Rasa bersalah begitu kuat melekat di hati Ryan, dia tak menyangka jika dirinya akan menjadi sebab yang menyakiti hati orang-orang yang di sayangi nya.
‘Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa dia yang menjadi orangtuaku.’ Batin Ryan berkecamuk.
Tangisnya jatuh, bukan hanya sekali dia melihat Bu Laksmi menangis karena teringat suaminya. Orang-orang yang menyayanginya begitu tulus. Ryan tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak sanggup menyimpan rahasia itu lebih lama.
Raz mengejar langkah Ryan.
“Tunggu dulu," ucapnya saat Ryan hampir membuka pintu kamar Fahmi.
“Apa yang ingin kau lakukan?"
Ryan hanya diam, dia juga bingung atas apa yang menimpanya.
" Jika kau jujur pada mereka, Fahmi mungkin akan sangat membencimu.”
Ryan menatap Raz dengan sorot yang tak dapat dijelaskan.
“Akan lebih baik seandainya kau tidak ikut campur dari awal. Akan lebih baik jika kami tumbuh dengan permusuhan dan saling berhadapan dengan kekuatan.”
Raz menyentuh bahu Ryan dan menggenggamnya erat.
“Percayalah, aku melakukan yang terbaik. Kau bukan serigala jahat. Jika tumbuh bersama mereka, nasibmu antara hidup dan mati.”
Ryan mengerutkan kening.
“Apa maksudmu?”
Raz mengenang masa lalu, dia mengembuskan napas dan menatap Ryan lekat.
“Rogiles tak suka jika Raksana lemah, kau akan di bunuh sama seperti ibumu yang baru melahirkan mu ke dunia. Kalian merubah Raksana menjadi lebih baik, rasa kemanusiaan dan berdamai dengan keadaan. Raksana mulai bersikap seperti Magadang karena mencintai manusia.”
Ryan menekan apa yang dikatakan oleh Raz.
“Apa maksudmu, Rogiles yang membunuh ibuku?”
Raz tak menjawabnya. Dia telah bicara terlalu banyak.
“Dengar, sekarang kau adalah Raja, kau harus bersiap bukan hanya untuk pertempuran membela kaummu dan melindungi manusia yang ada di bawah sana. Tapi, semua ini antara dendam yang belum selesai. Gagalnya Fahmi naik tahta mungkin ada alasannya. Dia tak mampu menghabisi Rogiles sendirian”
Ryan termenung mendengarnya.
“Kau membuatku terjebak, Raz. Bang Fahmi dan ibu akan sangat membenciku.”
“Aku bersyukur karena kau mengerti bagaimana penderitaan mereka, kau hanya perlu diam dan bersikap seperti biasa. Ingat, Ryan. Kau berbeda, kau tidak sejahat itu.”
**
Di dalam sana, Fahmi tengah berbohong pada ibunya, wanita tua itu mencari Hafizah sejak tadi. Seolah memiliki kontak batin yang kuat, Bu Laksmi merasakan jika telah terjadi sesuatu.
“Fizah sekarang nggak sekamar sama ibu, dia di kamar yang lain.”
“Kalau begitu ibu akan menemuinya, ibu akan tidur bersamanya.”
“Bu mengertilah, sekarang malam telah larut. Semua orang telah istirahat. Ibu juga istrahat, ya. Nanti Fahmi temenin.”
Bu Laksmi menatapnya bingung.
“Kenapa kau meninggalkan istrimu? Harusnya kau tidur bersamanya.”
Pembicaraan mereka terjeda saat Ryan masuk keruangan. Pemuda itu terlihat kacau dengan sorot mata lemah, Fahmi dan ibunya menatap heran.
“Ada apa, Nak?”
Rentangan tangan Bu Laksmi menghangatkan hati lelaki itu. Ryan menangis di pelukannya tanpa mengatakan apapun.
“Ryan ada apa?” Fahmi ikut panik dan mendekatinya.
“Ryan sayang sama ibu.”
Bu Laksmi tersenyum dan menangkup wajah pemuda itu.
