersikap sebegitu berlebihan pada Pelangi ?"
"Dia juga istriku ! Aku sudah berjanji padanya untuk menjadi lebih baik. Pelangi sudah memberiku kesempatan, jadi aku tidak ingin menyia-nyiakannya."
"Kamu sungguh benar-benar mencintai Pelangi ?"
Aku terdiam, tak langsung menjawab pertanyaan Bulan. Bukan karena tidak mau mengakui perasaanku pada Pelangi. Tapi karena kulihat sekilas wajah Bulan penuh dengan emosi. Salah kata dariku, aku takut dia akan nekat. Menurutku dia masih belum begitu waras.
"Kenapa diam ?"
"Apakah aku harus menjawabnya ?"
"Dulu kamu tidak pernah semanis ini padanya!"
"Aku hanya berusaha adil. Apakah aku salah? Kamu dan dia sama-sama istriku. Jadi aku tidak ingin membeda-bedakan salah satu diantara kalian!"
"Halah ..... Dulu kamu bisa kok sekejam itu padanya, kenapa setelah aku kembali kamu jadi semanis itu ?"
"Sudah cukup ! Aku sedang mood untuk bertengkar denganmu."
Sepanjang perjalanan yang kami tempuh tidak pernah berhenti dari pertengkaran. Aku merasakan kecemburuan yang luar biasa dari diri Bulan. Sekarang barulah terlihat sifat asli Bulan yang sesungguhnya. Sifat yang menurutku ketidaksukaan dia pada Pelangi. Beda dengan yang dulu. Jika dulu Bulan selalu menutupinya, sekarang dia begitu frontal mengutarakannya.
Bulan yang sekarang berbeda dengan Bulan yang dulu. Setauku dia begitu penyabar. Tidak pernah marah. Apa yang aku lakukan dia tidak pernah melarangku. Dia selalu membuat hariku indah dan berwarna. Tapi sekarang dia menjadi pemarah, sangat emosional.
********
Aku melajukan motorku dengan kecepatan tinggi, karena aku sudah kesiangan masuk kuliah. Hingga pada akhirnya aku terpaksa mengerem mendadak saat gadis cantik berambut panjang berwarna coklat tua berlari menghambur ke jalan raya. Hampir saja aku menabraknya jika aku terlambat sedikit saja.
"Aaaaaaaa ..... " Teriaknya saat melihat motorku melaju dengan cepat.
"Sorry ! Kamu tidak apa-apa ?" Tanyaku begitu aku selesai meminggirkan motorku.
"Aku yang salah. Maaf ya. Aku buru-buru."
"Oke . Gak masalah. Mau kuantar ?"
"Oh tidak perlu. Sekali lagi maaf sudah membuatmu kaget dan mengerem mendadak."
"Gak pa-pa. Aku juga minta maaf. Oh iya, boleh kenalan ? Aku Moondy. Kamu ?"
"Aku Bulan. Salam kenal mas Moondy."
"Salam kenal kembali."
"Aku pamit dulu ya mas, aku buru-buru ada urusan soalnya."
"Oke, next time ketemu lagi ya ?"
"Siap. Duluan ya, bye !"
Itulah perkenalan singkatku dengan Bulan. Manis sekali. Gadis tinggi semampai yang penampilannya begitu rapi. Wangi tubuh Bulan khas, parfum yang dia pilih elegant. Tak butuh waktu lama untukku mencari keberadaan Bulan. Dia masih satu kampus denganku di kampus Unnes, mahasiswi jurusan desain itu masih terlihat cantik meskipun matahari hampir terbenam.
"Hai... " Sapaku.
"Hai .... Lho ? Mas Moondy ? Ngapain disini ?"
"Cari kamu."
"Hah ? Maksudnya ?"
"Gak ada maksud. Emang sengaja pengen cari kamu aja. Mau ngobrol."
"Oh ... Boleh boleh, sini mas duduk."
Itulah awal kedekatan kami. Aku memang senekat itu sama Bulan, karena aku sudah jatuh hati padanya dari saat bertemu dengannya. Dia tipeku. Aku suka cewek berambut panjang, tinggi, langsing, dan wangi. Dan itu kudapat dari Bulan.
Tak butuh waktu lama untukku mendapatkan Bulan. Karena ternyata cintaku bersambut. Hari-hariku menjadi lebih berwarna semenjak ada Bulan. Gadis ceria yang selalu penuh dengan semangat. Dia selalu berfikir positif. Apapun yang dia lakukan selalu difikirkan matang-matang, perempuan yang cukup dewasa untuk dijadikan seorang istri.
Saat kuliah, Bulan bekerja sampingan menjadi seorang penjahit. Dia ikut bekerja di sebuah butik ternama di Semarang. Dia sudah bercita-cita untuk menjadi seorang desainer. Belajar dan terus belajar itulah cara dia.
****
Kami sampai di rumah kedua orang tua Bulan menjelang sore. Kulirik wajah Bulan yang masih tenang duduk di sampingku. Tangannya terus meremas-remas tisu, mungkin dia bingung dengan apa yang harus dia jelaskan nanti pada orang tuanya.
