Avgld 7

4990 Kata
Avitha mengambil beberapa lembar tissue kemudian dia gunakan untuk mengusap wajah Galdin, “cuci muka dulu, biar gak salah orang lagi.” Kekeh Avitha seraya mulai mengusap wajah Galdin perlahan. Avitha menatap tajam padaZacky dan Samuel bergantian, “Panggil dokter cepetan!” titah Avitha. “I – iya.” Zacky menjawab dengan terbata – bata. Samuel dan Zacky melesat pergi sebelum Avitha marah besar. “Coba buka bajunya sebentar, terus balik badan.” Titah Avitha langsung di turuti Galdin. Saat Galdin berbalik, Avitha menjerit kaget. “Astaga, kenapa luka yang dulu berdarah lagi sih? Kayaknya kena ujung ranjang tadi deh.” Ucap Avitha seraya meniup punggung Galdin, membuat si punya punggung meringis. Pintu terbuka, “Abang udah bawa dokternya nih lengkap sama dua suster lagi.” Ucap Samuel seraya mendekat. “Avitha sayang, kok selang infusnya di cabut sih.” Gerutu dokter yang memeriksa Avitha, “pasang lagi sus.” Lanjutnya memerintah suster. “Gak usah sus, saya gak suka sama benda itu.” Sinis Avitha menatap dokter di depannya. “Kalo enggak suka kenapa sering kesini hmm?” Tanya dokter bername tag Poppy. “Ish Aunty Poppy, itu bukan kemauan Avitha kok. Udah sus lepasin ih.” Sentak Avitha saat suster itu masih kekeh menancapkan kembali jarum infusnya. Suster itu menatap Poppy meminta persetujuan darinya, dokter itu mengangguk pasrah. “Ck.” Decak Avitha kesal, “Bukan gue yang sakit sekarang, tapi dia.” Tunjuk Avitha pada Galdin yang di depannya. Pandangan Avitha teralih pada suster yang satu lagi, suster itu menunduk takut saat Avitha memelototkan matanya karena telah ketauan sedang memperhatikan tubuh atas telanjang Galdin. “Aunty Poppy, lain kali nyari asisten yang bener kerjanya, jangan yang otak m***m kayak dia.” Tunjuk Avitha dengan dagunya pada suster yang terciduk. Poppy dan yang lainnya memandang Avitha penuh tanya, membuat Avitha mendengus kasar, “Gue mau minjem alat kesehatannya aja, kalian keluar biar gue yang ngobatin Galdin.” Poppy menyuruh suster satu lagi menyerahkan nampan berisi alat untuk mengobati punggung   Galdin, dia tersenyum mengerti kepada Avitha lalu mengangguk, “Aunty keluar dulu sayang, besok kamu boleh pulang, sekarang harus banyak istirahat, kalo ada apa – apa bisa paanggil tante.” “Ya udah sana.” Usir Avitha. “Aunty pergi dulu ya, ada kerjaan lagi di Rumah Sakit yang lain. Jagain Avitha ya Sam, dia lagi butuh teman, atur jugga pola makannya sama kamu. Jangan sampai dia sendiri ingat itu, sering hibur dia.” “Eh iya Aunty siap kalo itu mah, sebisa mungkin Sam di deket Avitha terus kok. Mm, soal kejadian yang tadi maafin Avitha ya, dia lagi labil sekarang – sekarang ini.” Ucap Samuel saat mengantar Poppy keluar. “Gak papa Sam, aunty ngerti kok. Kamu jaga adek kamu yang bener, Aunty gak mau dia main sembunyi – sembunyi datang kesini tanpa sepengetahuan keluarga.” “Maksud aunty?” Tanya Samuel heran. Poppy tersenyum, “kamu belum tahu kan?” Sam menggelengkan kepalanya, “apa ya Tan?” “Avitha suka cek kesehatan kesini, bukan ketemu sama aunty sih. Kata suster di administrasi sih, dia ketemu sama temen aunty, udah mau jalan setahun dia datang kesini. “Jelas Poppy. “Psikiater?” Beo Samuel. “Iya, dia psikiater terbaik di Bandung yang aunty tahu.” Jelas Poppy. “Ah, iya.” Angguk Sam. “Iya Sam, mungkin sudah saatnya saya kasih tau kamu. Kamu bisa datang ke kantor aunty besok buat lihat berkas milik Avitha. Kalau begitu aunty pulang dulu.” Pamit Poppy seraya pergi. ‘Ngapain Avitha ketemu sama psikiater?’ batin Samuel bertanya – tanya. Samuel memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, dia harus membereskan kasus kemarin. Mengingat kejadian kemarin, Samuel sudah memulangkan mayat Satria kembali ke rumahnya. Sementara Prisclla dia jebloskan ke penjara, atas tuduhan telah membunuh kakak kandung nya sendiri. -- “Ssh pelan – pelan dong Vi, kok kasar banget sih.” Protes Galdin saat tangan Avitha yang tidak ahli dalam hal obat – mengobati mencoba membersihkan luka di punggungnya. “Diem deh, aku masih kesel sama suster tadi.” Gerutu Avitha seraya menekan luka di punggung Galdin. “Kasar ih.” Ringis Galdin, “emangnya suster tadi kenapa?” Lanjut Galdin bertanya. Avitha semakin memanyunkan bibirnya saat Galdin bertanya, “kamu itu ya, dasar gak peka.” “Aduh, aku gak peka gimana sih?” Tanya Galdin.  “Lo gak sadar atau pura – pura gak sadar sih? Suster yang tadi liatin badan lo pas gak pake baju.” Sambar Zacky menjawab pertanyaan Galdin. “Wah Iya ya? Jangan bilang dia terpesona –“ “Aduuh” Ringis Galdin kala Avitha menekan garis panjang pada luka yang paling panjang. “Diliatin gitu aja bangga, ck.” Sinis Avitha, “Zacky lo lanjutin nih, tante Poppy kan nyuruh gue buat istirahat.” Titah Avitha seraya menyerahkan kapas kepada Zacky. “Ck, gitu aja ngambek Vik.” Ledek Zacky seraya mengacak rambut Avitha lalu mengambil alih kapas dan betadine dari tangan Avitha. Avitha langsung berbaring, saat merasa ada yang menghalangi kaki nya untuk selonjoran dia menendang orang itu agar pergi dari ranjangnya. “Zacky ini apa sih, kok gede banget.” Sindir Avitha setelah berhasil mendorong Galdin menggunakan kedua kaki nya. “Ck, calon masa depan ngambeknya lucu.” Cengir Galdin saat merasakan tendangan dari arah belakang. “Sini Galdin duduk di sofa aja, kesel gue liat Avitha marah – marah mulu.” “Iya Zack, gue juga kesel liatnya.” Ucap Galdin memanas – manasi Avitha. Mendengar ledekan kedua orang itu Avitha bangun dan duduk, kedua tangannya dia rentangkan ke depan dan belakang lalu jari – jari nya dia kepalkan, “kayaknya Avitha butuh sesuatu buat di pukul deh.” Ujar Avitha membuat Galdin dan Zacky terdiam kaku. Di antara sepupu cewek Avitha yang lainnya, hanya Avitha lah yang bisa berantem. Avitha pun bingung, bagaimana bisa dia menghapal semua jurus berkelahi, belajarpun dia rasa belum pernah. Mungkin ada satu hal yang dia lewatkan sampai dia kebingungan seperti itu, pikirnya. “Hah, aus nih gue. Ada yang mau titip gak?” Tawar Zacky pada Galdin dan Avitha. Avitha tersenyum senang, “Aku mau es krim ya Zack.” Zacky mengangguk. “Gu – gue ikut lo aja deh.” Ujar Galdin terbata – bata. “Terus aku sendirian dong.” Renggut Avitha pura – pura kesal. “Lo disini aja Galdin, biar gue beliin lo makanan nanti.” Ucap Zacky seraya berlari keluar pintu. ‘BRAKK’ Pintu tertutup, di ruangan itu hanya ada Avitha dan Galdin berdua. “Aku cari angin dulu ya, sebentar.” Ucap Galdin yang ingin segera keluar dari atmosfir menakutkan itu. “Sini dulu ih, aku mau ngomong.” Titah Avitha seraya melambaikan tangannya menyuruh Galdin mendekat. “Iya apa?” Tanya Galdin. “Sini deketan, aku capek kalo ngomong kenceng.” “Ck, iya – iya.” Ucap Galdin mendekatkan wajahnya pada Avitha, “mau ngomong apa?” “Dasar genit!” Oceh Avitha seraya mencubit pinggang Galdin. “Ya ampun Avitha, tubuh aku makin sakit aja dong.” Protes Galdin seraya mengelus pinggangnya. “Bodo.” “Ya udah deh gak papa, gimana kamu aja maunya gimana, yang penting kamu masih mau sama aku.” Genit Galdin. “Ih, aku cubit lagi nih.” Ancam Avitha, “gak nyambung deh.” “Iya – iya jangan dicubit lagi dong, mending sini aja.” Cengir Galdin polos seraya memajukan bibirnya. “Ih, genit lagi ya. Hush sana pergi aja.” Usir Avitha sambil mengibaskan tangannya. Bukannya menjauh, Galdin semakin mendekatkan wajahnya dengan Avitha. “Hap.” Ucap Galdin senang saat dia berhasil memeluk Avitha dengan erat. Avitha meronta – ronta, “Lepasin ih.” “Gak akan, wlee” “Lepasin atau