"Butuh kerja, Neng?" Tegur seorang laki-laki yang jauh lebih pantas disebut perempuan karena dari gerak-geriknya, Rindu sesaat diam. Ia tak yakin dirinyalah yang dipanggil.
"Saya?!" tanya Rindu memastikan menunjuk dirinya sendiri, lelaki itu hanya memutar bola matanya malas mendengar celotehan Rindu.
"Ya sama situ lah. Lo pikir Gue ngomong sama tiang listrik gitu." Ketusnya sambil menunjuk tiang listrik yang ada divbelakang Rindu.
"Mau mau. Mau Mas..eh Mbak. Eh... Masba?" sahut Rindu girang tapi juga bingung ingin memanggil orang di sepannya dengan sebutan apa.
"Panggil gue Riski, tapi kalo malem Lo manggil Gue Riska," jawab laki-laki itu membuat Rindu tak mampu menahan gelak tawanya. Baru kali ini seseorang bisa berganti nama dalam satu hari, pikirnya.
"Gak usah ketawa Lo. Mau gak kerja. Daritadi Gue liat lo celingak-celinguk aja. Kayak anak ayam kehilangan kandangnya tau gak!" Rindu semakin merunduk. Apa yang Riski bilang benar, ia memang anak ayam yang kehilangan rumahnya, tepatnya menghilang dari rumahnya. Rindu kembali mengingat bagaimana keras sikapnya terhadap kedua orangtuanya. Bahkan kemarin Rindu sempat berfikir untuk kabur, beruntung Nursam lebih dulu mengijinkannya pergi. Jika tidak! Mungkin sekarang perasaan bersalah itu semakin membayangi dirinya.
"Saya mau Kak Riski. Tapi kerja apa?" tanya Rindu seraya membenarkan ikatan rambutnya membuat Riski melihat betapa mulusnya leher jenjang Rindu. Sesaat ia punya ide wanita ini pasti akan sangat mudah menjadi pengantar minuman di club' tempat kerjanya. Bisa dibayangkan gadis itu akan mendapat banyak tips apalagi kalau ia bisa membawa diri.
"Ikut Gue!" Ajak Riski, Rindu akhirnya pun ikut. Sebelumnya Riski tanpa segan membelikan Rindu beberapa potong baju. Ia tahu kalau baju yang Rindu pakai sudah tak layak dikenakan. Kaos lusuh dengan warna pudarnya. Hahh.. melihatnya saja membuat Riski malas.
"Kita dimana ini, Kak?" tanya Rindu, matanya memindai. Melihat sekeliling begitu indah. Karena Rindu yang tak pernah menginjakkan kakinya di Mal.
"Ini Mal kalo Lo mau tau. Tapi tunggu deh, lo bukan keluar dari goa kan, kok gak tau Mal, sih!" Sarkasnya.
"Yah enggaklah, Kak. Yang keluar dari goa tuh Si buta dari goa hantu. Kalau aku dari Lombok, tepatnya Desa Motong Baan." Jelas Rindu, Riski nampak mengangguk-angguk sebenarnya ia tak mengerti dan tak ingin peduli dari mana asal Rindu. Setelah asik belanja tak lupa Riski mengajak Rindu makan di restoran yang ada di Mal. Berkali-kali mata Rindu melotot saat melihat jejeran harganya, ia bahkan menenggak salivanya kencang saat membaca daftar menu bagian air putih yang dihargai 15 ribu rupiah untuk satu botol kecil di sana.
"Gak usah dilihatin. Gue yang bayar kok!" sahut Riski malas.
"Tapi, Kak. Makan di luar aja yuk kemarin aku makan nasi goreng aja 14 ribu, Kak," balas Rindu.
"Enggak ahk. Gue males makan di kaki lima gitu," jawab Riski seraya memainkan kuku tangannya. Rindu hanya diam, ia tak ingin beradu argumentasi dengan lelaki kemayu itu.
Setelah kenyang Rindu dan Riski pergi dari sana. Ini saatnya Rindu untuk dikenalkan dengan pekerjaan barunya yang tadi dijanjikan Riski, memang sebuah pekerjaan malam yang akan ditawarkan Riski. Hanya saja ia masih punya hati untuk tidak menjerumuskan Rindu ke dunia protitusi.
Rindu kembali mengikuti langkah Riski. Ia terlalu bingung dan pusing saat telinganya dan matanya melihat serta mendengar suatu hal yang tak pernah ia lihat. Tempat yang terlalu ramai dengan orang-orang yang hanya mencari kesenangan semata. Hati Rindu begitu takut dan kalut. Secara naluri seseorang akan merasa tak nyaman saat pertama kali masuk ke club' malam. Apalagi Rindu notabanenya yang anak masjid.
