Terasa nyata saat aku bangun dari tidur bermimpi semua orang meninggalkanku. Ketika anakku yang lebih memilih bersama tante, kedua orang tua yang memang sudah pergi menjauh, Samuel yang pergi, semua yang ku kenal menjauh. Tapi Alex, dia tetap tersenyum dengan uluran tangannya. Terpaku di atas tempat tidur, terukir simpul senyum dan juga takut mengalami mimpi seperti itu. Manusia mana yang ingin kehidupan seperti itu? Di tinggalkan semua orang yang di sayang.
Mengingat dari semalam Alex mengantarku pulang, dia tidak mengabariku. Masih dalam setengah linglung, setelah bangun dari tidur mencari ponsel yang kuingat semalam berada di samping tempat tidur. Namun ternyata ponsel itu terjatuh jadi tempat tidur. Meraih dan berharap Alex menghubungi semalam, Namun ternyata saat ponsel terbuka di sana sama sekali tidak ada sebuah pesan apalagi panggilan tidak terjawab dari Alex.
"Sepertinya, dia sedang sangat sibuk hingga lupa memberikanku kabar atau dia terpikirkan tentang apa yang kukatakan dan dia bersungguh-sungguh untuk melamarku?" Gumamku.
Tidak ingin terlalu jauh berasumsi tentang keberadaan Alex, aku memilih untuk turun dari tempat tidur dan mencoba menghampiri jendela, membuka tirainya dan ternyata hari sudah pagi, rmbun di pagi hari terlihat jelas di balik kaca jendela hingga ku ukir sebuah nama disana, yaitu nama Alex terasa bodoh saat kemarin aku bahkan menolak ajakannya
Tapi hari ini terasa sepi ketika tidak ada kabar darinya, apalagi setiap pesan dari Alex selalu terkesan seperti pasangan kekasih yang sesungguhnya. Namun pada kenyataannya kami hanya berperan sebagai kekasih pura-pura di depan tante.
"Kenapa juga aku tiba-tiba begitu ingin sekali melihat wajah konyolnya itu?" gumam Ku.
Berjalan bergegas untuk membersihkan tubuh, setelahnya aku hanya duduk di teras tidak tahu harus melakukan apa tanpa arahan dan aktivitas lagi setelah bangun. Jam kerja masih terhitung lama, hingga aku memilih untuk berjalan di pagi hari untuk menghabiskan sisa waktu sebelum aku pergi bekerja. Di sana sudah ada beberapa apa para pedagang yang menyajikan dagangannya, di depan rumah mereka setelah aku melewati di depan rumah mereka menyapa diriku.
"Selamat pagi Nona Icha," sapa Nya.
"Pagi juga, sudah siap untuk berjualan nya ya Pak?" aku balas menyapa mereka dengan sedikit ramah, sambil membeli jajanannya.
Tidak perlu berlama-lama berada di sana setelah di balas anggukan oleh mereka, hingga kembali ke kontrakan sarapan di pagi hari dan dan pergi berangkat ke tempat pekerjaan. Sampai saat aku pergi bekerja pun, tidak ada tanda-tanda Alex datang seperti biasa menjemputku apalagi sampai memberiku pesan mengabari keberadaannya.
"Ada apa denganku ini? Kenapa dia tidak memberiku kabar saja, benar-benar membuatku sangat khawatir dengan pria itu?" terhenti saat aku sedang menggerutu.
Pemilik kontrakan berjalan menghampiri dengan senyumannya menanggapi gerutuan ku.
"Kau sedang menunggu kekasih tampan itu untuk menjemput ya? Pria tampan seperti dia memang menggemaskan, jika dia benar-benar menjadi kekasih kita. Tapi kau harus ingat bahwa semua hal yang kita miliki hanyalah bersifat sementara, apalagi pria tampan. Ibu sudah pernah mengalaminya dan sedikit beresiko jika memiliki hubungan dengan pria tampan," sapa Ibu Kontrakan sembari membicarakan tentang hal yang sama sekali tidak pernah kuduga.
"Memangnya apa yang ibu maksud?"
Aku mencoba untuk bertanya sembari menanggapinya.
"Hahaha, kamu juga nanti akan tahu dengan ucapanku!" seru Ibu Kontrakan.
