Bab 8. Sebuah Perjanjian

1144 Kata
"Kamu mau menikah denganku?" Pertanyaan itu kembali dilayangkan oleh Zidan karena tidak mendapatkan jawaban dari Kinar yang terus membungkam, tidak tahu mau menjawab apa. Tentu saja, hal ini bukanlah suatu hal yang mudah bagi Kinar untuk menjawabnya dengan gamblang, apalagi kondisinya Zidan adalah orang yang baru saja ia kenal dan temui. Diam adalah pilihan yang tepat bagi Kinar. Ia tidak menjawab iya, ataupun tidak. Sebab jawaban yang akan keluar dari mulutnya, akan begitu banyak konsekuensi yang ikut mengekorinya. Terlebih, lantaran dari itu semua adalah karena hutang kedua orangtuanya. Kinar terus menatap Zidan dengan penasaran yang tidak menentu. Ia takut, tapi tak juga mau mengalah begitu saja. Ia memegang keputusan besar dalam hidupnya. "Apa yang akan terjadi kalau aku menikah dengannya? Apa yang akan aku katakan pada Diana? Dan apa yang harus aku katakan pada kedua orangtuaku yang sudah meninggal?. Aku bingung mau menjawab apa." Batin Kinar. "Jawab sesuatu, Kinar. Aku menanyakan sesuatu padamu dan harus kamu jawab. Untuk menebus hutang kedua orangtuamu, kamu siap jadi melayaniku atau menikah denganku. Aku hanya memberimu dua opsi itu saja." "Apa Diana tahu hal ini? Tahu perihal aku yang menjadi penebus hutang kedua orangtuaku?" Tanya Kinar. "Kalaupun dia tahu, dia bisa melakukan apa?. Dia tidak bisa mengubah apapun, termasuk tanda tangan yang sah dan bermatrai itu, Kinar." Sebuah kebenaran pahit yang selamanya tidak akan pernah berakhir manis. "Benar. Kalaupun Diana tahu, tidak akan mengubah apapun." Pikir Kinar. Ia semakin bingung mau mengambil keputusan apa. Ia gamang, langkahnya mundur satu langkah dan dengan cepat Zidan maju bahkan dua kali lipat darinya. Kinar semakin takut, aura Zidan semakin mendominasi dibandingkan Kinar yang semakin menunjukan kalau dirinya tidak nyaman dengan keadaan ini. Hingga akhirnya Kinar memutuskan satu hal, namun tidak menjadi keputusan finalnya. "Kamu bilang hanya ada dua opsi, kan?" Tanyanya. "Iya. Menjadi pelayanku, atau kamu menikah denganku dengan catatan Diana tidak boleh tahu hal itu sebelum aku sendiri yang mengatakannya. Kamu pilih yang mana untuk menebus hutang kedua orangtuamu." Jawab Zidan. Zidan kembali bersuara, "perlu kamu ketahui, semakin cepat kamu melunasi hutang kedua orangtuamu, semakin cepat mereka tenang. Bukankah setiap anak selaku menginginkan hal itu?" Semakin membuat Kinar tidak bisa berpikir lain selain memilih salah satu diantara kedua opsi itu. Tapi, mau tidak mau, suka tidak suka, Kinar harus memilih. Entah pilihannya akan berakhir baik atau buruk, setidaknya dia sudah berusaha menjadi anak yang baik untuk kedua orangtuanya. "Semoga kamu memilih untuk menikah denganku, Kinar. Aku muak melihatmu terus dekat dengan pria itu." ujar Zidan dalam hatinya. "Kalaupun kamu memilih untuk melayaniku, aku tidak akan pernah membiarkanmu untuk bertemu dengan pria itu lagi. Kamu harus tetap berada di dalam rumahku, meski tanpa sepengetahuan Diana sekalipun. Karena semenjak kamu melihatku dihari itu, ditambah dengan ikatan yang terjadi antara orangtuamu, membuatku memutuskan kalau kamu hanyalah milikku. Suka atau tidak, kamu tetaplah milikku." Lanjutnya dengan penuh keegoisan. "Kalau aku menjadi pelayanmu, apa yang harus aku lakukan?" Tanya Kinar. Zidan mulai menjelaskan sembari langkahnya mulai menyusuri ruang kamarnya. Ia menjelaskan dengan sangat detail terkait pekerjaan apa yang harus Kinar lakukan selama menjadi pelayannya. Hanya saja, pekerjaan pelayan yang dilakukan oleh Kinar semuanya berputar pada urusan Zidan, tidak untuk urusan ruah tangga seperti mengepel dan yang lainnya. "Hingga ke bagian sederhana yang aku butuhkan seperti minum air di pagi hari, harus kamu yang mengurusnya. Kalau aku makan, duduk di sampingku meski kamu tidak makan. Kalau aku kerja di malam hari, tunggu aku hingga selesai baru kamu bisa istirahat. Dan kalau aku keluar dari rumah, kamu harus senantiasa