Meski aku tahu, ini nyata. Tapi terasa mimpi sudah sekian lama bisa bertemu dan melihat Samuel di depan mataku sendiri kali ini.
"Sam, aku mencarimu untuk minta baju gantiku!"
Seorang gadis berjalan menghampiri kami dan hal yang paling mengejutkan. Gadis itu merangkul lengan Samuel dengan tingkah manjanya tersenyum menatap Samuel, hingga dia menoleh ke arahku dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Dia menatap tajam ke arahku.
"Dia siapa?" tanya gadis itu menoleh ke arah Samuel.
Tanggapan datar masih Samuel yang dulu aku kenal.
"Bukankah kau berencana untuk mengajakku ke tempat wisata, Sam? Aku sudah siap!" seru gadis itu.
"Kau belum mengenalkan diri dan bersikap seolah sangat dekat dengan kami," sela Alex.
"Hah, emm ... Maaf. Aku Aria." Aria memperkenalkan dirinya setelah Alex menyindirnya dengan tajam.
Masih belum ada tanggapan dari Samuel sedari tadi, meski terasa aneh. Tapi dia sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya dariku.
"Ikutlah denganku?" ucap Samuel.
"Hah, ayo!" ajak Aria.
"Bukan kau!" tegas Samuel.
Setengah tertegun, mendengar ucapan Samuel yang tampak membuatku merasa bahagia ketika dia berbicara. Apakah aku masih berharap akan hadirnya dia, tapi aku tak mungkin menginginkannya. Pria di samping adalah suamiku dan dia yang ada di hadapanku hanyalah, pria yang sama sekali tak beetanggung jawab yang pergi dengan kehidupannya yang baik-baik saja. Tanpa terpikirkan untuk menghampiriku menanyakan ataupun mencoba mencariku.
Akan mudah bagi orang kaya seperti dia, jika hanya untuk pylang pergi dan hanya sekejap saja menemui dan menjelaskannya padaku. Mungkin aku akan mengerti jika dia mau meminta pengertianku. Mengingat semua itu, perasaanku yang dulu menjadi kehidupan, sudah redup tanpa berharap dia datang dan mengisinya lagi.
Tanpa pikir panjang apalagi mencoba untuk tegur sapa, aku menoleh akan suamiku dan mengisyaratkan dia untuk pergi dari sana tanpa ikut serta dengan perbincangan sepasang kekasih yang sudah hidup bahagia di hadapanku. Melangkah pergi, tapi dia memegang tanganku membuat suasana menjadi canggung apalagi ada seorang wanita di sampingnya. Aku bahkan enggan menatapnya.
"Lepas!"
Dia sama sekali tidak bergeming melepasnya, hingga aku menoleh ke arah Alex dan dia tampak geram melihatnya.
"Apa kau sekarang sangat mengikuti trend untuk merebut istri orang?" tatap Alex.
"Kau lebih tahu alasanku!" balas Samuel.
Perkataan mereka tidak mudah aku mengerti, seakan aku tak terlihat mereka berbicara dengan nada menekan satu sama lain. Ku coba melepas tangan kekar dan dingin yang masih mencengkramnya.
"Sakit ...."
Melihat Samuel, dia melepasnya setelah aku mengeluh kesakitan saat dia bersikeras memegang tanganku. Tanpa mencoba untuk berlama-lama, aku pergi dengan Alex membiarkan Samuel bersama dengan wanitanya.
Meski terasa suasana menjadi redupdan dingin. Tapi akan jauh lebih baik jika saat ini ridak berada disana, dan aku memilih untuk bekerja dan lembur di banding berada di posisi seperti saat tadi dan sekarang.
Alex masih dalam diam, menuntunku hingga masuk ke dalam kamar. Dia membiarkan aku duduk dan pergi begitu saja tanpa berbicara.
"Apa dia marah?" gumam Ku.
Semakin aku merasa tidak nyaman semakin aku merasa gundah dan ingin segera kembali tanpa mencoba untuk hidup dalam keadaan seperti sekarang.
"Dia adalah sodaraku dan aku tahu akan keadaan saat ini." Ucap Alex.
Kedatangan Alex masuk kedalam kamar lagi, bahkan aku tidak menyadarinya saking aku tak berharapada keadaan seperti tadi. Dia mengoleskan salep untuk menghilangkan bekas genggaman di pergelangan tangan dengan sangat hati-hati. Pria lemah lembut yang ada di hadapankulah kenyataan yang harus aku terima.
