Waktu menjelang sore saat kedua lelaki itu tiba di rumah. Bu Laksmi langsung menyambut dan memeluk Ryan saat bertemu. Melihat anak itu baik-baik Bu Laksmi pun bernapas lega.
"Bu, Fahmi izin nginap di tempat Ryan beberapa hari, bentar lagi kan Fahmi akan nikah, jadi Fahmi mau nge bolang di tempat Ryan. Tempatnya ternyata sangat sejuk."
"Loh kalian kan baru sampai? Ryan saja yang nginep di sini. Kalian nggak capek bolak-balik di perjalanan?"
Fahmi sudah menduga soal ini, ibunya tidak akan memberi izin dengan mudah.
"Izinin ajalah, Bu. Toh, entar kalo jadi nikah sama Fizah. Abang ga bisa bermalam di tempat Ryan lagi. Ngomong-ngomong dimana dia, kok nggak kelihatan?" Ryan celingukan mencari Fizah.
"Iya ya, kok abang baru, ngeh."
Fahmi pun penasaran karena tidak menemukan sosoknya.
"Ada kok tadi nak Fizah nya, karena lihat kedatangan kalian Fizah langsung masuk ke kamarnya," terang wanita tua itu.
Kening Ryan berkerut. Seketika dia ingat ucapan Fahmi yang sengaja melarang Fizah untuk menemuinya.
"Kasian banget dia. Bilang gih, aku nggak makan orang. Heran, setiap aku main kesini dia pasti ngumpet kayak kucing," omelnya.
Fahmi melenggang pergi mencari Fizah. Meninggalkan ibunya dan Ryan di ruang tamu.
Dia mengetuk pintu kamar calon istrinya.
Tok tok tok.
"Fizah kamu di dalam, bisa buka pintunya?"
Tak ada sahutan atau pergerakan.
"Fizah ini aku, Fahmi."
Pintu pun terbuka, keluar lah Fizah dengan kepala menunduk ke bawah.
"Ikut aku sebentar, abang ingin bicara." Fizah hanya mengangguk dan menuruti Fahmi.
Mereka bergegas berjalan menuju halaman belakang. Hal yang membingungkan bagi Fizah karena semua orang berada di ruang tengah. Fahmi menuntunnya duduk di bale-bale.
"Fizah aku mau cerita."
Gadis itu menatap lurus dengan hati-hati.
"Fizah sebenarnya ibu belum tahu jika aku dan Ryan berbeda." Raut kebingungan terpancar di wajahnya.
"Nanti setelah makan malam, aku akan berangkat ke tempat Ryan untuk beberapa hari. Abang akan nginap disana dan kuharap kamu bisa jaga diri dan jaga ibu di rumah?" Pandangan mereka tertaut.
"Kenapa Bang Fahmi harus bermalam?"
"Aku ada keperluan Fizah, kamu harus ingat ibu nggak tau soal aku dan Ryan. Ini akan jadi rahasia kita, Fizah janji?"
"Ryan. Maksud Bang Fahmi Ryan juga manusia ...."
Fahmi mengangguk dengan mantap.
Hafizah shock dan makin bergidik mengetahui kenyataan tentang Ryan.
"Sekarang kita ke depan bertemu ibu, aku akan berangkat malam ini." Fahmi mengenggam tangannya, tapi segera di tepis oleh Fizah
"Aku nggak mau keluar. Di luar ada Ryan,"
"Emang kenapa kalau ada saya?" Ryan tiba-tiba muncul membuat Fizah terkejut dan bersembunyi dibalik punggung Fahmi.
Fizah menyadari jika Serigala yang pertama kali muncul di hadapannya itu adalah wujud Ryan.
"Bang, jadikan kita pergi? Jangan sampai kemalaman loh," Ryan tampak santai mengajak Fahmi mengobrol. Tidak peduli dengan Fizah yang bersembunyi.
"Iya jadi, kamu tunggu di luar saja. Selesai makan malam kita berangkat."
"Ya elah, bilang aja mau berduaan terus."
Ryan berlalu meninggalkan mereka.
Fizah menggigil ketakutan. Dan, Fahmi menyadari itu. Fahmi merangkul wanita itu.
"Fizah, sekarang Ryan nggak akan berani ganggu kamu lagi, kamu juga harus berani hadapin dia."
"Tapi!" Gadis itu memiting ujung baju Fahmi.
Kebiasaan yang membuat calon suaminya tersenyum.
