Hafizah bangun di tempat yang asing, hanya ada pencahayaan dari obor yang di pajang di dinding gua, lembab dan gelap membuat gadis itu gemetar. Tidak ada siapa-siapa disana.
“Aku dimana?” ucapnya.
Fizah pun bangkit dan mencari jalan keluar. Keinginan untuk bebas mengalahkan rasa takutnya.
Goa itu sangat besar, telah di tempati selama bertahun-tahun membuat bagian dalamnya terbagi menjadi beberapa ruangan. Fizah seolah memasuki sebuah labirin. Butuh waktu bagi gadis itu untuk menemukan jalan keluar.
“Tempat apa ini, kenapa dari tadi aku hanya mutar-mutar saja.”
Geraman serigala membuat langkah Hafizah terhenti, Raksana dan Rogiles sedang bergulat di depan sana. Rogiles murka dan terus menyerangnya.
“Kau sungguh tidak berguna, kau membuang kesempatan emas untuk berkorban dengan sesuatu yang tidak pasti.”
“Dia putraku, aku tidak menyesal jika dia menggantikan aku sebagai raja.”
Rogiles menghajarnya tanpa ampun. Serigala lainnya hanya bisa menonton.
“Aku akan membunuhnya, tidak ada yang boleh berkuasa selain kau dan aku.”
Raksana geram, dia sangat yakin jika Ryan memang putranya.
“Kau tidak akan mendapatkan apa-apa, jangan ganggu dia atau aku akan menjadi musuh besar mu.”
Fizah menutup mulutnya, melihat situasi yang ada. Dia sadar tak bisa kabur sekarang.
“Semoga Bang Fahmi dan Ryan bisa menemukan aku,” ucapnya.
**
Pasukan Raz mencari jejak Raksana. Kesaktian yang dimiliki lelaki tua itu membuatnya dapat menghilang dengan cepat. Malik, Juna, Fahmi dan Ryan tak tahu harus mencarinya kemana lagi.
“Acch! Ini semua salahmu!” Fahmi begitu kesal menatap Ryan.
Pasukan Raz langsung mengambil posisi di depan Ryan untuk melindunginya.
Apa yang terjadi membuat Ryan dan Fahmi terkejut. Pasukan serigala itu terlatih untuk tunduk pada raja.
“Ya, aku lupa jika kau seorang Raja.”
“Bang, kau tahu situasinya. Aku tahu kau cemas dan aku pun demikian.”
Fahmi begitu kecewa hingga mengabaikan penjelasan Ryan.
Malik yang melihat itu segera menengahi mereka.
“Fahmi, sebaiknya kita pulang dulu. Ryan tidak bermaksud demikian. “
Fahmi mendengkus.
Juna mendekat memegang bahu Fahmi.
“Aku tahu aku masih muda, tapi sepertinya kau akan mendapatkan masalah. Apa yang terjadi di atas altar tadi, kau … .”
Fahmi bungkam. Tatapan yang di kuasai amarah berubah lemah.
Ryan pun tidak percaya jika abangnya melakukan hal itu.
“Sebaiknya kita pulang, ibu kalian pasti sedang menunggu. Besok pagi sekali setelah matahari terbit kita akan melakukan pencarian. Dia pasti tak jauh dari gunung ini.”
Malik terus membujuk Fahmi hingga lelaki itu luluh.
"Baiklah, ku harap dia baik-baik saja."
Fahmi mengkhawatirkan gadis itu, Fizah sangat takut dengan manusia serigala. Apalagi yang membawanya pergi adalah pemimpin manusia serigala yang kejam. Fahmi menghalau pikiran itu, dia berusaha menipu dirinya sendiri.
"Dia pasti baik-baik saja."
Mereka pun berjalan pulang. Ryan terpaksa berpisah dari Malik, Juna, juga abangnya karena pengawalan yang mengelilinginya. Ryan tak percaya dampak dari penobatan itu mengubah perlakuan semua orang secara drastis.
Tiba di istana, mereka disambut oleh Pasang dan juga Raz.
“Bagaimana? Kalian berhasil menyelamatkannya?”
Malik dan Juna menggeleng. Raz menghela napas kasar.
“Semuanya akan semakin rumit, keamanan istana ini dalam bahaya besar. Rogiles pasti akan mengincar nyawa Ryan dan akan berusaha menyingkirkannya.”
Fahmi dan Ryan saling menatap.
“Kenapa begitu, Tuan. Seorang Raja akan mendapatkan pengawalan ketat dari pasukannya, terutama dari kami saudara sekaligus sahabatnya. Rogiles tidak akan mampu menyentuhnya.” Malik angkat bicara.
Wa Pasang mendekat dan meremas lengan Ryan hingga lelaki itu kesakitan.
“Ach.”
Cengkraman tangan Wa Pasang bukan cengkraman biasa. Ryan mengejang menahan siksaan itu.
Fahmi panik dan berusaha menghentikan lelaki tua itu.
“Apa yang kau lakukan, Wa?” Wa Pasang mengabaikan Fahmi.
Ryan begitu kesakitan, urat-urat lehernya menegang.
“Kau menyiksanya!” Wa Pasang berhenti saat Fahmi mencoba menyerangnya.
