KEHADIRAN BULAN

1140 Kata
Peluh bercucuran dari kedua tubuh kami saat kami selesai bercinta malam ini. Hubungan yang sedikit memburuk membuatku sedikit menjadi jauh dari Pelangi. Kebiasaan bercintaku dengannyapun jadi terganggu. Melihatnya yang diam dan muram membuatku sedikit takut mengajaknya bercinta meskipun aku sungguh ingin. Tapi malam ini aku sudah tidak tahan lagi, aku lelaki normal. Kuberanikan diri untuk mendekati Pelangi istriku. Aku sudah mempersiapkan mentalku jika Pelangi menolakku bercinta malam ini. Tapi tak kusangka ketika aku memeluknya yang sedang terlelap justru malah membalikkan badannya menghadapku. Lingerinya yang dia pakai sedikit membuka memperlihatkan belahan dadanya yang seperti minta untuk kusentuh. Kuusap rambutnya, dia sedikit bergerak. "Sayang .... Aku ingin." Bisikku di telinganya. Pelangi menggerakkan tubuhnya. Matanya berkeriyip mencoba bangun dari tidurnya. Dia melihatku yang terbaring di sampingnya. Tak ada jawaban yang keluar dari bibirnya. Aku sudah bersiap mendengar penolakan dari Pelangi. Kurapikan kembali selimutnya sebelum kembali meletakkan kepalaku di bantal. Aku tak ingin memaksanya mengingat Pelangi sedang kecewa padaku. "Maaf aku membangunkanmu. Tidurlah sayang." Ucapku sambil mencium keningnya. Aku pun membenarkan posisi tidurku sebelum akhirnya Pelangi menarik tanganku dan beranjak untuk mencium bibirku. Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, aku balas menciumnya, bahkan kali ini lebih menuntut dengan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya hingga aku bisa merasakan salivanya, aku sungguh menginginkannya dan menikmatinya. Permainan Pelangi sungguh berbeda dari biasanya. Dia terlihat lebih agresif dan ingin menguasai. Aku mengikuti apa yang dia inginkan. Desahannya semakin beringas, berbeda dari biasanya membuatku semakin ingin mengeluarkan cairan milikku. Setelah kami lalui dengan 2 ronde Pelangi langsung terkulai lemah. Dia tergeletak di sampingku. Dia langsung tertidur. Kubenarkan posisi tidurnya. Kuselimuti tubuhnya yang masih telanjang. Terpampang nyata perut buncitnya. "Anakku. Darah dagingku. Tumbuhlah dengan sehat di dalam sana. Ayah mencintaimu." Kucium perut buncit istriku. Tanpa sadar aku meneteskan air mata. Aku mengingat beribu kesalahan yang pernah kubuat pada Pelangi. Aku sungguh menyesali hal itu. **** "Saya masih istri sah dari Moondy Alsegara!" Ucap perempuan dengan lantang hingga. Aku langsung meletakkan laptopku dan keluar dari taman belakang rumah begitu mendengar suara yang tak asing di telingaku. "Saya juga masih menantu dari keluarga ini. Jadi jangan pernah halangi saya untuk menemui suami saya." Katanya lagi. Suara itu masih terdengar nyaring di telingaku. Benar saja dugaanku kalau itu Bulan. Aku melihat dia berdiri di depan pintu rumah berhadapan dengan mamaku. Dengan kacamata hitam yang dia pakai di kepalanya, dress mini dan high hells membuat penampilan Bulan terlihat berbeda. Dia seperti Bulan yang pertama kali ku kenal dulu, yang cantik dan memiliki penampilan oke. "Bulan ? Ngapain kamu kesini ?" Tanyaku. "Ngapain kamu bilang ? Aku ini masih istrimu. Apa kamu lupa ?" "Ini rumah orang tuaku. Untuk apa kamu kesini ?" "Aku ingin menemuimu. Kamu tidak pernah mengangkat telponku. Dan aku juga tidak bisa menghubungi Pelangi jadi apa aku salah jika aku datang kemari untuk menemuimu ? Toh ini juga rumahku. Kita pernah tinggal bersama disini." "Moondy ! Apa-apaan ini ?" Mamaku sedikit mengeraskan suara. "Maafkan Moondy ma. Biar Moondy yang urus ma." "Mama tidak suka dia ada disini. Mama tidak mau melihatnya lagi. Mama tidak ingin melihat Pelangi terluka lagi karena wanita ini!" "Baik ma ... Moondy .... " "Ma ! Apa mama pikir hanya Pelangi yang terluka ? Aku juga terluka ma !" Bulan berteriak sambil menangis. "Kalau dari awal mama dan papa menyetujui hubungan kami tentu tidak akan jadi