teriak?” Ancam Avitha pada Galdin. “Gak teriak atau cium?” “Teriak lah,” Sahut Avitha. “Ya udah nanti aku cium.” Ucap Galdin santai. “Kok gitu sih?” “Iya lah, kalo kamu gak aku lepasin berarti kamu teriak, sebaliknya kalo kamu teriak aku bakal cium kamu.” “Gak bisa gitu dong.” Teriak Avitha tak terima. ‘CUP’ Galdin mengecup bibir Avitha sekejap, “heeee.” Senyum Galdin mengembang, “kamu teriak.” Ledek Galdin. “Tau ah nyebelin.” Kesal Avitha seraya menmbenamkan kepalanya ke dalam d**a Galdin, karena malu. Galdin sempat melihat wajah Avitha yang memerah, “Cie Avitha nya Galdin merah nih.” Ledek Galdin. “Ihh.” Kesal Avitha memukul pelan d**a Galdin. “Sana ah.” Usir Avitha mendorong tubuh Galdin, kemudian menelusupkan wajahnya ke dalam selimut, “aku mau tidur, jangan ganggu ya.” SKIP Sudah tiga hari Avitha dikurung di dalam kamar oleh Samuel, dia tidak boleh kemana – mana selama masa istirahatnya. Avitha hanya diperbolehkan pergi ke kamar mandi, bahkan untuk makan pun ada bibi yang mengantarnya ke kamar. “Ishh, si Samuel makin hari nyebelin banget sih.” Umpat Avitha entah pada siapa, di dalam kamar hanya ada dirinya sendiri. Avitha beranjak menuju jendela, pandangannya menajam saat melihat Samuel yang baru saja keluar dari mobil. “Ish dia enak – enakan keluar masuk gerbang rumah, lah gue ngunci diri aja di sini.” Gerutu Avitha. Avitha berinisiatif untuk menelpon sang mama, berniat mengadu tentang kelakuan kakaknya yang seenak jidat itu. Deringan pertama sampai ke empat tidak di jawab, sampai pada deringan ke lima ibunya menjawab. “Halo sayang, mama lagi sibuk nanti telpon lagi ya.” ‘TUTT’ Baru saja Avitha ingin mengucapkan sesuatu, sambungannya di putus paksa mamanya. “Yah, gagal deh mau ngadu ke mama nya.” Ledek Samuel yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Avitha. “Astaga.” Kaget Avitha, “gue kira hantu.” Ucap Avitha seraya mengelus dadanya. “Gak ada hantu seganteng gue.” Cibir Sam. “Idih, ogah dengernya.” Gerutu Avitha seraya menutup kedua telinganya. “Kita harus bicara Avitha!” Titah Samuel dengan nada dinginnya. “Dari tadi kan kita ngobrol bang.” “Gue mau kejujurannya dari lo.” Ucap Samuel langsung tanpa bertele – tele. “Anak baik gak selalu jujur, wle.” Ledek Avitha sembari berjalan ke arah ranjang. “Lo harus jujur karena gue maksa.” “Ck, kalo gue tetep gak mau gimana?” “Lo sembunyiin sesuatu dari gue?” Selidik Sam. Avitha mendesis tajam, “gue punya apa, sampe gue sembunyiin dari lo?” “Kok diem sih bang, “ Gerutu Avitha merasa tak ada balasan dari Sam, ternyata Avitha melihat Sam tengah menatap layar ponselnya. “Ck, lo gak bisa ja –“ “Cafe Flawless.” Ucap Sam menghentikan ucapan Avitha. “eh?” Kaget Avitha. “Ini tanda tangan lo kan?” Tanya Sam seraya memperlihatkan sebuah foto yang berisikan surat kepemilikan yang terdapat tanda tangan milik Avitha. “Lo dapet dari mana?” Tanya Avitha balik dengan wajah kaget. Samuel menggeleng, “jawab dulu, ini tanda tangan lo kan?” “Bu – bukan lah bang.” Tukas Avitha. “Gue yakin ini tanda tangan lo, karena nama lo juga tertera di sana.” Tunjuk Sam seraya mencubit layar ponselnya guna memperjelas gambar. ‘GLEK’ Avitha menelan ludahnya dengan susah payah, ‘baru jalan dua tahun kok udah ketahuan sih.’ Batin Avitha mengumpat. “Kalo itu bukan punya gue atau sebaliknya lo mau apa bang?” Kepo Avitha. “Gue. Mau. Pengakuan. Dari adek durhaka kayak lo.” Delik Sam tajam. “Ckckck, iya itu punya gue.” Ucap Avitha dengan nada kesalnya. Samuel tersenyum senang mendengar penuturan Avitha, “Nah gitu dong jawab jujur, jadi kan gue bisa dapet gratisan kalo mau nongkrong di sana.” Cengir Samuel seraya memeluk adiknya senang. “Hmm.” Gumam Avitha tak jelas. “Yuhu, gratisan anjir. “ Girang Sam, “gue bangga banget punya adek kayak lo, kok gue makin sayang ya dek. hehe.” “Ck, sayang lo ada maunya doang. “ malas Avitha.  “Wkwkwk, itu udah jadi kewajiban abang lah.” “Apa?” Tanya Avitha menahan tawa nya. Samuel menatap Avitha kesal, “sayang sama lo lah.” “Ckckck, sabar ya. Gue tahu pasti berat ya bang hidup kayak gitu.” Tepuk Avitha pada bahu Sam, “tapi gue juga sayang sama lo kok Bang, tenang aja.” “Ya iyalah harus!” Ketus Samuel seraya berjalan pergi meninggalkan Avitha. “Hidup gue berat, tapi gak seberat hidup lo dek.” Gumam Samuel yang tak terdengar oleh Avitha. “Avitha, Vi! Sekolah yuk.” Teriak seseorang dari luar, membuat Avitha yang sedang sarapan bersama kakaknya terganggu. “Ck, si Zacky pagi – pagi udah ribut aja.” Protes Avitha segera berdiri beranjak dari duduknya. “Biar abang yang bukain dek.” Cegah Samuel, menuju pintu yang langsung membuat Avitha mengikutinya. “Avitha sekolah yuu.” Teriak Zacky kembali saat pintu terbuka, “eh ada bang Sam.” Cengir Zacky. “Lo ganggu orang lagi sarapan Zack.” Sungut Avitha dengan kesal. “Sekolah ayo.” Ucap Zacky. “Gue belum beres ih.” Sahut Avitha. “Woy! Ngapain berdiri di sana Zack, masuk!” Titah Samuel seraya kembali masuk ke dalam. “Ck, Zacky – Zacky.” Ucap Avitha seraya pergi meninggalkan Zacky sendirian. “Tungguin Vi.” Protes Zacky. Sesampainya di dapur, Avitha dan Samuel melanjutkan makannya yang tertunda. Tanpa ada yang menyuruhnya, Zacky langsung duduk di samping Avitha dan merebut sendok yang berisi nasi milik Avitha lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. “Ish, jorok Zack. Itu bekas gue, “ Kesal Avitha. “Biarin, wlee.” Ledek Zacky seraya memeletkan lidahnya, lalu mengecup pipi Avitha singkat. “Lo gila ya Zack, ih dasar!” Protes Avitha seraya memukul lengan Zacky. “Wle.” Ledek Zacky lagi. “Kalian mau berantem lagi? Mumpung masih pagi, tenaga gue masih pull nih.” Ujar Samuel. “Gak usah Bang.” Geleng Avitha. “Enak ya Zack masakannya?” Tanya Sam. “Enak bang, siapa yang masak?” “Gue dong.” Sahut Avitha dengan bangga. “Bikinan siapa sih bang?” Tanya Zacky mengacuhkan Avitha. “Pembantu sini.” Bisik Samuel degan ekspresi jahilnya, membuat Avitha yang mendengarnya mendecak kesal. “Ck, lo satu kubu sama Zacky bang?” Tanya Avitha tak percaya, “Galdin.” Gumam Avitha sedih tak sengaja mengucapkan nama it. “Wlee.” Samuel memeletkan lidahnya seperti yang Zacky tadi lakukan. Avitha mendengus kesal, dengan perasaan jengkel Avitha menyendok kembali nasinya, namun kali ini bukan Zacky yang mengambil alih sendoknya, tapi seseorang di belakangnya. “Nyumm.” Ucap seorang di belakang Avitha. Avitha tersentak saat mendengar suara Galdin tiba – tiba di belakangnya, “loh? Kamu kapan kesini?” Tanya nya pada Galdin saat lelaki itu menduduki kursi sebelah kirinya. “Tadi, pas kamu panggil aku. Mwahh” Ucap Galdin sambil mengunyah seraya mencium pipi Avitha. Perlakuan Galdin membuat Avitha tersipu, “Ish.” Ucapnya seraya mengusap pipinya pelan. “Cih, giliran Galdin rebut sendoknya gak dibilang jorok, di cium Galdin malah merona dasar cewek.” Cibir Zacky. Avitha menatap Zacky tak suka, “apa sih.” Sinis Avitha. “Biarin aja sih Zack, itu anak lagi jadi bucin semenjak ada Galdin.” Ujar Samuel. “Bucin apaan deh?” Kesal Avitha. “Lo tau gak Zack, Galdin? Kemarin malem ada yang ngigo sambil dateng ke kamar gue terus meluk, ‘Ior maafin Pou ya, dari tadi Pou nyiksa Ior terus. Ior mau kan maafin Pou? Kalo Ior mau maafin Pou, nanti Pou cium Ior di pipi.’ “ Ucap Sameul menirukan suara imut Avitha. Galdin dan Zacky tertawa terbahak – bahak mendengarnya, “Wah, lo beneran bang?” Tanya Galdin tanpa menghentikan tawanya. Samuel mengangguk, “Bener Galdin, malah yang parahnya dia beneran cium pipi gue terus bunyi kecupannya kenceng anjir.” Ucap Samuel seraya mengusap pipi nya seolah – oleh jijik dengan hal itu. Galdin dan Zacky mengikuti ekspresi Samuel, “Iuuuuhh serem gue dengernya bang.” Ucap Zacky dibuat – buat. Avitha merasa terpojok, “alah biasanya juga abang minta cium di pipi.” Kesal Avitha. “Btw bang, siapa yang ngigonya?” Canda Galdin. “Gue, gue yang ngigo. Puas lo?” Tanya Avitha pada Galdin dengan wajah garang. “Dia siapa bang?” Tanya Galdin seraya memperhatikan penampilan Avitha yang menurutnya aneh. Samuel yang duduk di sebrangpun memajukan badannya ke depan, “pembantu sini Galdin.” Bisik Samuel. ‘BRAKK’ Avitha menggebrak meja makan, “Kenyang, ayo berangkat Zack!” Ajak Avitha seraya menarik tangan Zacky. Zacky menatap Avitha bingung, “kemana?” “WTF!” Umpat Avitha seraya pergi meninggalkan ketiga lelaki yang tengah asyik menertawakan dirinya. _ Disinilah Avitha, lagi dan lagi berdiri di tengah lapangan. Dia terkena beberapa hukuman, karena telat dan tidak mengerjakan tugas. “Beneran ya mereka jailnya kebangetan, sampe mobil mogok di tengah jalan gara – gara kempes ban belum lagi buku pelajaran hari ini di tuker semua.” Gerutu Avitha. “Eh si cupu di jemur lagi.” Ledek Fiona dari koridor. Avitha membenarkan letak kacamatanya lalu mendecih, “Cih, sini.” Gumam Avitha seraya tangan kanannya diangkat lalu jari telunjuknya bergerak maju – mundur seolah menyuruh Fiona untuk mendekat.  “Hahaha Guys liat ga? Dia ngajakin gue ribut nih.” Teriak Fiona seraya menghampiri Avitha. “Punya nyali berapa lo berani lawan gue?” Bentak Fiona di depan wajah Avitha, saking kencangnya teriakan Fiona membuat ludahnya muncrat hampir mengenai muka Avitha jika dia tidak menghindar. Avitha mengibaskan tangannya di depan muka, “jorok.” Cibir Avitha, “Santai aja kali, gak usah nyolot gitu.” Lanjut Avitha. “Lo!” Kesal Fiona seraya menarik rambut kepang Avitha ke belakang. Bukan hanya Fiona yang terkejut saat Avitha mencoba melawannya, banyak siswa di koridor memandang Avitha dengan berbagai macam tatapan tak sedikit juga yang membicarakan Avitha. Avitha meringis kesakitan karena jambakannya semakin kencang, ponsel di dalam sakunya bergetar lalu tangannya merogoh ponsel dari sakunya, “lepas dulu ih.” Pinta Avitha pada Fiona agar melepaskan jambakan pada rambutnya. Bukannya melepaskan, Fiona malah semakin kuat mencengkram rambut Avitha, “Gue gak suka diperintah ya cupu.” Ledek Fiona. Avitha membuang nafas kasar, “Saya bilang lepas! Apa kamu tuli hah?” Tanya Avitha seraya menyentak tangan Fiona dengan kencang membuat Fiona meringis kesakitan. “Dasar budeg.” Sinis Avitha membenahkan pakaiannya. Matanya fokus menatap ponselnya, ‘video apa nih?’ batin Avitha bingung tiba – tiba Samuel mengiriminya sebuah video. Mata Avitha melirik Fiona di depannya, ternyata tukang bully yang satu itu tidak kapok. Fiona hendak merobek seragam milik Avitha, namun dengan cepat Avitha menghindar. Hal itu membuat Fiona tersungkur, “rasain lo.” Ledek Avitha seraya memeletkan lidahnya. Fiona bangkit dia menggeram marah pada Avitha, “berani banget lo.” Sentaknya seraya menarik kerah baju Avitha. Avitha menatap Fiona sinis, dia menghempaskan tangan Fiona dari kerahnya. Dia menepuk – nepuk kedua bahu Fiona, “harusnya lo gak usah ngeluarin banyak tenaga, mending simpen aja buat nanti.” Ucap Avitha mendekatkan wajahnya ke telinga Fiona. Fiona mendorong Avitha, “jauhan sana dasar kampungan lo.” “Siapa? Gue atau lo?” Tunjuk Avitha di bahu Fiona, “mantan calon istri Samuel Poursly.” Bisik Avitha. Fiona kaget saat Avitha mengetahui soal perjodohannya dengan Samuel, namun karena dia sangat ahli dalam menutupi ekspresi akhirnya dia memilih tertawa meledek mendegarnya, “bukan mantan sayang, tapi emang calon, dan itu bentar lagi bakal terwujud, hebat kan gue.” Ucapnya dengan wajah angkuh. Avitha terkejut, “bukannya lo suka sama mmmm Satria ya?” jeda Avitha, “tapi sayang, Satria gak sekaya Samuel jadi lo milih menghianati Satria yang sekarang lo gak ketahui keberadaannya kan?” Fiona terdiam, dia tak berniat menjawab Avitha. “Lo mau tau cowok kesayangan lo ada dimana? Dia udah tenang di sana.“Bisik Avitha seraya tersenyum mengejek saat dia melihat tubuh Fiona tersentak kaget. “L - lo siapa sebenarnya?” Selidik Fiona sedikit berhati – hati karena sekarang dia sudah sadar siapa Avitha sebenarnya. “Gue? Lo mau tau? Apa gak akan nyesel saat lo tau siapa gue?” Sinis Avitha, “lo salah nyari lawan.” Lanjutnya seraya mulai melepas ikat rambutnya, lalu melepas perlahan kacamata bulatnya dan tak lupa melepas softlens yang menjadi penghalang warna bola mata aslinya. Penyamaran Avitha menjadi siswi yang cupu sangat membuat seluruh siswa mendadak kaget sekaligus takjub, ternyata selama ini Avitha yang mereka kenal adalah Avitha selebgram yang memiliki jutaan follower yang bahkan dari berbagai kalangan usia banyak yang menyukai Avitha karena karirnya yang sudah menjulang tinggi di usia muda, apalagi bocornya berita tentang pemilik Cafe Flawless. Avitha yang sangat populer di media sosial adalah Avitha yang anggun dan cantik, berbanding terbalik saat dia menyamar seperti itu. Tubuh Fiona bergetar ketakutan, dugaannya benar bahwa selama ini yang sering dia bully adalah Avitha adik dari Samuel Poursly. Avitha tersenyum meledek Fiona, “benerkan? Lo salah nyari lawan, semuanya udah selesai. Pernikahan lo sama abang gue batal total, bokap lo udah masuk sel karena kasus penggelapan dana.” Fiona menatap Avitha ketakutan, matanya berkaca – kaca hendak menangis. “Kayaknya polisi bentar lagi datang deh, gue punya bukti kalo Prisclla itu bukan mati gara – gara bunuh diri.” Ucap Avitha seraya tersenyum sinis. Setelah keberangkatan Avitha ke sekolah, Galdin, Samuel dan Zacky memilih untuk berdiam di rumah dan dengan membolos sekolah. Samuel memiliki sebuah misi untuk memecahkan beberapa kejanggalan di perusahaan milik papanya, sama hal nya Galdin dan Zacky yang membantu Samuel. Sudah satu jam mereka berdiam di ruang keluarga, duduk melingkar dan memperhatikan satu tablet yang berada di meja. Zacky melenguh, “Bang, lo yakin kalo bokapnya Fiona itu yang menggelapkan dana? Kayaknya salah deh, buktinya kita udah satu jam nungggu kabar yang enggak datang - datang.” Samuel menggeram kesal, “Gue juga gak tahu lah, tunggu aja.” Umpat Sam dengan nada terdengar seperti sangat frustasi seraya pergi ke arah dapur. Galdin menggeleng – gelengkan kepalanya lalu mengangguk untuk meyakinkan Samuel dan Zacky, “Gue yakin kita gak salah, dan gue yakin juga kalo Prisclla mati bukan karena bunuh diri, lo tau kan kalo Prisclla itu punya mental yang kuat. So, gak mungkin banget dia dengan bodohnya mikir buat bunuh diri kan? Nih ya, kita cuma perlu bukti nyata buat buktiin semua. Masalahnya bukti yang kita tungguin dari tadi itu udah satu jam lamanya kita tunggu gak nongol - nongol. Lo gak salah nyari hacker kan bang?” Tanya Galdin yang akhirnya ikut pusing juga. ‘PROKK’ ‘PROKK’ ‘PROKK’ ‘PROKK’ Zacky bertepuk tangan di depan wajah Galdin, “Gila – gila, itu kalimat terpanjang yang gue denger dari mulut lo Galdin.” “Ck, gue gak lagi bercanda Zack.” Tukas Galdin yang membuat Zacky langsung memasang raut wajah cemberut. ‘DRRRT’ ‘DRRRT’ “Bang Sam, udah dateng nih Videonya. Cepet sini.” Teriak Galdin. “Bentar.” Samuel datang terburu – buru dengan tiga botol minuman di tangannya. Saat membuka beberapa file yang sudah dikirimkan teman Samuel, kini mereka bertiga saling berpandangan. Galdin dengan mulut menganganya menatap layar tablet miliknya speechles. “Gak tau mau ngomong apa.” Gumamnya. “Sama.” Sahut Zacky membenarkan ucapan Galdin. Samuel menggelengkan kepalanya tak percaya, “Jadi benerkan bokap Fiona ngelakuin penggelapan dana, terus Prisclla beneran dibunuh dan bukan bunuh diri.” Jelas Samuel seraya mengangguk paham. Galdin menatap Samuel dengan pandangan was – was, “Mending lo kirim ini ke Avitha, siapa tahu dia butuh.” Sam menganggung, “oke gue send sekarang.” “Kita harus ke sekolah bang, Avitha dalam bahaya.” Seru Zacky. “Bang, mending lo suruh anak buah lo perketat penjagaan Avitha di sekolah.” Titah Galdin. “Wait, jangan bilang anak – anak yang suka natep gue datar kalo bareng Avitha itu anak buah lo juga bang?” Tanya Zacky penasaran. Samuel mengangguk, “gue udah suruh mereka perketat semuanya kok, buat jaga – jaga gue nyuruh Rey kesana kok.” “Apa Avitha baik – baik aja bang kalo ada apa – apa terjadi?” “Tenang Galdin, gue udah kirim video ke Avitha. Besar kemungkinan sekarang Avitha lagi buka penyamarannya.” “Syukur deh, gue tenang dengernya.” Ucap Zacky. “Kita siap – siap sekarang, gue udah urus semuanya bareng papa barusan. Kita jemput bokap sama nyokap Fiona, abis itu ke sekolah Avitha.” Ujar Samuel seraya bangkit dan berjalan ke arah tangga. - Di sekolah Tubuh Fiona bergetar ketakutan di hadapan Avitha, membuat Avitha tersenyum meledek padanya. “Lo takut?” “Gak.” Sanggah Fiona menetralkan sikapnya. Perbincangan Avitha dan Fiona dapat terdengar di seluruh ujung sekolah, beruntungnya Avitha memiliki paman yang baik. Pamannya adalah pemilik sekolah yang dia tempati sekarang, sebenarnya Avitha sudah merencanakan ini dari pagi. Saat dia sampai di sekolah, abangnya mengirim beberapa file yang membuatnya terkejut. Seperti dugaannya tadi pagi, Avitha meminta pada pamannya untuk menyambungkan ponselnya dengan speaker sekolah. Fiona menatap Avitha ketakutan, matanya berkaca – kaca hendak menangis tapi dengan cepat dia mengusap air matanya, dia tetap kekeuh tak mau terlihat lemah di depan lawannya. “Lo ditangkap karena kasus pembunuhan Prisclla adik Satria, you lose and i am a winner. Yeee!” Seru Avitha senang, “Game Over.” Lanjutnya seraya menyilangkan tangannya di depan d**a. Keadaan lorong yang sepi kembali ramai, Fiona lah yang menjadi topik utama perbincangan para siswa – siswi. Avitha tersenyum mengejek, “gue seneng liat lo lemah Fi.” Kekeh Avitha, “ternyata gini ya rasanya ngebulli orang.” Fiona tak ingin kalah dari Avitha, harga dirinya sudah terlanjur hancur saat Avitha membuka jati dirinya di depan banyak orang. Matanya mengedar mencari celah untuknya kabur, Avitha yang mengerti akan hal itu semakin melebarkan senyumnya. “Mau kabur heh?” Tanya Avitha seraya mengeluarkan ponselnya dari saku baju nya, lalu menjauhkannya. “Gak bisa sayang, lo gak liat mereka yang ada di tiap ujung lorong? Mereka temen gue loh, mereka jago berantem loh apalagi ada beberapa yang bawa pistol.” Bisiknya di samping telinga Fiona. “Lo bohong, di sini gak boleh ada siswa yang bawa yang kayak gitu.” Ucap Fiona. “Lo lupa ya Fi, ini sekolah masih milik keluarga gue.” Kekeh Avitha, “lo tenang aja, berita kayak gini gak akan kesebar sampe luar kok.” “Sini lo!” Teriak Fiona lalu tangannya mengeluarkan jepit rambut polos dari sakunya lalu menarik Avitha agar membelakanginya kemudian mengarahkan ujung jepitan yang tajam itu ke leher Avitha. Avitha yang tak siap dengan pergerakan Fiona yang tiba – tiba, dia bergerak dan tak sengaja ujung jepitan itu menggores lehernya sedikit. “Yah, berdarah kan diem makanya.” Bisik Fiona. Semua murid berteriak heboh saat melihat Fiona menyandra Avitha, kenapa disaat seperti ini semua guru tidak ada bingung mereka. Banyak juga siswi yang berteriak histeris, hal itu membuat Avitha mengarahkan ponselnya ke dekat mulutnya. “Calm down guys!” Ucapnya yang terdengar di speaker sekolah, hal itu membuat keadaan menjadi tenang. “Lo mau tusuk gue? Ayo tusuk aja, itu gak akan ngerubah apapun. Hukuman lo bakal bertambah setelah bunuh gue.” Tenang Avitha. Avitha menjauhkan ponselnya lalu berbisik, “lo tau bang Rey kan? Dia disini buat lindungin gue, tuh.” Tunjuk Avitha ke atas atap sekolah dengan dagunya. Fiona menegang saat pandangannya bertemu dengan Rey, siapa yang tidak tahu dengan Rey yang terkenal akan kehebatannya dalam hal menembak. “FIONA!” Panggil seseorang di belakang Avitha dan Fiona. “Maju satu langkah, lo bakal kehilangan Avitha.” Ancam Fiona seraya semakin menekan jepitan itu di leher Avitha. “Lepasin Avitha Fiona!” Teriak Zacky. “Lo juga, mundur!.” Sentak Fiona saat melihat Zacky datang dari arah kiri sampingnya. “Fiona!” Geram Samuel dari belakang Fiona, bersamaan dengan Fiona hendak membalikkan badannya dengan cepat Rey dari atap menembak lengan Fiona yang memegang badan Avitha, hal itu membuat Fiona kesakitan dan tanpa sengaja ujung jepitan itu menggores lebih dalam bagian leher Avitha. Fiona terjatuh dengan tangan menumpu kaki kirinya yang tertembak,Avitha sudah tergeletak di tengah lapang. “Lo tahu Vi? Gue gak sendiri di sini.” Ujar Fiona dengan senyum penuh kemenangan. Avitha menahan perih di lehernya, tangannya dia gunakan untuk menahan lehernya yang terkena goresan. Sepertinya Fiona memang berniat membunuh Avitha, terbukti dari goresannya yang sangat dekat dengan urat di lehernya. Galdin dengan cepat berlari menghampiri Avitha yang sudah merasakan pusing, “Vi, jangan tidur ok. Lo harus buka matanya.” Titah Galdin seraya menggendong Avitha di depan. Avitha meringis kesakitan, tangannya masih memegang lehernya yang terus mengeluarkan darah. “Aku gak kuat Galdin.” Lirih Avitha seraya memejamkan matanya secara perlahan membuat Galdin mengeratkan pelukannya pada Avitha. “GALDIN AWAS!” Galdin, Samuel dan Zacky memutuskan untuk makan siang di Cafe Flawless yang memang jaraknya cukup dekat dengan Rumah Sakit dimana Avitha dirawat, sekaligus membicarakan sesuatu hal yang sangat penting. Galdin sudah mengetahui perihal Avitha adalah pemilik Cafe Flawless dan salah satu Restoran terkenal di Bandung, bahkan kedua orang tua Avitha pun sudah mengetahuinya. Berhubung Avitha di Rumah Sakit, sakit, Samuel ditugaskan untuk mengambil alih Cafe Flawless dan Retoran selama Avitha masih di Rumah Sakit dan di bantu oleh Galdin dan Zacky. Cafe Flawless yang memiliki dua lantai itu sedang ramai - ramainya, karena memang sudah jadwalnya murid pulang dari sekolah. Pelanggan Cafe rata – rata murid SMA dan SMP, tidak sedikt juga anak kuliahan. Terbayangkan sebesar apa Cafe Flawless, bahkan jika dibandingkan dengan Toko Kue milik mama Zacky, besarnya Cafe Flawless dua kali lipatnya.  Jika kalian bertanya darimana Avitha bisa membangun satu Cafe dan satu Restoran jawabannya karena dari kecil memang Avitha selalu menabung uang bulanan dari papanya dan untuk sehari – hari dia hanya menggunakan uang mingguan yang sering nenek dan kakeknya kirim untuk Avitha. Saat kecil juga Avitha sering ikut dengan Deni, kemanapun Deni pergi. Avitha banyak mengenal teman – teman dari papanya. Banyak teman papanya dari berbagai profesi, itu semakin membuat Avitha dengan mudah meminta bantuan mereka. Dari mulai memilih tempat yang strategis, mendesign bangunan, menentukan perabotan seperti apa yang akan Avitha gunakan dan yang terakhir Avitha bisa mendapatkan dengan mudah beberapa juru masak hanya berkat kenalan papanya. Cukup, kembali ke Samuel, Zacky, dan Galdin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN