Munculnya Fahmi di tengah-tengah kebersamaan saat acara makan siang akan berlangsung membuat semua orang terkejut, terutama pada Ryan dan Wa Pasang.
“Ya, aku harusnya curiga dengan kedatangan besan sendirian. Ternyata Fahmi juga berada di sini.”
Fahmi mendekat untuk menyalami Wa Pasang.
“Maaf, Wa. Tadinya aku ingin membuat kejutan. Aku datang membawa salam dari Tuan Raz, beliau bilang. Sampaikan pada Wa Pasang jika beliau sangat kesepian karena uwa sekeluarga tidak cepat kembali ke istana.”
Wa Pasang tersenyum.
“Kau baru saja tiba dan sudah memberi titah. Tentu kami akan segera kembali ke istana saat keadaan semua orang sudah membaik.”
Fahmi menoleh pada Ryan, saudaranya itu tampak gagah berdiri tanpa suatu kekurangan.
“Kau baik?”
Ryan mengangguk dan memeluk Fahmi erat.
“Ah, jangan menekan dadaku.” Ryan tertegun dan mendapati abangnya meringis kesakitan.
Tabib segera mendekat untuk membantu Fahmi duduk.
“Maaf, sebaiknya Tuan Fahmi istrahat. Makan siangnya tolong di antarkan ke kamar.”
Fizah yang ada di sana segera mendekati sang suami.
“Ada apa? Apa lukanya serius?” Fizah dan Ryan kompak berdiri di sisi kanan dan kiri lelaki itu. Tabib itu menatap Fahmi sekilas lalu bicara.
“Luka dalam tak bisa pulih dengan cepat. Tuan Fahmi tidak boleh banyak bergerak.”
Fahmi memegang dadanya dan menatap semua orang.
“Ayolah, kenapa kalian menatapku seperti itu? Aku akan segera sembuh, tenang saja.”
“Malik, bawa dia ke kamar.” Wa Pasang menatapnya cemas.
“Baik, Wa.”
Acara makan siang dilakukan tanpa Fahmi. Lelaki itu dengan terpaksa harus berbaring di tempat tidur. Bu Laksmi masih sibuk di dapur. Saat Malik dan Ryan membawa Fahmi ke kamar.
“Kalian bisa meninggalkan kami, Bang Fahmi biar aku yang urus,” ucap Ryan.
“Baiklah.”
“Malik, ajak Hafizah juga.”
Malik mengangguk dan meminta Fizah keluar bersamanya.
"Mari,"
Fizah tak rela meninggalkan kamar itu, tapi Ryan terus menatapnya. Tak ada pilihan selain menuruti kemauan adik iparnya.
"Baiklah, aku akan kembali membawa makan siang untukmu."
Fahmi mengangguk lemah, pemuda itu bersandar pada ranjang.
"Terimakasih, pergilah aku baik-baik saja." Fahmi berusaha membesarkan hatinya.
Ryan duduk di samping Fahmi dan memijit tangan lelaki itu.
“Jangan terlalu keras padanya, Yan. Kau memintanya keluar saat dia tidak menginginkan.”
Mereka sedang membahas Hafizah.
“Kondisinya juga belum pulih sepenuhnya, Bang. Dia dan Zeana melewati hari yang mengerikan. Aku hanya ingin mereka makan tepat waktu.”
Fahmi memperhatikan Ryan, jauh di lubuk hatinya dia sangat menyayangi pemuda itu. Ada sesuatu yang menjanggal di hati Fahmi. Ketakutan terbesarnya adalah dia tak menginginkan Ryan berubah menjadi musuhnya.
“Aku dengar, Abang berhasil membunuh Rogiles. Apa itu benar?”
Ryan penasaran dan ingin mendengar semuanya secara langsung dari mulut Fahmi.
“Jika dia telah meninggal maka desa kita juga aman, aku dan istriku akan membicarakan dimana kami akan tinggal selanjutnya.”
“Kau akan tinggal di istana, kau adalah Raja. Seorang Raja dan Ratu tidak boleh meninggalkan tahta?”
Ryan tersenyum menertawakan dirinya sendiri.
“Abang ini lucu, aku tahu aku bukanlah pewaris yang sesungguhnya. Aku juga mendengar bagaimana Raja Falen dan juga Raja Lucifer menentang soal ini.”
Malik dan Juna telah menceritakan semuanya. Ryan hanya memberatkan posisi Fahmi dan menempatkan kerajaan Araz dalam bahaya.