seperti ini. Tidak akan ada yang tersakiti dan tidak akan saling menyakiti." Lanjut Bulan . "Bulan ! Sudah cukup !" Bentakku. "Kenapa ? Biar orang tua kamu juga tau seperti apa hubungan kita. Biar mereka juga ingat bahwa aku ini istrimu. Mereka memperlakukan aku sewenang-wenang saat aku cacat. Padahal tanpa bantuanku kamu juga tidak akan bisa kembali dengan Pelangi ! Bahkan mereka tidak akan punya cucu lagi dari Pelangi !" "Bulan !" Aku membentaknya. "Harusnya kamu bisa tegas sama orang tua kamu ! Beri tau mereka bagaimana pengorbananku juga untuk menyatukanmu dengan Pelangi. Bukan malah memperlakukan aku secara tidak adil seperti ini !" "Heh ! Bukan keluarga kami yang salah ! Tapi kamu yang t***l ! Udah tau Moondy menikah, punya istri untuk apa kamu masih mau menjadi istri kedua ? Bukankah dulu sudah pernah kubilang sumber permasalahan keluarga ini tu dari kamu. Pacaran bertahun-tahun bukan berarti jodoh. Dan harusnya jika kamu perempuan berpendidikan kamu bisa menolak ketika Moondy mengajakku menjadi istri keduanya, bukannya malah mengiyakan !" Kakakku ikut murka dengan kehadiran Bulan. "Pelangi ! Keluar kamu ! Ayo kita bicarakan ini baik-baik. Bilang pada mertuamu bahwa kita akan hidup bertiga dengan baik. Seperti janjiku dulu padamu. Berterimakasihlah padaku Pelangi jika bukan karena aku pura-pura gila kamu tidak akan kembali menikah dengan Moondy dan kamu juga tidak akan hamil anak Moondy lagi !" Bulan berteriak dan matanya berkeliling mencari keberadaan Pelangi. "Moondy ! Urus istri kedua kamu ini ! Mama tidak suka dia meganggu Pelangi dan cucu mama. Dengarlah Cilla menangis di belakang." Kata mamaku sambil beranjak pergi. Aku memang sengaja tidak mengijinkan Pelangi keluar menemui Bulan. Aku takut Bulan akan memperlakukan Pelangi tidak baik seperti kemarin. Aku meminta Pelangi menunggu Cilla yang sedang bermain di taman belakang. Tapi dengan teriakan Bulan dan suara kami yang penuh emosi Cilla pasti ketakutan dan menangis. "Ayo ikut aku !" Aku mengajak Bulan memasuki mobilnya. "Enggak ! Lepasin sayang ! Aku perlu bicara pada Pelangi !" Bulan meronta. "Ikut kataku !" Aku terpaksa menarik Bulan dengan kasar dan memasukkannya ke mobil. Aku melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Aku sungguh emosi dan marah melihat tingkah laku Bulan. Dia sungguh berbeda dari Bulan yang kukenal dulu. Selama perjalanan tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami. Kubawa Bulan ke salah satu hotel di Solo. Tak mungkin aku membawanya pulang kerumahnya dalam kondisi seperti ini. "Istirahatlah dulu disini. Tenangkan fikiranmu. Akan kutemani sampai kamu tenang. Setelah itu aku antar pulang." "Kenapa kamu lakukan itu ?" Tanya Bulan. "Lakukan apa maksud kamu ?" "Kenapa kamu sejahat itu sama aku ?" "Jahat yang mana ? Bisa kamu katakan dengan jelas ?" "Kenapa kamu menghamili Pelangi lagi ?" "Hah ?" "Kenapa kamu menghamili Pelangi lagi ? Kenapa kamu tega melalukan itu padaku ? Aku tidak bisa hamil aku tidak bisa memiliki anak, lalu kenapa kamu menghamili Pelangi lagi ? Kamu jahat !" Kata Bulan sambil menangis memukul dadaku. "Apa yang salah ? Pelangi istriku. Wajar aku tidur dengannya. Wajar aku menghamilinya. Lalu dimana letak kesalahannya?" "Itu sama saja kalian berdua menghinaku. Aku tidak suka Pelangi hamil lagi disaat kita masih seperti ini." "Kehamilan itu kuasa Tuhan Bulan. Tidak ada seorangpun yang bisa menolaknya. Apakah salah aku menghamili istriku sendiri? Aku dan Pelangi sama sekali tidak pernah menghinamu, membahasmupun kami tidak pernah." "Jadi kalian sudah tidur bersama ? Katakan padaku ! Seberapa sering kalian bercinta saat aku di rumah sakit jiwa ? Seberapa hebat Pelangi dalam bercinta sehingga dia bisa hamil kembali ?" "Bulan ! Jangan membuatku kembali membawamu ke rumah sakit jiwa jika sikapmu masih seperti ini !"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN