Addara bingung setengah mati. Aduhh!!! Siapa laki-laki itu?? Ini membuatnya sedikit panik. Apa lelaki itu orang baik-baik? Dia tahu apartemenku!!! Kacau..
Akhirnya ia memutuskan untuk menelepon Malika.
Addara, “Dimana? Ini urgent, bisa ke apartemen?”
Malika, “Aku ada pemotretan kemarin sampai malam, ini baru bangun.”
Addara, “Al, serius ini. Please ke apartemen.”
Malika, “Ok, segera..”
Addara, “Thanks. Oh iya, bawa sarapan!”
Malika, “Ok..”
Addara menutup teleponnya. Ia mengecek profil pengemudi yang ia sewa kemarin, wajahnya beda dengan yang semalam. Selain itu plat nomor mobilnya berbeda!! Dalam aplikasi harusnya B 7523 JHS, sementara ia ingat sekali plat nomor mobil yang semalam itu B 919 AP.
Ia langsung teringat, saat menanyakan soal alamat tujuan, lelaki itu sempat ragu, tapi kemudian mengatakan iya.
Ahh.. Ara! Kamu gegabah sekali. Bagaimana kalau dia orang jahat? Oh Tidak! Tidak! Tidak! Bagaimana ini??
Tak lama bel apartemennya berbunyi. Ia langsung bergerak membukanya, ia tahu itu pasti Malika. Mereka tinggal di apartemen yang sama, hanya saja beda tower. Malika di tower 1, Addara di tower 2. Apartemen ini memang terdiri dari dua gedung tinggi yang terhubung jembatan di tengahnya.
“Ada apa? Aku masih mengantuk..” Malika berbaring di sofa dan menyimpan makanan yang ia bawa di meja dekat sofa, “Ini ada roti.”
“Kamu pasti tidak akan mengantuk mendengar ceritaku. Bangun!” Addara memaksa Malika bangun dari sofa.
“Apa? Dan matamu, aku baru sadar, bengkak!” Malika memperhatikan matanya, “Kamu habis menangis?”
“Dengarkan dulu ceritaku. Aku bermaksud memberikan kejutan pada Daffa dengan pulang sehari lebih awal. Saat aku sampai di rumah, tahu apa yang terjadi?” Addara mengambil botol air mineral kosong yang ada di meja dekat sofa, lalu meremasnya.
“Apa?” Malika langsung duduk tegak. Ia penasaran sekali.. “Apa yang terjadi?”
“Si Daffa dengan berani membawa perempuan ke rumah! Di kamar tidurku! Dan mereka sangat jelas sekali baru melakukannya! Gila atau tidak??” Addara marah.. Rasa sedih dan kesalnya berubah marah.
“APA!!! Kurangajar sekali dia! Brengsekk,” Malika berdiri dari sofa, “Lalu?”
“Dia minta maaf dan berlutut segala, tapi, sangat tidak mungkin aku bisa kembali menyentuhnya! Aku melihat mereka melakukannya, dengan mata kepalaku sendiri!! Apa mungkin aku bisa berada didekatnya??? Itu hal absurd! Tidak mungkin terjadi dalam duniaku!” Addara lalu duduk di lantai.
“A-aku semalaman menangis, antara sedih dan kesal. Pagi ini aku merasa marah Al.. Dan lihat, tubuhku gemetar! Aku tidak menyangka.. Dan yang lebih parah, perempuan itu si Friska! Relationship Manager di kantornya.. Gila!!!” Addara merasakan sekujur tubuhnya bergetar saking marahnya.
“Hal lain yang membuatku marah, Daffa bilang dia melakukannya karena aku sering bepergian. Jadi perselingkuhan itu hanya soal nafsu bukan cinta. Dia brengsekk sekali bukan?” Addara meremas botol di tangannya itu benar-benar tipis. Ia meluapkan emosinya pada botol itu. “Aku.. Aku.. Tidak percaya menikah dengan orang seperti itu!”
Malika menghampiri Addara dan memeluknya, “Aku, tidak bisa berkata apapun. Selain bersimpati. Kita mengalami hal yang sama. Dan, melihat kelakukan si Daffa, ada hikmah dari kejadian ini, setidaknya kamu tahu itu dari sekarang. Aku tidak terbayangkan kemunafikan mereka saat melihatmu atau berada di dekatmu! Gila!”