"Ayo turun!" Perintahku.
"Sayang tunggu !" Bulan merangkul tanganku.
"Kenapa ?"
"Aku belum siap sayang, aku bingung harus bicara apa pada ayah dan mamaku."
"Katakan apa yang pernah kamu bicarakan padaku kemarin, jujurlah semua pada mereka. Dan yang pasti kamu harus jujur kalau aku sama sekali tidak tau dengan kebohongan yang kamu buat sendiri." Kataku tegas setelah itu kutinggalkan dia keluar mobil dan masuk rumah.
"Assalamualaikum." Salamku begitu di depan rumah.
"Walaikumsalam." Jawab mama sambil membukakan pintu rumah.
"Mama .... Apa kabar ?" Tanyaku sambil mencium tangan mama mertuaku.
"Baik Moondy. Ayo masuk dulu. Kamu darimana Moon ?"
"Ada yang mau bertemu dengan mama." Kataku.
"Siapa Moon ?"
Aku kembali menuju mobil karena Bulan tak juga kunjung turun dari mobil dan menyusulku. Aku langsung membuka pintu mobil dan menarik Bulan keluar dari mobil.
"Bulan ?" Panggil mama saat melihat Bulan berdiri tegak di depannya dengan wajah full make up dan baju yang modis.
"Ma.... Mmaama .. "
"Anak mama Bulan ..... " Mama langsung menghambur ke pelukan Bulan. Dia bahkan menangis sambil memeluk erat Bulan.
"Lho, Bulan ?" Panggil ayah yang baru saja datang ke depan pintu.
"Ayo sebaiknya kita masuk dulu. Ceritakan bagaimana akhirnya kamu bisa kembali sembuh nak. Ayah sangat bahagia sekali bisa melihat kamu kembali sehat nak." Kata Ayah sambil menuntun Bulan bersama mama.
*****
"Apa ?" Tanya ayah dan mama Bulan serentak saat mendengar pengakuan Bulan.
"Bagaimana bisa kamu memiliki ide buruk seperti itu ?" Tanya ayah Bulan.
"Karena Pelangi yang tak kunjung memberikan kesempatan pada kami."
"Tapi tidak dengan menyakiti dirimu sendiri. Bagaimana jika nyawamu sampai tak tertolong karena ulahmu sendiri ?" Tanya mama Bulan sampai menangis.
"Maaf ma." Jawab Bulan singkat.
" Kamu memikirkan orang lain, sementara kamu tidak memikirkan dirimu sendiri, keluargamu, orang tuamu." Kata mama Bulan.
"Sudahlah, kita harus bersyukur karena anak kita ternyata sehat ma. Kakinya juga sudah sembuh. Dia sudah normal lagi, bisa berjalan lagi" Kata ayah Bulan.
"Jangan berbuat seperti itu lagi ya nak. Mama sayang sama Bulan."
"Bulan juga sayang sama mama."
"Lalu setelah ini bagaimana rencana kalian kedepan ?" Tanya ayah Bulan.
"Sementara ini saya titipkan dulu Bulan disini ayah, mama. Karena mohon maaf saya belum bisa membawa pulang kembali Bulan kerumah kami di Semarang."
"Kenapa tidak kamu bawa dia kerumahmu ?"
Aku terdiam mendengar pertanyaan ayah Bulan. Seharusnya beliau tahu bahwa tidak mungkin aku membawa Bulan pulang kerumahku. Seharusnya mereka tau bahwa keluargaku sangat membenci Bulan.
"Jika memang tidak bisa, kenapa tidak kau ceraikan saja Bulan anak kamu ?" Tanya ayah Bulan.
"Tidak yah ! Jangan ! Bulan gak mau cerai sama Moondy. Bulan cinta sama Moondy yah." Jawab Bulan.
"Ayah tidak mau kamu menderita lagi karena poligami yang dilakukan Moondy. Ini sungguh menyakiti kami sebagai orang tuamu." Kata ayah Bulan pada Bulan.
"Enggak yah. Ini sudah menjadi rencana kami sejak lama. Aku yakin setelah Pelangi menerima kami kembali, kami bertiga akan lebih bahagia. Aku juga yakin Moondy pasti akan lebih adil pada kami." Jelas Bulan.
"Tapi kamu berbeda dari Pelangi. Mundurlah nak. Percaya sama ayah."
"Ayah jahat ! Maksud ayah, ayah mau bilang aku mandul ? Aku tidak bisa memiliki keturunan ? Begitukah ? Moondy mencintaiku yah, aku yakin dia menerima aku apa adanya. Aku yakin Moondy menerima aku yang tidak bisa memiliki keturunan. Ada Pelangi, nanti anak Pelangi juga akan menjadi anak aku. Tolong ayah, jangan pisahkan kami. Jangan minta Moondy buat menceraikan aku."
Aku pusing. Aku bingung. Jika sudah begini apa yang harus aku lakukan. Aku melihat jam tangan, sudah menunjukkan pukul 9 malam. Pelangi pasti menunggu kabarku.