Terdengar sorakan dan tepukan tangan di luar begitu meriah, mungkin pernikahan dan pesta sangat menyenangkan. Tapi, bagi diriku itu adalah sesuatu hal yang sangat membuatku sesak apalagi saat melihat Alex lebih memilih berbicara dengan orang lain terutama dengan wanita lain di bandingkan dengan diriku.
Andai saja aku bisa pergi keluar dari rumah ini, aku akan berterima kasih kepada Tuhan jika aku benar-benar bisa kembali saat ini juga. Saat aku tida atau harus melakukan apa, seorang pelayan membukakan pintu dan berjalan masuk tanpa permisi membuatku tampak geram hingga ingin sekali aku memarahinya. Tapi, aku tidak memiliki hak untuk seperti itu apalagi mereka melakukan semua pekerjaan dengan baik dan untuk keluarga itu.
"Nona, Tuan muda Alex memanggil Anda untuk turun." Mendengarnya membuatku hanya bisa terdiam, ingin sekali aku menjawab "tidak". Tapi, tidak aku lakukan anggukan sebagai balasan atas ucapan dari pelayan itu.
Hingga dia pergi dan aku ikut berjalan keluar dari kamar meski saat ku menuruni tangga memasuki ke pesta itu lagi. Terlihat Samuel bersama dengan Arya dan Alex duduk di sofa seorang diri dengan gelas minuman di tangannya.
Canggung, yaa aku rasakan. Tapi, dua suamiku dan aku tetap harus berada di sampingnya meski perasaan sakit menyeruak di dalam hati semakin sesak dan ingin sekali berbicara kepadanya dan meminta untuk pulang.
Duduk di samping dirinya tanpa berbicara hingga beberapa orang keluarga Alex berjalan menghampiri kami dan ikut serta duduk di sana.
"Cepat persiapkan penerbangan untuk hari ini! Aku tidak ingin menundanya." Ucapan Alex membuatku terkejut apalagi mereka yang berpakaian formal duduk di hadapan kami mengangguk, mematuhi segala ucapan Alex hingga mereka pergi setelah memberi hormat kepada Alex dan tidak berbicara sepatah katapun hingga semua orang menatap kearah kami. Lebih tepatnya mereka menatap ke arahku.
"Sudah ku bilang, jika mereka tidak membuatmu nyaman apalagi tidak mengikuti sesuai keinginanmu, makan kita tidak perlu menghadirinya. Bukankah kau sudah cukup puas dengan makanan disini?" Pertanyaan Alex membuatku terkejut meski tatapannya masih terlihat acuh. Namun, jauh lebih baik dibandingkan berdiam diri meski kami saling berhadapan saru sama lain.
Alex memang sempat mengatakannya jika keluarganya tidak mau memahami dan mengerti diriku maka mereka tidak layak untuk bertemu denganku apalagi berkenalan. Hingga keluarga Alex merasa canggung, mereka meminta maaf hal yang membuatku terkejut dan tidak bisa ku pahami ketika pemilik rumah di sini malah meminta maaf kepada Alex bahkan jauh lebih mengutamakannya di bandingkan pesta yang mereka miliki ketika tidak di hadiri oleh Alex.
Saat semua sudah selesai di tentukan oleh Alex, pesta berakhir begitu saja hingga keluarga saling membicarakan satu sama lain membuatku tidak memahami semua itu. Samuel berjalan menghampiriku yang seorang diri ketika Alex pergi bersama dengan pamannya dan Samuel berdiri tepat di hadapanku.
"Bagaimana ... apakah menjadi seorang putri jauh lebih menyenangkan dari pada menjadi wanitaku?" tanya Samuel.
Meski aku tidak memahami yamg dikatakan oleh Sam tapi, kini aku mulai memahami saat para pelayan mengatakan bahwa Alex adalah Tuan muda di rumah ini. Lalu apa yang di lakukan Samuel dan keluarganya di sini hingga mereka menggunakan segala fasilitas rumah untuk melakukan pesta pernikahan anaknya.
"Alex adalah pewaris tunggal rumah ini. Tapi dia menitipkan rumahnya kepada orangtuaku. Aku bahkan diberikan beberapa perusahaan untuk aku kendalikan dan memberikan kemampuan untuk memiliki usaha sendiri. Tapi Alex sendiri dia memilih untuk tinggal di kota terpencil tempat dirimu tinggal dan menetap di sana. Kau tau aku berebut seorang wanita dengannya tapi aku jauh lebih dulu mendapatkannya, meski yang memiliki adalah Alex, dia adalah tuan rumah di sini. Tapi Cha ... aku juga memiliki segalanya kali ini. Aku sukses di luaran sana, beberapa perusahaan ku miliki.
Maukah kau kembali denganku." Sepanjang ucapan yang dikatakan oleh Samuel, aku hanya terpikirkan tentang Alex tanpa mencoba untuk menjawab pertanyaan Samuel hingga aku memilih untuk berdiri dan meninggalkan pria itu berharap bisa bertemu dengan Alex saat ini juga.
Aku tidak tau jika diriku ini bersikap sangat bodoh, hingga tidak tau tentang semua kehidupan Alex dan berharap dia berada di hadapanku kali ini. Berjalan dan mencari keberadaan suamiku hingga aku melihat Alex sedang mendengarkan seseorang di taman hingga aku berlari kearahnya dan memeluknya tanpa ragu-ragu.