“Aku hanya ingin menunjukkan bahwa Raja kita tidak cukup kuat untuk menahan serangan ringan dariku. Lalu bagaimana jika Rogiles atau Raksana akan menyerang. Apa dia mampu melindungi dirinya sendiri?”
Fahmi menatap saudaranya, lebam dengan bekas cengkraman tangan Wa Pasang tercetak di lengan kanan Ryan.
“Raja tak boleh kemana-mana, Raja dan Fahmi akan berguru untuk mempelajari beberapa jurus dengan Wa Pasang,” titah Raz. Segala ungkapan yang dia katakan masih berlaku. Walau Ryan telah mengambil alih kekuasaannya. Tapi, Raz masih bertahta untuk segala hal.
“Aku tidak bisa, aku harus menemukan Hafizah.” Fahmi menolak keras usulan itu.
“Kau harus mendengarkan kami jika kau tak mau mati konyol. Oh iya, aku lupa akan sesuatu.”
Raz mendekati Fahmi. Tatapan itu sangat di kenali oleh Ryan. Dulu saat pertama dia bergabung, serigala yang bersalah akan menerima hukuman dari Raz. Ekspresi yang di tunjukan lelaki itu sama saat dia akan menghukum serigala lainnya.
“Apapun yang ingin kau lakukan, karena aku adalah Rajanya dan dia adalah saudaraku. Aku tidak mau ada yang membahas tentang kegagalan Fahmi naik tahta, tidak pada siapapun termasuk dengan ibuku.”
Ryan melindungi Fahmi, lelaki itu lebih mengenali Raz ketimbang Abangnya.
Raz dan Wa Pasang saling memandang.
“Baiklah, kami menghormati keputusanmu. Raja harus adil dan memberikan peringatan bagi siapapun yang melakukan kesalahan."
Fahmi menunggu apa yang akan terjadi.
"Tentu, dia akan mendapatkan hukuman dariku. Tidak ada yang boleh menghukumnya kecuali aku."
Ryan menatap Abangnya.
“Sebaiknya kita beristirahat, aku dan Juna begitu lelah.” Malik izin pergi. Dia sadar pembicaraan itu akan berbuntut panjang.
“Aku juga akan menemui ibu,” ucap Fahmi.
Lelaki itu bergegas pergi. Kini hanya ada Ryan, Raz dan juga Wa Pasang yang berdiri saling berhadapan.
“Pengawal, bawa Raja kalian ke kamarnya,” titah Raz.
"Baik, Tuan."
Ryan membelakangi pengawal itu. Ada suatu hal yang sangat mengganggu pikirannya.
“Aku ingin membahas sesuatu, jangan buru-buru mengusirku.”
Raz dan Wa Pasang mengerutkan kening.
“Baiklah, mari bicara di ruangan ku.”
Raz melangkah lebih dulu. Ryan dan Wa Pasang mengikuti dari belakang. Tiba di dalama ruangan, Raz mengusir pengawalnya dengan isyarat.
“Bicaralah, ada apa?”
Ryan menatap keduanya bergantian.
“Kau pernah bilang padaku jika aku adalah anak yang kau titipkan pada ibuku sejak aku kecil.”
Raz mengangguk mengakuinya.
" Iya benar, kau adalah milikku."
“Kau juga bilang, bahwa kau mengatakan pada ibuku jika aku adalah anak dari saudara Wa Magadang.”
Raz bersandar pada kursinya.
“Serigala hitam itu mengatakan, jika dia adalah orangtuaku dan Magadang adalah saudaranya. Apa semua itu benar?”
Raz dan Wa Pasang saling menatap.
"Jika kami jujur, apa kau akan percaya?"
Ryan merasa ragu, tapi pada akhirnya dia tetap mengangguk.
"Apa kau melihat Rogiles?"
"Orang yang bersama serigala hitam itu?"
Raz mengangguk.
"Dia menekan, mempengaruhi bahkan bisa jadi. Dia adalah penyebab kenapa Raksana menyerang Magadang waktu itu."
Wa Pasang melihat menantunya begitu serius mendengarkan.
"Raksana hanya sebuah boneka, kekuasaan adalah tujuan dari Rogiles. Kesetaraan hanya tercipta saat Magadang masih hidup. Dia tak bisa mendekati Magadang dan menguasai wilayah ini. Mereka tidak suka berburu binatang dan lebih tertarik memangsa manusia."
"Jadi, apa aku putranya atau bukan?" Ryan tak sabar mengetahui kenyataannya.
"Ya, kau adalah putranya. Kami menyelamatkanmu saat kecil."
Ryan menatap kecewa, dia meremas rambutnya dengan kacau.
"Tidak, kenapa kau baru bilang sekarang!"
Kalian menipu aku! Bagaimana jika Bang Fahmi tahu dan dia akan balas dendam padaku."
Wa Pasang menenangkan menantunya.
"Tenanglah, kau belum mendengarkan semuanya."
Ryan sangat frustasi hingga dia merasa semua penjelasan saat ini semuanya percuma.
Wa Pasang dan Raz terus berbicara. Mereka bergantian menjelaskan semuanya. Namun hati Ryan terlanjur kecewa.
Ryan berjalan keluar, tiba-tiba dia merindukan ibunya.