"Dokter, apa yang terjadi dengan istri saya ?" Tanyaki begitu dokter memintaku untuk memasuki ruangannya.
"Begini pak, kami memaklumi jika seks adalah kebutuhan utama pasangan suami istri." Ucap dokter itu sambil tersenyum kepadaku.
"Namun alangkah baiknya jika hubungan seks dilakukan tidak terlalu bersemangat dan sering ya pak, apalagi istri bapak sedang hamil muda." Lanjutnya
Aku menundukkan kepalaku. Kulirik Pelangi sekilas, dia nampak tersenyum menertawakanku. Aku sedikit malu dengan perkataan dokter kandungan itu.
"Ini berbahaya untuk kandungan istri bapak. Usahakan berhubungan seksual tidak lebih dari 3x dalam 1 minggu. Pilih posisi hubungan seks yang aman, dan tolong jangan terlalu tergesa-gesa. Kasihan ya pak, kandungannya masih sangat muda."
Dokter itu terus menceramahiku panjang dan lebar, aku hanya mampu mengangguk dan menunduk saking malunya. Namun ini juga pengetahuan untukku. Jika tidak begini pasti aku akan melakukannya terus menerus. Dan bisa-bisa aku juga akan kehilangan anakku. Jika itu sampai terjadi aku akan membenci diriku sendiri yang tidak bisa mengontrol nafsuku.
"Maafkan ayah ya sayang ....." Ucapku sambil mengelus perut Pelangi.
"Gara-gara ayah, mamamu jadi sakit perutnya. Dan hampir saja kehilangan kamu." Kali ini kucium perut Pelangi.
"Aku juga minta maaf ya sama kamu, harusnya kalau aku terlalu kasar mainnya kamu bilang." Ucapku sambil mencubit hidung Pelangi.
"Biasanya gitu juga kan ? Dan emang gak kerasa apa-apa, cuma tadi pagi aja jadi kerasa kaya kenceng sakit, trus kram gitu. Gak nyangka juga kalo karena efek kita kemarin sore."
"Yaudah mulai sekarang selama kamu hamil kita nglakuinnya pelan-pelan aja ya ?"
"Ihh dasar ya kamu tuh ....." Ucap Pelangi sambil mencubit pinggangku.
Kringg ..... Kring .....
Ponselku berdering. Mengganggu waktu santaiku bersama dengan Pelangi. Kulihat di layar ponsel tidak ada namanya. Sedikit ragu untuk mengangkatnya, karena biasanya kalau dari nomer tak dikenal pasti menawarkan hutang. Sungguh membuang-buang waktu.
"Halo .... " Aku mengangkatnya.
Tak ada jawaban .
"Halo.... " Kucoba sedikit mengeraskan suaraku. Namun tetap sama, tak ada jawaban.
"Halo ... Jika tidak ada kepentingan saya matikan telfonnya." Ancamku.
"Sayang ...... " Suara itu.
Aku tak langsung menjawab panggilan seseorang diujung telepon sana. Kulihat wajah Pelangi yang masih menatapku. Kugenggam tanggannya erat. Kemudian dia merubah posisi duduknya yang sedari tadi tidur menjadi duduk. Aku tau Pelangi menyadari perubahanku saat aku terdiam sambil memegang ponselku.
"Sayang .... " Panggilnya kembali. Dan aku yakin bahwa suara itu adalah .....
"Ini aku Bulan. Istrimu." Benar kan dugaanku bahwa itu Bulan.
"Iya Bulan. A.... Apa kabar ?" Tanyaku.
Pelangi menarik tangannya dari genggaman tanganku. Aku tau dia pasti menyimpan kekhawatiran berlebih pada saat aku menyebut nama Bulan.
"Bisakah kamu kemari untuk menjemputku ? Aku sudah tidak tahan lagi tinggal disini. Ditempat yang penuh dengan orang gila ini. Aku ingin keluar dari sini. Tolong jemput aku." Ucapnya sambil terisak. Dia menangis. Aku tau itu.
"Baiklah. Aku akan kesana. Tunggulah aku. "
"Baik. Aku akan menunggumu. Aku mencintaimu sayang."
Tut.... Tut .... Tut .... Telepon mati. Kulihat wajah Pelangi suram. Dia tidur membelakangiku. Aku tau apa yang dia fikirkan. Aku mengerti apa yang dia bayangkan. Dia pasti takut kejadian 2 taun lalu akan kembali dia alami.
"Sayang ....." Aku memeluknya dari belakang.
"Aku mencintaimu. Aku berjanji aku tidak akan melukaimu, melukai Cilla, dan anak di dalam kandunganmu." Aku menciumnya. Melumat bibirnya. Kali ini tulus, tanpa nafsu sedikitpun .
"Bulan yang menelpon, dia minta dijemput."
"Dijemput ? Apa sudah boleh ?"
"Mungkin sudah sembuh. Aku sendiri juga kurang tau. Biar aku kesana dulu untuk memastikan kondisiya, setelah itu aku akan menghubungimu kembali."
****
Aku mendatangi rumah sakit jiwa tempat dimana Bulan dirawat. Aku menepati janjiku pada Bulan. Sekarang aku berjanji untuk menjadi pria sejati, aku harus menepati janji yang aku buat. Biar bagaimanapun Bulan masih istriku. Aku masih mencintainya, walau jujur cintaku pada Pelangi lebih besar daripada Bulan saat ini.
"Bulan ........ " Panggilku saat aku sampai di kamar tempat Bulan dirawat.
"Sayang !!!" Bulan berteriak sambil berlari kecil menuju ke arahku.
"Aku kangen kamu !" Ucapnya lagi sambil memelukku.
"Kamu sudah bisa berjalan ?" Tanyaku heran.
"Sedikit. Disini mereka mengajariku. Aku bisa berjalan meskipun jika jauh sedikit kakiku langsung terasa sakit."
"Aku bahagia mendengarnya." Kucium keningnya.
"Bawa aku keluar dari sini. Aku bosan disini. 5 bulan sudah cukup membuatku terkurung disini. Dan kurasa kamu pasti sudah berhasil kan membawa Pelangi kembali bersama kamu seperti rencana kita dulu ?"
Aku melepas pegangan tangan Bulan. Aku sedikit menjauh darinya. Kupandangi Bulan dari atas sampai bawah. Aku tidak mengerti dengan maksud Bulan. Dia sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia adalah orang dengan gangguan jiwa. Dia bahkan masih mengingat segala sesuatu yang terjadi dulu.
"Kenapa ? Kamu heran ?" Tanyanya kembali.
"Ayolah bawa aku keluar dari sini. Dan aku akan menjelaskan semuanya padamu. Bilang pada dokter bahwa kamu adalah waliku. Suamiku yang akan menjemputku. Aku tidak mungkin memberitahu ayah dan mamaku. Karena mereka pasti syok. Jadi kamulah jalan satu-satunya yang bisa mengeluarkan aku dari sini ?"
Aku tidak bisa berfikir untuk saat ini. Kuturuti keinginan Bulan. Dan setelah aku menandatangani surat penjemputan Bulan aku segera membawa Bulan keluar dari rumah sakit jiwa. Di sepanjang perjalanan Bulan tak henti memeluk menciumiku. Entah kenapa aku menjadi risih dengannya setelah mendengar perkataan ambigu Bulan saat dirumah sakit jiwa tadi.
Aku membawa Bulan kehotel. Tentu saja aku tak membawanya kerumahku, bisa-bisa orangtuaku dan Pelangai syok. Aku juga tak membawanya ke rumahku yang di Sukoharjo. Karena itu rumahku dan Pelangi. Dan aku tak mau Bulan mengetahuinya untuk saat ini .
"Kenapa kamu membawaku ke hotel sayang ?" Tanya Bulan.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk membawamu kerumah Bulan. Maaf."
"Kenapa ? Apa kamu takut dengan Pelangi ? Apa Pelangi tidak tau bahwa aku sudah sembuh ?"
"Bukan. Pelangi bahkan ada di sampingku saat kamu menelfonku."
"Wow !" Bulan berteriak kaget. Air matanya mulai berlinang.
"Sudah seintim itu ya hubungan kalian ?" Tanya Bulan dengan nada amarah.
"Oh iya aku lupa, apakah kalian sudah benar-benar rujuk ?"
Aku diam. Bukan karena takut. Tapi entahlah, aku merasa ini bukan waktu yang tepat untuk menceritakan hubunganku dengan Pelangi.
"Jawab ! Kalian sudah rujuk kembali ? Apakah sekarang kalian tinggal bersama ? Apakah sekarang kalian sudah hidup berbahagia ?" Bulan memukul dadaku.
"Kamu bahkan tidak mengunjungiku selama aku di rumah sakit jiwa. Padahal aku berkorban untuk kalian!" Bulan berteriak penuh amarah.
"Aku melukai diriku sendiri. Aku pura-pura gila, aku merelakan usahaku bangkrut, aku merelakan tubuhku tak terawat, dan aku rela membuang uangku berpuluh-puluh juta untuk membayar dokter dan perawat rumah sakit jiwa untuk memperlakukanku secara berbeda dan melatihku berjalan seperti sekarang. Tapi apa balasan kalian terhadapku ? Kalian b*****t !"