Pelukan kali ini yang membuatku merasa jauh lebih baik dan tenang hingga di balas pelukan olehnya lagi. Aku menyadari orang-orang di sana pergi begitu saja setelah mendapati aku memeluk Alex begitu tanpa mencoba melihat situasi.
"Apakah kau sadar kali ini? Bahwa aku mengacuhkan agar kamu tahu posisimu sebagai istriku. Bukankah kau seharusnya memukul pria itu, menamparnya atau memarahinya tapi, aku sepertinya begitu menikmati ciuman darinya hingga membuatmu bernostalgia dan melupakan suamimu ini." Ucapan Alex ku balas gelengan kepala dengan tangisan di pelukannya membuat dia tidak lagi berbicara dan membalas pelukanku.
"Sudah cukup menangisnya. Bukankah kemarin kau menangis dengan waktu yang sangat lama, di tambah lagi pagi tadi kau berada di kamar mandi sambil menangis hingga membuatku ingin sekali menjamah tubuh dan mengalihkan perasaan dan tangisanmu itu." Ucapan Alex membuatku mengangkat sebelah alis. Namun aku hanya memilih untuk memeluknya lagi tanpa mencoba untuk mencari tahu dia yang ternyata mengetahui segala hal yang ku lakukan. Tidak sama persis apa yang kupikirkan tentang dia yang sama sekali tidak memperdulikan diriku hingga membuat d**a sesak dan ingin memeluknya berlama-lama.
"Sudah cukup menangisnya. Ayoo kita bersiap untuk pulang dan aku tau tempat ini membuatmu begitu sesak. Meski aku ingin sekali memamerkan semua ini untukmu. Tapi, ternyata semua ini tidak berguna. Kau bahkan jauh ingin pulang dan merasa nyaman dengan rumah yang sangat kecil di sana," ucap Alex. Senyuman di wajahku kini tersimpul saat mendengarnya.
"Al ... bukan kekayaan yang ku inginkan dan juga bukan semau yang kau miliki yang kuinginkan. Tapi, aku lebih tidak ingin kau mengacuhkanku, mengabaikanku, bahkan tidak seperti biasanya. Aku hanya ingin suamiku yang banyak berbicara hingga membuatku kesal setiap kali mendengarnya. Aku sangat mencintaimu, Al ...." Ucapan itu membuat Alex tersenyum, hingga dia memelukku sangat erat dan menciumku berulangkali pucuk kepalaku.
"Apakah kau sudah mencucinya berulangkali? Aku tidak ingin mendaratkan bibirku di bibir manismu yang bahkan menikmati ciuman orang lain." Aku mengangguk untuk menjawab pertanyaan Alex.
Kemarin aku memang membersihkan mulutku dengan menyikatnya berulangkali dalam kurun waktu yang sangat lama dalam membersihkannya. Meski aku tidak tau darimana Alex bisa tau apa yang kulakukan, namun bagiku saat dia mau lagi berbicara denganku menanggapi dan memahami diriku itu jauh lebih baik di bandingkan seperti tadi malam.
Saat kami sudah bersiap untuk kembali pulang, mereka semau yang berada di ruang tamu tampak terlihat canggung dan merasa bersalah saat tau bahwa suasana hati Alex berubah begitu saja saat bersama denganku. Apalagi mereka tampak terlihat menyesali ketika membuat Alex tampak kecewa dengan mereka yang tidak mampu untuk membuat diriku merasa nyaman tinggal di rumah itu.
Hingga kali terakhir melihat Samuel tampak biasa saja di mataku saat dia berada tepat di hadapanku lagi. Nafasku mulai merasa lega saat kini perasaanku sudah tidak teralihkan dari suamiku sendiri hingga kami keluar dari rumah itu, rumah yang ternyata menjadikan diriku sebagai Nyonya utama di sana. Tapi, bukan itu yang ku harapkan. Melainkan aku ingin menjadi tuan putri yang sering kali di sebut oleh Alex sebagai suamiku.
Sepanjang perjalanan aku sama sekali tidak melepas genggaman Alex seperti yang kulakukan beberapa hari yang lalu. Meski dia berulangkali menggenggam tanganku tapi aku tetap melepasnya, tidak dengan kali ini. Rasa ingin selalu bersama dengan suamiku begitu kuat hingga kami sudah berada di dalam pesawat sembari melakukan hal yang seharusnya kami lakukan beberapa hari lalu, berciuman sepanjang hari hingga Alex menghanyutkan diriku menginginkan dirinya.
"Nanti saja kita tunggu sampai di rumah, baru kita melakukannya," ucap Alex.
Mendengar dari ucapan seorang pria dengan perkataan seperti itu, membuatku seolah-olah aku adalah wanita yang kesepian ketika memintanya terlebih dahulu kepada suamiku sendiri.
Alex tersenyum tipis saat melihatku tersipu malu, mendengarnya hingga dia kembali mencium bibirku dengan sangat lembut. Ciuman dari Samuel memang terasa nikmat, tapi ciuman dari Alex jauh lebih menenangkan hingga membuatku merasa berada di dunia yang begitu tenang. Penuh cinta dan warna hingga ungkapan cinta kulakukan dan ku ucapkan berulangkali untuk suamiku yang ada di hadapanku kali ini.