Sudah ku katakan, jika cinta sudah tak mau aku menguasainya. Hanya kenyataan yang dapat menjadi tuan bagi hidupku dan suamiku ada Alex yang layak aku hampiri cinta dan ketulusannya. Ku peluk suamiku dengan erat, tanpa menunggu dia selesai mengoleskan salep di tangan.
"Al!" seru Ku memeluk erat Alex. Aku takut dia banyak berpikir tentang perasaan dan juga sikapku menanggapi adanya Samuel yang menjadi sodaranya.
"Kamu menyesali meninggalkannya, Sayang?" tanya Alex.
"Apa maksudmu, Al? Aku bahkan tidak berharap ada dia di hadapanku," balasku.
"Kenapa kamu menangis?" tanya Alex.
"Aku hanya takut kamu tidak percaya padaku, sampai malah mempertemukan aku dengannya lagi," jelas Ku. Aku selalu merasa dia masih tidak percaya akan kepemilikan atas aku yang jadi istrinya.
"Bodoh! Kau istriku, dan aku akan tetap memiliki kamu walau kau masih belum memberikan sepenuh hatimu," ucap Alex.
"Apa maksudmu? Aku mencintaimu dan aku tidak akan beralih darimu!" seru Ku.
Alex tertegun, dia menatapku tanpa kata begitupun aku. Yang tidak percaya akan apa yang sudah ku katakan.
"Apa Sayang?" tanya Alex.
"Emm, aku tidak mau kamu salah paham," jelas Ku.
"Bukan itu!" seru Alex.
"Aku mencintamu," ucap Ku.
Alex menarik dan mencium bibirku tanpa berbicara lagi, ciumannya kali ini semakin hangat lembut dan sejuk aku rasakan. Perasaan canggung, khawatir dan takut hilang seketika saat dia memilih untuk menghanyutkan diriku dengan ciuman mendalamnya. Tentang cinta, aku juga masih belim memahaminya antara iya atau tidak, aku mencintai Alex. Tapi aku tidak berharap akan Samuel yang sudah hilang tanpa tahu ada di hadapanku.
"Emmm," peluh Ku.
Alex melepas ciumannya, menatap redup ke arahku dan kembali meraup bibir yang sudah basah di buatnya. Tangan yang menyangga di buat merayap olehnya menelusuri sekujur tubuhku. Dia menyusupkan tangan kanannya untuk menyibakan dres yang ku kenakan. Tapi tanpa ku duga, dia sudah mahir membuka resleting milik bajuku.
"Al ...."
"Hmm."
"Apa kita ...."
"Heem," angguknya menatap sayu dengan mata berbinar lembut ku balas anggukan sebagai persetujuannya.
Aku menyambut segala sentuhan Alex yang sebagai suamiku, bahkan sentuhannya tidak ada membuatku tidak nyaman. Dia melakukannya denga lembut, seakan tubuhku menerimanya hingga sore itu terasa panjang waktunya dengan lenguhan dan desahan kami berdua.
"Emmm," sedikit mengeluarkan suara saat dia menghentakan segala hal yang kami lakukan termasuk aktivitas kami yang memanas seiring setiap srntuhan yang dilakukan Alex.
Meski jendela kamar terbuka, tapi kami berada di lantai atas dan hal yang tidak mungkin bagi seseorang melihat aktivitas kami yang dimana. Alex menarik tubuhku hingga berada di sofa dan melanjutkan aktivitas kami. Dia membolak balik tubuhku dengan rakus.
Menikmati setiap sentuhannya, aku juga teringat Samuel pernah melakukan posisi seperti saat ini. Berada di belakang tubuhku dan melakukannya dengan rakus. Jeritan dan desahanku di abaikan Alex meski sesekali dia menyentuh bagian yang menjadi kesukaannya. Hingga peluh lelah dan keringat menjadi saksi aktivitas kami dan mengakhirinya setelah dia melepas tubuhku dan terlentang di atas sofa.
"Aku sangat mencintaimu, Cha. Jangan tinggalkan aku!" tubian kecupan Alex seraya dia memelukku dengan degup jantung yang masih berdetak dia katakan dengan penuh makna.
Aku hanya tersenyum menyambut pelukannya dan membalas ciumannya sebagai penutup aktivitas kami. Memang hal yang sangat baik jika setelah memadu kasih, kembali saling berciuman untuk memastikan kepemilikan kita sebagai istri atau suami. Cinta dan kepercayaan akan hadir selama mempercayainya dan menjalankan apa yang ada di hadapan kita.