Melihat puluhan Mayit mengejar, Gadi pun segera mempercepat langkahnya, Ia ingin berlari, namun, berat beban di punggungnya membuat mayit-mayit itu mudah menangkapnya.
“ Pegang yang erat jangan sampai lepas!” teriak Gadi.
Gadis itu mempererat pelukan membuat Gadi menyiapkan diri untuk melawan.Tiba-tiba saja Kinan turun membuat Gadi hanya menggeleng dan meminta Kinan untuk berjalan menjauh.
“Cepat!” teriak Gadi. Dengan langkah kaki yang terseret, Kinan menjauhi Gadi hingga menemukan sebuah batu besar. Sejenak gadis itu berhenti sembari menunggu.
“Kenapa aku ngantuk sekali! Lebih baik aku tetap menunggu di sini.” gerutu Kinan. Terduduk di sebuah batu yang lumayan besar di dekat sungai yang airnya mengalir dari gunung. Angin sepoy-sepoy membuat Kinan terasa kantuk. Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas batu besar hingga beberapa menit berdirilah seorang wanita memanggil. "Mbak-mbak, kamu siapa?" Suara seorang wanita membangunkannya. Wanita dengan menggunakan kebaya kuning, terlihat cantik dengan paras wajahnya yang putih. Ia terbangun dan duduk di sebelah wanita itu.
"Namaku Kinan, Mbak," ucapnya pada wanita itu yang umurnya lebih tua darinya.
Setelah bercengkerama dia memperkenalkan diri dengan nama Rati, Wanita itu mengajak Kinan untuk melihat keliling kampung. Kinan sempat menolaknya, tapi setelah ia pikir lagi, lebih baik mengikuti Ratih, karena dirinya sendiri penasaran dengan pulau mayit ini, bahkan ia belum pernah sekali pun melihat penduduk kampung. Di sepanjang sungai Kinan melihat penduduk setempat masih menggunakan sungai sebagai sumber kehidupan.
"Kinan ...." Sesaat ia mendengar suara Gadi memanggilnya. Kinan pun menengok kanan kiri, tapi tak terlihat batang hidung Gadi.
“Ah paling perasaanku saja!”
,
Kinan melanjutkan perjalanannya hingga menemui sebuah Jembatan yang ia seberangi adalah jembatan yang terbuat dari bambu, terlihat usang dan rapuh, gadis itu terus berjalan hingga akhirnya ia mendengar suara rintihan dan tangisan seorang perempuan.
Hiks ... Hiks ... Hiks.
Kinan mencari arah suara rintihan itu yang terdengar tidak hanya satu. Namun suara rintihan semakin banyak yang ia dengar. Sepertinya suara itu berasal dari bawah jembatan, saat ia ingin menatap memandangi ke bawah.
"Jangan Kinan, jangan lihat ke bawah, kalau kamu lihat maka kamu akan jatuh," teriak Ratih.
Akhirnya Kinan pun mendengarkan saran Ratih, sesampainya di desa seberang. Suasana berubah menjadi gelap, kabut turun dengan tebalnya, hingga ia terjatuh pada sebuah akar besar yang melintang di depannya.
Suasana yang tadinya terang dan sejuk kini berubah menjadi gelap. Suara rintihan terdengar saling bersahutan membuat semua bulu kuduk gadis itu berdiri. Ia hanya mengikuti perintah Ratih untuk tidak melihat ke bawah, hingga kabut mulai turun membuat pandangannya semakin kabur.
Brukk! Kinan terjatuh.
"Au ... " teriak Kinan. Sebuah akar besar melintang di hadapannya membuat terjatuh dan sedikit luka pada tangan kirinya.
"Kamu tidak apa-apa, Kinan?" tanya Ratih dengan membantuku berdiri. Kinan terjatuh di sebuah pohon beringin yang begitu besar dengan ikatan tali pita berwarna merah. Tiba-tiba akar yang tadi membuatnya jatuh bergerak dengan sendirinya, karena merasa ada yang ganjil ia pun mengikuti ke mana akar itu berjalan. Hingga tak terasa ia menjauh dari desa itu dan justru tersesat masuk ke dalam hutan. Setelah kabut mulai menipis Kinan baru menyadari itu bukanlah akar, namun ekor Ular yang besarnya sama seperti ukuran manusia.