Fahmi memegang erat bahu adiknya.
“Kau terlalu banyak berpikir, biarlah semua menjadi urusanku. Tuan Raz tidak menolak mu dan itu sudah lebih dari cukup untuk tetap berada di istana. Kita hanya harus fokus menjaga keluarga dan kedamaian negeri kita.”
Ryan termenung mendengar ucapan saudaran nya.
“Masalah sebenarnya belum tuntas Ryan. Raksana masih berkeliaran di luar sana. Aku tidak akan mengampuninya dan dia musuh yang nyata dalam kerajaan kita.”
Ryan tertunduk, sampai kapanpun dia tak dapat mengingkari darah yang mengalir di tubuhnya.
“Apa kau sudah tahu, Raksana memiliki keturunan. Jika dia adalah musuh, maka keturunannya pun menjadi musuh kita. Apa yang akan kita lakukan kedepannya?”
"Keturunannya tak memiliki dosa yang di perbuat oleh orangtuanya. Dia pantas mendapatkan kehidupan. Aku mungkin mengampuninya jika dia tidak muncul di hadapanku. Tapi, jika dia datang lagi. Maka hanya takdir yang bisa memutuskan antara aku atau dia yang akan bertahan."
Ryan tak lagi menjawabnya. Dalam hati pemuda itu. Dia menyimpan rasa bersalah yang luar biasa. Apa yang dilakukan Raksana di masa lalu membuatnya kehilangan percaya diri.
"Kau adalah adikku, kau akan selalu mendukungku, bukan?" tanya Fahmi menyadarkan adiknya dari lamunan.
Ryan tersenyum dan mengangguk.
"Ya, aku akan selalu mendukungmu, Bang."
**
Waktu berlalu dengan cepat, setelah keadaan semua orang membaik. Mereka kembali ke istana. Perjalanan panjang itu terasa singkat karena dilakukan bersama-sama. Bu Laksmi mendapatkan kesempatan untuk duduk di atas pundak serigala hitam legam yang membawanya kembali.
Ryan dan Malik mendapatkan kehormatan untuk membawa ibu mereka masing-masing.
Untuk pertama kalinya, Bu Laksmi melihat semua orang berubah menjadi manusia jelmaan. Awalnya dia sangat ketakutan. Tetapi, ibunda Zeana selalu berada di sampingnya.
"Besan, walau terlihat mengerikan. Mereka tetap anak-anak kita. Hanya wujudnya yang berbeda. Tidak usah takut, perjalanan ini akan menyenangkan. Kita seperti berkuda dan menikmati pemandangan yang luas."
Fahmi mendekat, senyuman merekah di wajahnya.
"Apa ibu mau pulang bersamaku. Katanya, aku mewarisi warna bulu dan begitu mirip dengan Bapak."
Bu Laksmi berpikir sejenak. Ryan tak ingin mengalah untuk ini.
"Ayolah, Bang. Kau tidak boleh membawa siapapun di pundakmu."
"Tidak apa-apa, abang akan berjalan pelan untuk memanjakan ibu."
Bu Laksmi akhirnya memutuskan.
"Baiklah, ibu akan pulang bersama Ryan. Jika ikut bersamamu. Ibu tidak akan bisa melihat wujud mu."
Ryan tersenyum karena memenangkan keputusan itu.
"Sudah, sana pergi." Ryan mengusir Fahmi dan berubah wujud saat itu juga.
Bu Laksmi menoleh pada besannya.
"Yakinlah, kau hanya perlu berpegang erat."
Bu Laksmi duduk dengan nyaman, Ryan bergerak pelan dan berada di barisan depan dengan Malik. Fahmi berubah menjadi manusia serigala, berjalan bersisian dengan Fizah di sampingnya.
Fahmi tampak mencolok dengan bulu yang terang. Sang ibunda sendiri terpanah dan kagum.
"Jika kau penasaran dengan wujud Magadang, lihatlah Fahmi," ucap Wa Pasang.
Bu Laksmi merasa semua ini adalah mimpi. Kawanan itu begitu banyak terdiri dari pasukan dan keluarga wa Pasang.
"Ibu akan terbiasa nanti, bukan kah legenda mengatakan. Serigala yang baik datang melindungi mereka. Aku dan Bang Fahmi akan melakukan itu."
Menetes airmata Bu Laksmi mendengar ucapan Ryan.
"Ya, ibu percaya. Kalian akan menjadi pelindung bagi semua orang."