Aku hanya bisa mengangkat sebelah alis dan memilih berpamitan kepada ibu kontrakan bergegas pergi bekerja. Memang sepanjang perjalanan aku tidak memungkiri tentang apa yang sedang kupikirkan Alex, benar-benar membuat khawatir ketika memikirkannya. Apalagi setelah dia mengatakan tentang hal yang seharusnya tidak dia katakan melamar dan mencoba menjadikan aku sebagai istrinya.
Perjalanan dari rumah hingga sampai ke tempat kerja, cukup memakan waktu yang banyak namuan ada beberapa orang di sana yang juga berjalan kaki untuk sampai di tempat bekerja. Dan aku tidak merasa kesepian jika hanya untuk berjalan kaki di sana. Saat sampai di gerbang perusahaan tiba-tiba Diana berteriak menyapaku dari kejauhan mengejutkan, hingga dia meraih tangan tuh dengan raut wajah berseri nya.
"Hei! Sepertinya kau sedang dalam suasana tidak baik-baik saja? tanya Diana.
"Apakah seperti itu?"
"Iya, kau benar-benar seperti seseorang yang sedang patah hati dan tidak tahu harus menanganinya bagaimana? Seperti orang yang sedang kebingungan," ucap Diana.
Aku terdiam mendengar penuturan wanita yang sudah memiliki 2 orang anak dan juga suami dari seberang yang begitu rama saat aku sempat disapa olehnya.
"Jangan malah terdiam, membuatku semakin khawatir saja?"
Pertanyaan dari Diana membuyarkan diriku yang sempat terdiam saja memikirkan tentang Alex dan keadaannya. Mungkin benar juga, aku ada banyak hal yang harus di khawatirkan. Tapi sepertinya bekerja adalah hal yang paling baik untuk menghadapinya dan mengalihkan pikiranku.
"Kau jangan terlalu banyak memikirkan tentang masalah pribadimu, cukup berbagi beban dengan temanmu dan itu akan terasa semakin ringan ketika sudah membicarakannya dengan orang lain. Terkecuali hal yang sangat sensitif dan menurutmu tidak perlu dikatakan kepada orang lain," jelas Diana.
Aku hanya mengangguk, untuk menanggapi ucapan teman satu tempat kerja aku yang begitu baik dan ramah menemaniku, berjalan masuk ke perusahaan dari gerbang hingga sampai di tempat kerja. Masih perbincangan kami hanya perbincangan biasa saja. Namun aku lebih banyak terdiam dan mengangguk menanggapi ucapannya, terkadang hanya menjawab pertanyaan dia dengan singkat dan jelas saja.
Saat sampai di ruangan kami bekerja tiba. Lagi-lagi aku mengingat tentang Alex dan juga senyum cerianya. Pekerjaan yang begitu banyak pun benar-benar membuat diriku sama sekali tidak memiliki waktu untuk memikirkan tentang Alex, hingga benar saja waktu berlalu begitu cepat eh gak jam istirahat tidak terasa sudah waktunya jam istirahat dari pekerjaan.
Seperti biasa pergi bersama dengan Diana ke kantin, makan dan berbincang bersama juga hingga saat itu Alex sama sekali tidak memberi pesan dan menyibukkan ponselku. Setelah selesai dengan aktivitas makan siang, kami kembali masuk ke tempat kerja dan beristirahat. Menggunakan waktu istirahat yang tersisa dengan duduk dia, aku masih berharap Alex memberi kabar tentang dirinya.
Namun tetap saja ponsel kecil yang kumiliki sama sekali tidak berbunyi sedari tadi, membuat Diana yang memperhatikan diriku tertawa berbicara kepadaku aku sama sekali tidak terlalu banyak berbincang dengannya di jam kerja. Yang ku harapkan adalah ketika Alex yang selalu membuatku sibuk dengan deretan pesannya, tiba-tiba hilang begitu saja.
"Hei, kau sedang memikirkan tentang seseorang?" tanya Diana mengejutkan diriku. Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban untuk pertanyaan Diana.
"Hahaha, jangan malu-malu. Hal wajar jika kita memikirkan tentang seseorang, terutama seorang pria. Jika dia memang benar-benar penting dan selalu melintas di pikiran, sebaiknya kau mengalah dan pergi menghampirinya! Mungkin saja sesuatu hal terjadi pada dirinya atau dia memang benar-benar melupakanmu," ucap Diana semakin membuatku terdiam mendengar penuturannya.
