Tepat saat mendekati tengah malam, Fahmi membawa Fizah menuju ke menara, sesuai pinta Raz sebelumnya. Dengan sangat hati-hati Fahmi menuntun Fizah hingga ke puncak.
Wa Pasang dan beberapa orang lainnya telah menunggu mereka.
“Fahmi ada satu hal yang perlu kau ketahui.”
Fahmi mendengarkan syarat yang harus di jalankan.
“Apa itu, Wa?”
Raz dan Wa Pasang saling berpandangan.
“Kau tidak bisa menikahinya dalam keadaan seperti ini, kau harus membuka matanya dan membiarkan dia mendengarkan. Jika kau berkeras dengan ke tetapanmu. Sama saja artinya jika kau memaksanya menerimamu.”
Fahmi terkejut mendengar hal itu.
“Tapi, Wa. Kau tentu tahu keadaannya.”
Seakan lemah tak berdaya. Hal itu sangat mustahil untuk dilakukan karena Fizah dalam pengaruh kuat mantra Rogiles.
“Ada satu cara untuk mewujudkannya, itupun jika kau tetap ingin melangsungkan pernikahan sesuai aturan leluhur kita,” sela Tuan Raz.
“Apa itu?”
Pintu yang ada di belakangnya terbuka, Ryan datang memasuki ruangan, hal yang tidak terduga karena Fahmi tak memberi tahu siapapun tentang malam ini.
“Kau harus membuka penutup matanya, Bang.”
“Kau bercanda?” Fahmi tertegun mendengarnya.
Semua orang mengambil posisi, tinggal menunggu Fahmi dan Fizah naik di atas altar.
“Raja benar, kau hanya bisa menikah dengannya jika Fizah bisa berdiri tegak di atas Altar selama beberapa menit.”
Fahmi tampak putus asa, dia hanya bisa menggenggam tangan wanitanya sekarang. Seolah paham akan kegalauan abangnya, Ryan pun bicara.
“Aku di sini untuk membantumu, Bang.”
“Tapi,”
“Percaya lah, aku akan membantumu.”
Upacara di mulai, Fahmi menuntun Fizah menuju ke altar walau ragu. Doa di rapal kan dan Ryan berdiri di belakang Fizah. Fahmi mau pun dirinya tidak begitu mengerti dengan bahasa yang ucapkan oleh orang-orang kepercayaan, tuan Raz.
Mereka hanya mematuhi aturan. Raz mengangguk memberi isyarat pada Ryan untuk menarik penutup mata Fizah. Pemuda itu gugup, dia menatap Fahmi dengan seksama.
Dengan sekali hentakan, Ryan membuka pita biru yang menutupi mata Hafizah.
Fahmi menahan napas menatap wajah cantik di hadapannya, sesaat Fizah terlihat normal lalu beberapa detik kemudian.
“Arghh.”
Atap menara terbuka, doa atau mantra semakin menggema. Ryan berusaha menahan tangan wanita itu yang begitu kuat. Dalam sorot mata wanita itu, sekilas Fahmi melihat Rogiles yang sedang menertawakannya.
Tangan Fizah terlepas dan Fahmi kehilangan fokusnya. Wanita itu mencekik Fahmi dengan kuat.
“Argh.”
Di saat yang sama, mantra yang di ucapkan telah tiba untuk menyingkirkan Ryan dari altar.
Fizah memberontak, dia begitu kuat pupil nya berubah semakin pekat menandakan jika dia dalam kendali tuannya.
“Raja, silahkan turun dari altar.”
Ryan menatap Fahmi sekali lagi, pemuda itu berhasil lepas dari cengkraman nya. Setelah mendapat kode dari Fahmi, Ryan pun menyingkir.
Mantra pernikahan di agungkan, sama seperti pernikahan Ryan sebelumnya, tetapi sangat sulit untuk membuat Fizah diam di tempatnya.
“Dua menit, Bang. Tahan dia.”
Fahmi bergetar melihat kemarahan Fizah, tak ingin menyakitinya. Fahmi pun memilih memeluknya dengan erat.
“Arghh!” Telinga Fizah panas, dia menatap orang-orang di sekelilingnya dengan penuh amara.
“Kami mulai,” ucap Raz.
Tangan Fizah mencakar kuat perut Fahmi, tak kehabisan akal. Walau dalam pengaruh kuat mantra Rogiles, wanita itu menggigit bahu kekasihnya.
Ryan terkejut dan akan menaiki altar untuk membantu abangnya, tapi Raz melarang.
“Tahan, sedikit lagi.”
Fahmi menahan kesakitan nya sendiri, dia merintih dan meringis sendiri.
“Fizah, ini aku. Kita akan menikah, sesuai janjiku padamu,” bisiknya.
Fizah menekan cengkraman nya, mantra pernikahan semakin lama semakin melambung dan merendah, tanda prosesi pernikahan akan segera selesai.
“Kendalikan hatimu, aku yakin kau bisa. Kendalikan dirimu jangan biarkan dia mengambil alih hidupmu.”
Perlahan tekanan yang di berikan wanita itu melemah, gigitannya di bahu Fahmi terlepas. Fahmi tersenyum, dia bersyukur karena Fizah mendengarnya. Mantra selesai dirapal kan dan prosesi berjalan baik.
Wajah Ryan terlihat sendu di bawah sana.
“Dia mendengarkan aku, Yan.”
Ryan menggeleng membuat senyum Fahmi sirna.
“Dia pingsan.”
Raz dan Wa Pasang mendekati mereka.
“Pernikahanmu telah selesai, dia pingsan saat mantra atau doa telah di agungkan.”
Rasa haru menyeruak di hati Fahmi.
“Dia adalah istrimu sekarang.”
Fizah jatuh dalam pelukannya. Raz dan Wa Pasang meninggalkan menara bersama seluruh anak buahnya. Tinggallah Fahmi dan Ryan juga Fizah yang tak sadarkan diri.
“Kau terluka?” Darah segar m*****i pakaian putih yang dikenakan pemuda itu.
“Tidak apa-apa, aku senang.”
Ryan merasa ini tidak adil.
“Kita harus menemukan Rogiles untuk mengembalikan Fizah seperti biasa, hanya dia yang mampu membebaskannya. Kita akan berkompromi.”
Fahmi menggeleng tak setuju.
“Dia akan menjadikan kelemahan ku sebagai pertukaran. Dia menginginkan tahta juga manusia yang ada di bawah sana. Tidak mungkin aku mengorbankan orang-orang tidak bersalah demi kebahagiaan kami.”
Ryan menghela napas, masalah ini tidak akan pernah selesai jika mereka tidak bertindak.
“Satu-satunya cara adalah menghadapinya. Bertarung antara hidup atau mati.”
Fahmi mengankat tubuh Fizah dan membawanya turun. Ryan mengikuti mereka dari belakang.
“Ryan, aku ingin bicara empat mata denganmu. Datang ke kamarku.”
Ryan mengangguk.
“Baik, Bang.”
**
Tiba di kamar, Fizah lalu di tidurkan di atas ranjang. Fahmi tidak menutup matanya lagi tapi memilih untuk mengikat kedua tangannya.
“Apa yang kau lakukan?” Ryan menatap heran di sampingnya.
“Dia hanya bisa menyerang ku saat tangannya bebas.”
Fahmi memilih menghadapi Fizah apa adanya.
“Kau bilang ingin bicara denganku.”
Fahmi mengangguk dan duduk di tepi ranjang. Baju yang dia kenakan penuh dengan darah.
“Kau terluka, Bang. Aku akan membantumu mengobatinya.”
Ryan membantu Fahmi membersihkan luka di perut dan bahunya. Sesekali kepalan tangan Fahmi mengeras saat menahan luka di bahunya.
“Kau adalah Raja saat ini, aku ingin kau tegas dan mengatur penjagaan khusus untuk desa kita di bawah sana.”
“Baik, Bang. Aku paham.”
“Satu lagi, posisimu sekarang tidak mudah. Masalah bisa saja datang dan kau mungkin dalam kesulitan sama sepertiku. Jangan mempertaruhkan keamanan desa demi kebahagiaanmu sendiri. Aku sangat menyesal tak bisa melindungi warga kemarin. Kau tahu, saat aku mengetahui Bapak adalah orang penting yang menjaga kedamaian desa itu. Aku merasa bangga.”
Tangan yan bergetar, dia tahu maksud Fahmi baik.
“Baik, Bang. Maafkan aku yang tidak bisa di andalkan.”
“Bukan salahmu,” ucap Fahmi.
Malam semakin larut, mereka masih bersama dan membahas tentang kelangsungan desa mereka.
“Ryan, aku dengar Raksana membantu pelarian kita terakhir kali?”
Napas Ryan tertahan dan menatap shock.
“Aku berpikir dia berada di kawasan kita, maka dari itu Rogiles menyerang kita. Minta prajurit menyebar dalam kawasan kekuasaan kita. Aku yakin dia berlindung di sini.”
Ryan kehilangan kata-kata.
“Kau dengar aku?”
Pemuda itu mengangguk dengan lemah.
“Ya, akan aku laksanakan besok pagi.” Dia juga penasaran dan ingin mengetahui tentang keberadaan lelaki itu.