Kinan menjerit ketakutan, tapi tak ada satu pun yang mendengar. Ia tersesat tak tahu arah jalan keluar. Pandangan ia edarkan ke segala penjuru, tapi Ratih ternyata sudah terpisah jauh darinya. Kinan pun lari tanpa tahu arah, hingga bertemu dengan sekumpulan makhluk yang sangat mengerikan. Mereka menatapnya sangat tajam, seperti mereka menganggap Kinan sebagai pengacau kampung mereka.
"Ya Allah, jika ini adalah mimpi bangunkanlah aku dari mimpiku."
Makhluk-makhluk itu menatapnya tajam seakan mereka mendapatkan mangsa yang akan mereka habiskan.
“Aneh kenapa mereka tidak mendekat?” Rasa takut seakan sirna, ia pun mendekati mereka, tapi yang terjadi mereka justru menjauh dari Kinan. Kinan yang berjalan tanpa arah hanya mengikuti ke mana langkahnya membawa pergi.
Namun, petualangan tak berhenti sampai di sini. Tiba-tiba sesosok wajah menyeramkan mengagetkan Kinan, ia bergelantungan dengan kaki mengikat di pohon. Wajahnya kini tepat berada di depanku. Matanya yang hitam melesak ke dalam, bibirnya yang hancur penuh dengan darah. Mulutnya yang menganga mengeluarkan binatang kecil membuat Kinan bergidik dan berjalan mundur.
“Kalian ini siapa?”
Rasa takutnga mulai muncul. Sudah sepuluh tahun aku tak pernah bermimpi seperti ini, kenapa kini hadir kembali.
“Ya Allah izinkan aku pulang!” Kinan hanya bisa menggigit bibirnya sendiri, berharap semua ini akan segera berakhir. Perlahan ia berjalan mundur dan berlari. Namun, sesosok makhluk itu mengejarnya hingga akhirnya ia terjatuh dan bergentayangan tepat di atas Kinan.
Sungguh mengerikan sekali, Kinan tak sanggup melihat wajah mereka. Ia terjebak dalam perangkap. Mau bagaimana pun sekarang kinan berada di dalam keadaan terperangkap. Ternyata makhluk itu tak sendirian.
“Mau kabur pasti mereka akan tetap mengejarku. Aku tak punya pilihan lain selain melawan mereka.” Dengan keberanian yang ada, Kinan berlari menuju mereka dan mencoba melawan makhluk-makhluk Entah kekuatan dari mana Kinan bisa melawan mereka.
Namun, sendirian membuatnya tak berdaya, sesosok makhluk mencekik lehernya, tapi dengan cepat ia memegang tangan makhluk itu dan kemudian kembali menendangnya. Akan tetapi di sisi kanan tiba-tiba ada makhluk yang melompat dan merayap di tubuh Kinan , seketika itu berusaha melepaskannya.
Kinan tak sanggup lagi, mereka begitu banyak, sedangkan semua energinya sudah terkuras habis. Dari jauh ia melihat ada kuda putih datang, makhluk-makhluk itu berbalik arah melawan mereka.
Ia pun mengambil kesempatan itu untuk lari, napasnya tersengal ia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. inikah dunia lain yang pernah kakek ceritakan padanya. Ia terus berjalan hingga menemukan sebuah jembatan yang tadi ia seberangi, pohon beringin dengan pita warna merah. Ada sedikit ketenangan hati karena Kinan akan bisa kembali.
Kinan berlari mendekati jembatan dan hendak ingin menyeberang, tapi gadis itu melihat sesuatu di luar dugaannya, jembatan bambu yang tadi ia seberangi berubah menjadi jembatan manusia. Mereka merintih kesakitan, suara-suara rintihan itu membuatnya ketakutan.
“Haruskah aku berjalan melewatinya, ini satu-satunya jalan agar aku bisa pulang.” Mencoba menutup kedua indra penglihatan, tapi bayangan wajah mereka sudah terekam di memori kepalanya
“Haruskah aku tetap melangkah.” Kedua tangan ia letakkan di tali jembatan dengan mata yang tertutup Kinan melangkah perlahan. Setiap langkah suara jeritan mereka semakin terdengar nyaring.
“Maafkan aku! Bukan maksudku melakukan ini.” Kinan berjalan dengan mengucapkan maaf kepada mereka.
Namun langkahnya terhenti, tatkala mendengar suara yang begitu aneh. Suara erangan sesosok makhluk yang ia rasakan seperti mengelilinginya. Kinan tetap berjalan tanpa memedulikannya. Suara rintihan mereka saling bersahutan membuatnya yang tadi berjalan perlahan menjadi tunggang langgang.
Gelap, hanya cahaya bulan menyinari tubuh Kinan. Dengan mata terbuka ia berlari menginjak tubuh mereka yang menjerit ketakutan. Namun, Kinan kelelahan. Jembatan itu sangat panjang sedari tadi ia tak menemukan ujungnya.
Langkahnya terhenti ketika melihat sesosok ular raksasa berada di depannya. Ia yang sangat ketakutan akhirnya berbalik kanan dan lari tanpa memedulikan tangisan mereka yang membuat indra pendengarannya sakit.
Kinan berhenti di pohon beringin yang berpita merah. Sejenak ia duduk sembari menangis dan menatap mereka. Kinan kembali menyusuri hutan hingga menemukan sebuah desa yang sepi, sepertinya tak berpenghuni.
Ia terus berjalan tanpa arah. Derai air mata pun jatuh tertumpah, tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia ingin segera terbangun dari mimpi buruk ini. Kakinya telah lelah melangkah, bahkan luka di tangan kirinya terasa sakit, jika ini mimpi mengapa sakitnya terasa sekali. Luka yang tergores akibat menghalau serangan makhluk tak kasat mata.
“Ayah ... Ibu ... aku ingin pulang!”
Dalam setiap langkah, Kinan hanya bisa menangis. Terlintas dalam benaknya, “Apakah aku sudah mati!” Ia pun terus berjalan untuk menemukan jalan pulang, tiba-tiba ia teringat dengan wahyu, Ia tak tahu harus berbuat apa, hingga akhirnya ia berteriak sekuat tenaga memanggil namanya.
"Mas ... Mas Wahyu, tolong aku mas ....”
Langkahnya terhenti tatkala Ia melihat seorang wanita mengenakan pakaian berwarna merah muda dan dia dampingi oleh beberapa dayang. “Kamu siapa?”
Ia tersenyum tak menjawab pertanyaanku. Wanita itu akhirnya mendekat dan berkata, “Jangan takut.”
“Kamu siapa?” tanyanya sekali lagi.
Sebuah kereta kencana datang menghampiri, beberapa dayang membawanya naik dan tiba di sebuah tempat yang tak tahu di mana berada. “Mereka sepertinya orang baik, wanita itu membawanya pergi ke kraton yang sangat indah dan megah. Pintu kraton pertama berwarna merah dengan sebuah logo naga tepat di atas pintu. Ratu di istana itu bernama Dewi Sekar Jagad, dia memberikannya sehelai selendang berwarna kuning yang apabila di lipat terdapat sebuah kalimat menggunakan aksara Jawa yang Kinan tak tahu artinya.
“Apa sebenarnya maksud semua ini.”
Pintu kedua berwarna kuning keemasan di sana dia bertemu dengan seorang wanita mengenakan kebaya berwarna merah, wanita itu sedang memainkan sebuah musik. Ia menunggu sejenak, hingga akhirnya wanita itu datang menemuinya.
"Mrene Nduk lungguh," Panggil wanita itu untuk memintanya mendekat dan duduk di sampingnya.
"Njih," jawab Kinan.
"Jangan takut, makhluk tadi hanya merasa terusik olehmu. Energimu terlalu besar untuk mereka," Kata wanita itu.
"Sekarang kamu aman di sini, seseorang akan menjemputmu nanti, dan membawamu pulang," kata wanita itu.
"Ini di mana, Bu?" tanyaku penasaran.
Wanita itu hanya tersenyum, "Ora usah penasaran, mengko yen wes titi wancine kowe bakal ngerti dewe, Nduk."
"Tidak usah penasaran, kalau sudah waktunya kamu akan mengerti."
"Ini namanya manik mayang, kamu gunakan kalau kamu sudah menemukan pedangmu, pedang itu milik seorang laki-laki yang telah di takdirkan oleh leluhurmu berjodoh denganmu," ucap wanita itu menjelaskan tentang Manik Mayang.
Barang itu saya terima namun tiba-tiba barang itu menghilang.
"Anda siapa?" tanya Kinan penasaran.
"Namaku Dewi Gandasari," jawab wanita itu, sebelum seorang dayang membawaku pergi.
Kali ini ia berada di pintu ketiga dengan pintu berwarna hijau dan lagi-lagi ada simbol naga di atas pintu. Setelah pintu terbuka ia terperanjat kaget karna melihat sosok pria tua ....
"Mimpi apa Aku ini, lama sekali aku bangunnya" gumam Kinan.
Istana Kraton ini, sangat berbeda dengan kraton yang tadinya ia lewati.
“Keraton apa ini?”