“Ibu juga menyayangimu. Kau bicara apa? Mana Fizah, apa dia di kamar kalian? Jangan-jangan dia malu bertemu dengan ibu.”
Fahmi menggeleng memberi kode agar Ryan merahasiakan kejadian malam ini.
“Aku ingin tidur di sini, di samping ibu," ucap Ryan mengalihkan pembicaraan.
Fahmi tidak mau kalah.
“Aku juga, aku tidak mau berpisah dengan ibu, hanya untuk malam ini.”
“Kalian ini lucu, setelah menikah harusnya kalian bersama dengan istri kalian.”
Ryan tidak peduli, hatinya sangat terluka. Dia hanya merasa tenang saat kembali ke pelukan Bu Laksmi. Wanita yang telah merawatnya sejak kecil.
“Sana, Yan. Kau tidak boleh meninggalkan istrimu sendirian. Kalau perlu kau harus berusaha menghadirkan cucu secepatnya,” goda Fahmi di depan ibunya.
Bu Laksmi tertawa kecil.
“Kamu itu, kamu abangnya tapi kenapa nggak pergi. Berusahalah untuk memberikan ibu cucu yang cantik dan tampan.”
Fahmi berhasil mengembalikan mood wanita tersayangnya.
Walau ucapan Fahmi sedikit mengganjal di benaknya
'Apa Fizah benar-benar mati di hatinya, secepat itu?' gumam Bu Laksmi dalam hati.
"Ya, ibu malah melamun."
Bu Laksmi memikirkan perasaan kedua menantunya, jadi dia menggiring kedua putranya keluar dari kamar.
“Ibu nggak mau tahu, kalian harus menemui istri kalian atau … .”
Fahmi dan Ryan saling menatap.
“Atau apa?”
“Atau ibu yang akan tidur bersama mereka.”
Seketika Fahmi dan Ryan segera berhamburan keluar.
“Baiklah, Bu. Selamat malam.”
Bu Laksmi tersenyum melihat tingkah anak-anaknya. Fahmi dan Ryan segera menutup pintu kamar.
Akan sangat kacau jika ibu mereka sadar jika Fizah tak bersama dengan mereka.
“Kau, jangan biarkan ibu kami menyusul ke kamar,” ucap Ryan pada penjaga.
“Baik, Tuan.”
Ryan dan Fahmi saling memandang.
“Tuan, Nona Zeana berada di kamarnya. Tuan diminta untuk menyusul kesana,” ucap pelayan itu pada Ryan.
Fahmi tampak biasa saja, dia tidak berselera untuk menggoda Ryan sekarang.
“Baiklah.”
“Bang, sebaiknya kau tidur di kamarku.”
Fahmi mengangguk. Lelaki itu memang tak punya tempat untuk dituju.
“Baiklah, aku pergi dulu.”
Ryan berjalan mengikuti pelayan saat Fahmi memasuki kamarnya.
Satu-satunya hal tak terduga yang di syukuri Ryan sekarang adalah menikah dengan wanita yang dicintainya.
Pintu di buka.
Ryan mendapati Zean telah mengganti pakaiannya. Wanita itu segera berdiri saat menyadari kehadirannya.
“Kau sudah pulang, bagaimana dengan gadis itu. Apa kalian menemukannya?”
Ryan memasuki kamar, dua orang penjaga berdiri di depan pintu. Ryan tidak bisa kemana-mana dan harus menginap di sana.
“Namanya Fizah, kami kehilangan jejak.”
Suasana menjadi canggung. Zean dan Ryan tampak kaku.
“Duduklah. Tadi aku bicara dengan Tuan Raz, dia menceritakan semuanya. Ternyata serigala itu yang membunuh Datuk Magadang, dia datang karena mengincar Fahmi.”
Ryan terpaku, dia kehilangan keberanian menghadapi istrinya setelah mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Semua orang membenci Raksana orang yang dengan beringas menghabisi Magadang.
Tidak ada lagi pembicaraan membuat
Ryan beranjak dan tidur di kursi.