Berkemungkinan besar bagi seorang pria seperti Alex dan juga kesibukannya dalam pekerjaan, membuat dia menjauh dariku. Bahkan deretan wanita cantik juga akan dengan mudah didapatkan. Tidak terasa sudah saatnya jam pulang bekerja hingga sore hari pun Alex sama sekali tidak mengabari diriku, apalagi menjemputku.
"Seperti biasa harus berapa kali aku memikirkan tentang dirimu kenapa kau benar-benar sangat menyebalkan! Bahkan lupa untuk memberi kabar kepadaku!"
Aku berjalan sambil menggerutu memang adalah kebiasaanku, lebih tepatnya aku aku mengalihkan segala rasa lelah dengan memikirkan sesuatu hal yang menyenangkan dan juga menyebalkan terutama Alex yang tiba-tiba hilang tanpa kabar, membuat diriku merasa kesal. Setelah aku baru saja mau sampai di kontrakan, tiba-tiba teringat tentang saran Diana yang mengatakan bahwa aku harus pergi ke sana dan memastikan keberadaannya.
Sempat terdiam dan menolak dengan keinginanku dan juga saran dari Diana, diriku yang keras kepala ada hal yang tidak mungkin jika harus pergi menghampiri Alex. Namun saat aku baru saja mau masuk membuka pintu gerbang tiba-tiba, aku terpikirkan jika bagaimana kalau Alex malah jatuh sakit dan membutuhkanku?
Mengingat hal itu berbalik dan mencoba untuk mencari taksi untuk segera sampai di rumah Alex, aku benar-benar sangat khawatir memikirkannya. Hingga saat taksi berhenti tepat dihadapan ku pergi ke rumah Alex, meski sempat aku melihat ke rumah lain tinggal di mana Alex mengatakan bahwa itu adalah rumah Samuel. Mengingatnya memang menyebalkan tiap kali melihat rumah Samuel yang sudah menghilang di telan waktu.
Mencoba untuk mencari seseorang untuk bertanya di depan gerbang rumah Alex namun sama sekali tidak kudapatkan. Apalagi mengingat disana adalah kompleks dimana orang-orang elite tinggal.
"Apa-apaan ini? Bagaimana aku bisa menemuinya jika seorang penjaga rumah pun tidak dia sediakan," gerutu Ku.
Tiba-tiba seorang pria berjalan datang menghampiriku dari depan rumah.
"Apakah Anda mencari tuan muda Alex?" tanya penjaga dibalas anggukan oleh ku.
Aku tidak menyangka jika pria itu membuka pintu gerbang, hingga mempersilahkan diriku untuk masuk ke dalam rumah seorang diri tanpa ditemani oleh dia.
Meski aku sudah sempat tinggal di rumah itu. Namun tetap saja merasa canggung, jika seorang diri berada di sana di rumah seseorang yang dengan nuansa yang berbeda dari rumah kontrakan.
"Alex ini, sebenarnya dia ada di rumah atau tidak? Kenapa dia malah meminta penjaga untuk membiarkan aku masuk ke rumah?" rutuk Ku.
Meski ragu-ragu tapi aku tetap saja masuk dan berjalan menaiki tangga, hingga berdiri tepat di depan sebuah kamar kubuka pintu kamar itu. Dan terlihat Alex tertidur di di atas tempat tidurnya dengan alat bantu pernafasan dan juga selang di tangannya.
"Sepertinya ini mimpi, saat aku melihat pria yang ceria seperti Alex kali ini, bahkan tertidur pulas tanpa mencoba menunjukkan dirinya yang selalu menyebalkan setiap hari berada di hadapanku. Apakah aku sedang bermimpi, kenapa aku melihat Alex yang selama ini menyebalkan kini hanya berdiam diri saja dengan sangat baik dan tenang?" gumamku berjalan mendekati pria itu hingga duduk dan memastikan keadaan Alex.
Kusentuh tangan yang begitu sedikit dingin, membuat perasaan tidak bisa dikatakan dan rasa sakit di dalam d**a saat melihat pria yang seharian ini kupikirkan dan melintas di benakku. Ternyata dalam keadaan seperti saat ini, bahkan membuatku tidak ingin mempercayai apa yang sedang kulihat. Perasaan aneh dan juga bergidik di sekujur tubuh terasa lemah hingga rasa takut kehilangan menyeruak di dalam diriku, dan berharap Alex membuka kedua matanya dan menjelaskan apa yang terjadi kepada dirinya dengan jelas.