"Kalau dia berani menggangu mu, aku sendiri yang akan menghajarnya. Dia pemuda yang baik, kau tidak perlu khawatir."
Fizah tertegun cukup lama.
"Baiklah."
**
Setelah makan malam, mereka langsung pamit untuk pergi. Fizah tampak tak rela melepas calon suaminya.
"Kamu hati-hati di rumah. Aku akan cepet pulangnya, aku janji. Titip ibu, ya."
Gadis itu mengangguk, sedikit lagi sepertinya dia akan menangis. Baru kali ini Fahmi berat meninggalkan rumah.
"Ibu kami pamit," Fahmi mencium tangan ibunya lalu di susul oleh Ryan.
"Iya hati-hati, Nak."
Kedua lelaki itu berjalan menjauh, Fizah dan ibunya melambai melepas kepergian mereka.
Di tempat sepi, Ryan dan Fahmi berganti wujud, berlomba siapa yang paling cepat menuju tebing.
"Kau siap?" tanya Ryan menantangnya.
"Tentu."
Tap
Tap
Tap.
Serigala putih dengan bulu halus tampak menawan melewati jalan bebatuan. Dia sangat cekatan dan melangkah lebih dulu dari serigala hitam yang mengekor di belakang.
Terdengar lolongan serigala dari puncak gunung, membuat langkah serigala putih itu terhenti.
Auuw.
Serigala putih itu sadar betul jika lolongan itu berasal dari mahluk jelmaan sepertinya.
"Sekarang kau percaya?" tanya Ryan.
Tatapan serigala hitam itu seolah menegaskan.
"Kau akan menemukan banyak mahluk jelmaan sebangsa kita nanti, percayalah padaku."
"Aku ragu."
Setelah beberapa jam berlari dan melompat mereka akhirnya tiba di puncak.
Napas serigala putih itu tercekat saat melihat begitu banyak serigala yang menyambut kedatangannya di depan sana.
Bukan hanya sekumpulan tapi segerombolan.
Sesaat dia merasa ragu. Bagaimana jika jelmaan itu jahat dan akan mencelakai mereka.
"Ryan, apa sebaiknya kita pulang saja."
Ryan tertawa kecil mendengar ucapan Fahmi.
Tepat jam 12 malam, setelah melewati beberapa tebing dan haluan terjal kedua serigala itu tiba di istana di tengah hutan.
"Ini bukan waktu yang pas untuk bertamu." Fahmi mengingatkan saudaranya.
Aùw lolongan panjang dari Ryan membuat pintu gerbang terbuka.
Munculah dari sana serigala putih yang memiliki warna serupa dengan bulu yang dimiliki Fahmi.
Auwww
Auuww
Belasan manusia jelmaan di belakang mereka mulai melolong dan mengerumuni.
Fahmi dan Ryan berubah wujud menjadi manusia.
"Sepertinya mereka tak suka dengan kedatangan kita. Sebaiknya kita pergi!" Fahmi bergidik.
Ryan tersenyum dan menyalami para saudaranya. Dengan santai, dia mendekati Raz yang baru keluar dari istana.
"Saya datang, Tuan. Sesuai perintah, dia datang bersama saya" ucap Ryan memperkenalkan diri.
Fahmi tampak kebingungan.
"Selamat datang di keluargamu yang sesungguhnya," ucap Raz.
Fahmi terkesiap, dia tidak mengerti maksud lelaki itu.
"Perkenalkan siapa dirimu?" Raz mengujinya.
Fahmi menatap Ryan cukup lama, adiknya itu mengangguk agar dia menuruti keinginan lelaki itu.
"Saya Fahmi putra tunggal dari Magadang. Saya tidak mengerti, keluarga yang sesungguhnya seperti apa yang Anda maksudkan."
Para jelmaan mengerumuninya.
"Tidak mungkin." Salah satu dari manusia jelmaan yang berada di sana menatap takjub pada Fahmi.
"Jangan menakutinya, biarkan dia istrahat dulu," ucap Raz.
Fahmi gelisah, orang-orang itu menatapnya risih.
"Bang, mari ikut denganku ke istana."
Fahmi lagi-lagi melotot.
"Ngawur! Kamu bicara apa, Yan?"
Pemuda itu menolak membuat Fahmi menjadi sorotan.
"Kita sudah tiba, tidak mungkin kembali hari ini juga. Percaya padaku semuanya akan baik-baik saja. Abang ikut saja."
"Tapi, Yan. Bagaimana kalau."
Raz tersenyum melihat mereka.
"Masuklah, pintu gerbang akan segera di tutup."