“Aku sudah tidak sedih pagi ini. Rasa marah menutupi kesedihanku! Al, aku tidak ingin menundanya. Aku minta kontak pengacara yang dulu menghandle perceraianmu..” Addara menatap Malika tegas.
“Sudah kamu pikirkan matang-matang?” Malika tetap mencoba membuat Addara memikirkannya dengan baik. “Sudah. Sebesar apapun sisa perasaanku pada Daffa, aku akan menghilangkannya. Al, aku sudah tidak mungkin berada di dekatnya. Bayangan tubuh mereka saling telanjang, aku melihatnya dengan jelas! Aku bisa gila kalau terus berada di dekat Daffa. Itu menjijikkan!” Addara berapi-api.
“Ok, aku kirim nomor pengacaraku ke ponselmu,” Malika tahu, Addara tak mungkin menarik kata-katanya lagi. Ia bisa melihat kesungguhan dan keseriusan ucapannya.
Addara diam dan memejamkan matanya. Ia mencoba menenangkan dirinya. Malika hanya mengelus punggungnya. Ia bisa merasakan perasaan sahabatnya ini.
Tak lama, Addara membuka matanya, “Satu lagi, aku melakukan hal bodoh!” Malika menatapnya ingin tahu. “Aku sepertinya salah orang. Jadi kemarin ponselku mati, lalu menghampiri satu mobil yang aku pikir taksi online pesananku. Orang itu sempat ragu tapi mengantarkanku…”
“Pagi ini, ponsel baru aku cek, dan ternyata, taksi online yang aku pesan membatalkan pesananku. Aku.. mmm.. Bingung, siapa laki-laki yang mengantarku? Dan kenapa dia mengakui sebagai pengemudi taksi online?” Addara menceritakannya.
“Mungkin dia juga salah orang? Bisa saja dia memang taksi online tapi salah pick up konsumen,” Malika menerka-nerka. “Hmm.. Bisa jadi..” Addara geleng-geleng kepala, “Ah aku bodoh sekali!”
Tiba-tiba ponsel Addara berbunyi, ternyata sekretaris kantornya yang bernama Alya. Sekretarisnya itu masih muda, berusia 23 tahun dan anak yang ceria. Meski usia mereka berbeda 10 tahun tapi hubungan mereka akrab.
Addara, “Halo..”
Alya, “Ibu sudah di Jakarta bukan?”
Addara, “Sudah. Kenapa?”
Alya, “Ibu ada undangan malam ini. Dan, aku ingin ikut ibu.. Please ajak aku bu.”
Addara tertawa, “Undangan apa?”
Alya, “Undangan Eksklusif menghadiri exclusive preview dari restoran yang pasti bakal hits. Ibu tebak!!! Aku sampai ingin pingsan saat tahu ada undangan ini.”
Addara lagi-lagi tertawa. “Jangan bilang The Menu Bistro?”
Alya, “Iya ibu. Media kita salah satu yang mendapat undangan eksklusif ini. Kabarnya cuma 20 media yang diundang bu, dan itu termasuk media di luar Indonesia. Ini untuk dua orang undangannya, please bu sama aku..”
Addara tersenyum, “Ok. Nanti malam? Kirim detail ya..”
Alya, “Yess.. Siap. Aku ikut ya bu.”
Addara, “Ok.”
Setelah menutup telepon itu, sejenak Addara melupakan rasa sedih dan kesalnya. Ia langsung berseri-seri.. Sebagai pribadi dan sebagai jurnalis, ia sangat penasaran dengan chef satu ini. Setelah lama di Amerika, kini kembali ke Indonesia dan membuka restoran cabang ketiga The Menu Bistro.
Restoran ini pertama kali hadir di Amerika, tepatnya di negara bagian California. Saat itu, restoran ini langsung booming. Bahkan banyak selebriti dunia seringkali menikmati aneka menu di The Menu Bistro. Setelahnya, restoran ini membuka cabang kedua di Korea Selatan. Dan sekarang di Indonesia.
Namun, siapa chef dibalik restoran hits itu? Hal itu mengundang rasa penasaran media massa. Sosoknya mulai banyak yang ingin mengetahui. Meski misterius, tapi ternyata ada satu petunjuk yang tidak sengaja bocor. Petunjuk itu mengungkapkan kalau sosok chef yang ada di balik kesuksesan The Menu Bistro adalah orang Indonesia.
Setelah beredar informasi itu, Addara semakin tertarik. Ia mencoba mencari tahu, tapi nihil. Belum banyak yang tahu sosoknya. Kelihatannya orang ini sedikit tertutup. Tapi, undangan malam ini membuatnya langsung semangat. Pasti chef-nya hadir bukan?
“Apa ini soal The Menu Bistro? Ara aku mau ikut..” Malika langsung mendekat. Addara hanya menggeleng, “Tidak aku kadung janji barusan sama si Alya.”
“Ahhh.. Gila, konsep marketing restoran ini memang buat penasaran. Ini serius bakal viral.. Pasti. Ah, aku menunggu saja saat opening nanti. Dengar-dengar, reservasi mereka sudah full book sampai tiga bulan kedepan. Gila bukan? Luar biasa..” Malika langsung berbaring di sofa, “Aku jadi penasaran.”
Addara langsung tertawa, “Ah dibalik kesedihanku, setidaknya ada yang membuatku sedikit semangat.” Malika menoleh ke arah Addara, “Semangat Ara! Kamu tahu, awal-awal perceraian pasti gamang, tapi buatlah dirimu sibuk. Nanti juga lupa. Kita harus move on.”
“Aku.. Aku.. Jujur, sedih sekali. Aku tidak pernah berpikir pernikahan hanya seumur jagung. Tapi, Al, coba kamu pikirkan, apa mungkin ada perempuan yang bisa melanjutkan hubungan pernikahan kalau mengalami yang aku alami? Bayangkan, suamimu bersana perempuan lain, dan mereka jelas-jelas telanjang di depanku. Ahh.. Mengingatnya hanya membuat darahku mendidih!” Addara berbaring di lantai apartemen.
“Si Daffa gila! Dia masuk kategori lelaki paling brengsekk di muka bumi ini.. Parah! Berani sekali membawa perempuan lain masuk ke kamar kalian! Aku rasanya juga tidak mungkin berada di dekat suamiku kalau memang itu terjadi padaku. Mental ra, mental bisa kena..” Malika geleng-geleng kepala, “Perselingkuhan, itu tidak bisa ditolelir. Apalagi sampai membawa perempuan itu di kamar kita. Itu level yang tak terbayangkan. Lelaki yang tidak punya perasaan.”
“Aku tidak menyangka,” Malika terus saja menggelengkan kepalanya tak percaya.
***
Pagi itu, setelah bangun tidur, Aksa langsung berolah raga. Setelah selesai, ia langsung menuju ke depan rumah untuk mengeluarkan mobil dan mencucinya. Melihat mobilnya, Aksa langsung kembali teringat kejadian semalam. Mobil ini sepertinya akan jadi mobil kesayangannya dibanding dua mobil lainnya yang ada di garasinya.
Aksa mulai mengeluarkan mobil itu dan memanaskannya. Meski ada yang kerja di rumahnya untuk bersih-bersih, tapi urusan mobil, ia lebih suka melakukannya sendiri. Ia mulai mengeluarkan karpet-karpet mobilnya untuk ia jemur.
Saat menarik karpet mobil di baris kedua, matanya melihat sesuatu di lantai. Oh, ternyata dompet. Itu dompet perempuan. Kemungkinan besar milik perempuan semalam. Tidak pernah ada perempuan lain naik ke mobil ini.
Ia teringat kalau perempuan itu sempat mencari dompetnya tapi tidak ketemu. Dan, sepertinya dompetnya terjatuh di lantai mobil.
Aksa membukanya untuk memastikan identitas pemiliknya. Senyum langsung tersungging dari mulutnya, Addara Laksmi, ternyata itu namanya! Dari foto identitas yang ada di dompetnya, Aksa langsung tahu kalau dompet tersebut milik perempuan itu.
“Kita akan segera bertemu Addara…” Aksa tersenyum lebar.
***