“Apa yang kau lakukan?” Hal itu membuat Zean merasa sedih.
“Tidur, apalagi? Besok aku harus memimpin pasukan untuk mencari Hafizah.”
Wanita itu tampak murung.
“Aku tahu kau mencintainya, tapi bisakah kau tidur di ranjang yang sama?"
Ryan tertegun mendengar ucapan Zean.
“Jangan salah paham. Tuan Raz mengatakan kita tak boleh tidur terpisah.”
Jantung Ryan berdetak tidak karuan. Zeana merasa malu, dia pun melangkah ke tempat tidur lebih dulu. Ryan memikirkan semuanya, sebagai lelaki hal ini adalah suatu keberuntungan. Namun, dia takut tak bisa menahan diri lalu melakukan hal yang akan di benci istrinya nanti.
Zeana telah salah paham kepadanya. Jika menyentuhnya sekarang wanita itu akan berpikir jika Ryan plin plan.
Ryan frustasi dan bangkit dari kursi, baru dua langkah kakinya mendekat. Suara ketukan di pintu mengalihkannya.
Tok tok tok.
Ryan datang dan menemui pelayan yang membawa dua gelas minuman.
“Tuan, Nona. Saya datang membawakan minuman. Silahkan di cicipi."
Ryan mempersilahkan pelayan itu masuk.
Dua gelas minuman di sajikan di atas meja.
"Terimakasih," ucap Ryan.
Pelayan itu segera undur diri dan pergi dari sana.
Karena merasa grogi, Ryan tidak ragu untuk meneguk minumannya. Sensasinya sedikit berbeda dari minuman biasa, Ryan merasa pusing dan jatuh kelantai.
Brak.
Zean yang melihatnya segera menghampiri.
"Hey, kau baik-baik saja?"
Ryan dalam pengaruh minuman yang telah di racik atas permintaan Raz. Mereka tidak membuang kesempatan untuk memiliki pewaris. Sikap Ryan tadi, membuat Raz ragu jika Ryan akan bekerja sama.
"Ah, aku tidak tahu. Kepalaku pusing."
Zeana membantunya naik ke atas tempat tidur, bobot Ryan yang sedikit berisi membuat Zeana kewalahan dan jatuh bersama diatas ranjang.
Keduanya saling menatap, Ryan merasa gerah, napasnya pun memburu. Pemuda itu mendekat dan mencium bibir Zean. Zeana terkejut dan spontan menjauh. Reaksinya membuat Ryan merasa bersalah.
"Maaf aku harusnya tidak melakukan itu."
Zeana yang tidak tahu apa-apa, meraih minumannya dan meneguknya hingga setengah dari gelas itu. Hal yang di rasakan Ryan kini juga menderanya.
Ryan mulai berkeringat dingin, dia menahan diri sekuat tenaga untuk tidak menyentuh Zeana. Sensasinya sangat kuat, Zean yang mulai gerah memilih membuka jendela.
"Sepertinya seseorang menaruh sesuatu dalam minuman kita," ucap Zean.
Ryan tak tahan dan mencumbu wanitanya, kali ini Zeana tidak menolak. Dia pun merasakan hal yang sama, ada hasrat yang ingin segera di tuntaskan.
Lampu penerangan di matikan, Ryan mencium bibir Zean hingga wanita itu terengah. Tangan pemuda itu menjama ke seluruh tubuh. Satu per satu dia melucuti pakaian Zeana.
"Aku melakukannya bukan karena pengaruh minuman, aku melakukannya karena mencintaimu," bisik pemuda itu di telinganya.
Zeana tentu saja terkejut.
"Lalu, Fizah. Bukankah kau mencintainya?"
Napas keduanya beradu.
"Dia adalah kekasihnya Bang Fahmi. Aku hanya melihat dirimu sejak kita pertama bertemu."
Zeana merasa lega, wanita itu akhirnya melayani dengan sepenuh hati.
Di bawah sinar rembulan, mereka menyatu meneguk manisnya cinta. Ryan tak hentinya membuat wanitanya mendesah dalam kepuasan.