ada di sampingku. Intinya, semua hal yang berkaitan denganku mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, kamu lah yang mengurusnya." Menganga lebar. Kinar kaget mendengarkan penjelasan dari Zavon, hanya saja dia tidak langsung mengungkapkannya. Hanya bisa menggerutu dalam hati, "Aku diminta jadi pelayan atau baby sitternya?. Dia kan udah dewasa, masa iya setiap hal harus aku yang urus. Tapi, aku gak mau menikah dengannya. Jangankan menikah, dekat dengannya aja sudah bikin aku takut. Sangat berbanding terbalik dengan adiknya yang bikin hati aku adem." "Bagaimana?" Kinar hanya bisa tersenyum palsu. "Maaf, aku pikir tugasku itu seperti menyapu, mengepel, dan cuci piring. Aku gak tahu kalau tugasku adalah menjadi baby sittermu. Mungkin kita bisa bernegosiasi kalau aku tidak bisa terlalu mengurus keperluan pribadimu." Ujar Kinar begitu berani menolak apa yang Zidan inginkan. "Tidak. Itu sudah sangat mutlak. Itulah tugas seorang pelayan yang aku maksud. Atau kalau kamu gak mau, kamu bisa memilih opsi yang kedua. Menikah denganku." Sejak awal, Kinar sudah sangat menghindari opsi kedua. Dengan itu ia langsung menggelengkan kepala, menolak saran yang dikatakan oleh Zidan. "Tidak. Aku tetap mengambil opsi yang pertama. Tapi, aku juga ingin mengajukan beberapa syarat." "Apa?" "Izinkan aku keluar dari rum--" "Syarat ditolak." Tolak Zidan. "Kenapa? "Kamu harus tetap tinggal di rumahku selama setahun full. Kamu hanya akan keluar saat aku keluar saja, selebihnya tetap ada di dalam rumah." Ujar Zidan. "Tapi aku harus bertemu dengan beberapa temanku, atau bahkan aku harus bertemu dengan Diana. Kamu tahu kalau dia membutuhkan untuk belajarnya." Kinar berusaha memberikan beberapa alasan agar ia bisa diberikan kebebasan untuk keluar dari rumah, meski dengan kondisi tertentu. Namun, sepertinya Zidan yang keras kepala tidak akan mau luluh begitu saja. "Aturan tetaplah aturan. Menjadi pelayanku, maka harus siap tinggal di rumahku selama satu tahun full. Keluar hanya ketika aku keluar. Hanya setahun, setelahnya hutang besar kedua orangtuamu akan lunas." "Karena aku akan menggunakan waktu satu tahun itu untuk meluluhkan hatimu, Kinar. Aku yakin bisa melakukannya," lanjutnya di dalam hatinya. Sedangkan berbeda dengan Kinar yang tergiur dengan tawaran Zidan. "Satu tahun dan setelah itu beban kedua orangtuaku tidak akan ada lagi. Baiklah, selama satu tahun aku akan mencoba bertahan dengan semua aturan yang kamu buat, Zidan. Aku yakin, aku bisa melakukannya." Pikirnya. "Kalau begitu, aku menawarkan syarat yang lain." Kata Kinar. Ia sangat yakin kalau syaratnya kali ini disetujui oleh Zidan. "Apa?" "Tolong jangan pernah mencoba untuk mendekati aku karena aku adalah pelayanmu. Membayangkan kamu mendekati pelayanmu sendiri bisa membuat harga dirimu jatuh, Zidan. Jadi, hubungan diantara kita hanya sebatas Tuan dan pelayan." Ujar Kinar. Zidan terdiam. Pasalnya, dia baru saja merencanakan satu tahun itu akan ia gunakan untuk mendekati Kinar. Malah sekarang dia diberikan syarat yang akan membatasi tembok diantara mereka berdua. "Aku harap kamu akan setuju." "Bagaimana kalau aku tidak setuju?" Tanya Zidan. Dengan percaya diri Kinar menjawab, "maka aku juga tidak akan setuju dengan aturan yang kamu buat. Aku akan keluar rumah sesuka hatiku, menemui siapapun, atau bahkan juga menikah dengan pria lain karena hubunganku dengan mu hanya sebatas Tuan dan Pelayan saja. Bagaimana? Kamu setuju?" Sudah bisa dipastikan, tidak akan ditolak. "Oke. Aku setuju. Tidak akan ada yang mendekatimu." Ujar Zidan. "Kecuali aku," Pikirnya lagi, sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia katakan sebelumnya. Dia tidak akan menyerah begitu saja. Ambisinya untuk memiliki Kinar sangatlah besar, bukan sebuah keinginan yang main-main. "Baiklah. Kapan saya bisa bekerja untuk Anda, Tuan?" Ujar Kinar yang sudah memulai perannya sebagai pelayan Zidan. "Secepatnya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN