“Apa yang kamu lakukan!?” Daffa menahan teriakannya agar tidak terdengar banyak orang. Malika kembali duduk, diam-diam ia memasukkan rambut yang berhasil ia ambil ke saku blazer-nya. “Kamu mengesalkan Daffa! Tadinya aku baik-baik saja, tapi saat kamu ada di hadapanku, rasanya ingin marah. Aku ingin saja meluapkan emosiku,” Malika dengan cuek menjawab pertanyaannya. Daffa mencoba merapikan rambutnya, “Apa tidak bisa untuk menahan emosimu?” “Harusnya kamu bertanya itu pada dirimu sendiri! Apa tidak bisa kamu menahan emosimu? Apa tidak bisa kamu menahan otak mesummu dan tidak berhubungan dengan perempuan lain? Serius, aku salah menilaimu. Kalau aku tahu, kalau aku tahu kamu lelaki macami ini, bahkan nomor Addara pun tidak akan aku berikan padamu dulu..” Malika bicara panjang lebar.