"Mi ada yang mau kerja," ucap Riski yang berganti menjadi Riska dengan pakaian ketatnya. Penampilannya sungguh berbeda dengan dirinya pertama kali. Rindu yang dari tadi terus mengekor dengan Riski tahu kalau laki-laki itu merubah penampilannya di belakang, selain Riski juga ada beberapa pria lainnya yang bertingkah mirip dengannya. Dan Rindu tak ingin dirinya terjerumus sama seperti Riski. Hatinya merasa jika ia telah salah melangkah, deru jantungnya berpacu keras, tapi rasanya percuma karena ia, yang hany seorang diri telah masuk ke dalam perangkap.
"Gak jadi ajah deh, Kak," bisik Rindu ragu. Jelas saja hal itu tak akan mudah. Siapa pun yang telah menginjakkan kakinya di club' ini tak akan mudah untuknya keluar lagi.
"Hei. Tadi kata lo mau kerja apa aja!" sahut Riski kesal. Rindu yang takut mengendurkan pegangannya.
"Jadi kamu mau kerja, Say?" ucap seseorang wanita yang dipanggil Mami itu. Matanya memperhatikan Rindu dari atas sampai bawah. Cukup cantik manis lagi. Ia yakin tuan muda Han Jian akan senang disuguhkan wanita ini.
Han Jian adalah tamu VVIP di club' ini. Ia bisa berbuat apapun disini. Karena tanpanya club' ini hanya butiran pasir di gurun yang tandus. Dan berkatnya juga club' ini tahan dari segala gelombang pasang surut dunia bisnis.
Lelaki pemilih itu baru saja memecat pekerja club' karena dinilainya tidak sopan. Wanita yang datang tadi, dengan sengaja merayu Jian yang tengah lelah setelah selesai bekerja. Lelaki itu bukan tak suka dirayu, hanya saja ia malas dengan wanita yang murahan.
"I-iyah, Bu," sahut Rindu santun juga bergetar. Ia masih tak berani menatap wanita itu.
"Tunggu apa lagi, Novi. Segera dandani wanita ini." Titah Mami Rike sambil tersenyum
"Tunggu, Bu. Saya gak mau kerja kayak gitu!" sahut Rindu berani. Ia takut mami Rike menjualnya sebagai pelac*r.
"Ha ha ha. Tenang saja, tugasmu hanya melayani tuan muda Han Jian minum-minum sampai puas. Setelahnya kau akan mendapat bayaran yang besar." Jelas mami Rike. Sesaat Rindu masih menimbang tapi tatapan serta anggukan kepala Riski membuat Rindu akhirnya mau menerima pekerjaan itu. Kini Rindu telah berganti pakaian dengan pakaian pelayan yang mempertontonkan paha mulusnya. Berkali-kali Rindu menarik roknya tapi tetap saja rok ketat itu tak mampu menutupi semua pahanya
"Inget Lo pokoknya mau aja diapain sama tuan muda Han Jian. Orangnya royal banget, ganteng parah. Enak banget Lo, mami Rike milih Lo pas pertama kali kerja. Biasanya mami bakal cari yang pengalaman buat nglayanin tamu istimewa" Lanjut Novi yang juga sedang asik berdandan. Matanya menatap kebarah Rindu kesal dan sarat akan kebencian. Rindu hanya mampu menenggak ludahnya kasar. Ia sendiri tak paham konteks melayani yang dimaksud Novi. Tapi Rindu tak ingin menolak. Di tangannya sudah ada nampan berisikan sebotol champagne dan gelasnya. Dengan hati-hati Rindu membawanya ke kamar 107 seperti perintah Novi.
"Aduh ini gimana bukanya?" gumam Rindu seorang diri. Ia memegang knop pintu karena dari tadi ia sudah mengetuk pintu tapi belum juga dibuka kan.
Cekleekk!!
Pintu itu terbuka. Menampilkan sesosok pria bertubuh tinggi besar dengan rahang tegas yang sedikit ditutupi bulu. Apalagi pria itu hanya memakai bathrobe sehingga Rindu bisa melihat jelas d**a bidang yang nampak dari sela-sela bathrobenya berada tepat di depannya.
"Masuk!!" sahut pria itu dingin, jantung Rindu semakin berdetak kencang. Ia kira dirinya hanya perlu memberikan botol itu sampai depan kamar, nyatanya kini ia diminta untuk masuk.
"Tapi Tuan." Sanggah Rindu, Namun tatapan nyalang pria itu membuat Rindu membungkam mulut. Ia ingat pesan Mami Rike untuk tidak mengecewakan pria ini.
Dengan ragu Rindu masuk dan meletakkan nampan itu dinatas nakas.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan," pamit Rindu seraya menunduk sopan. Ia berjalan begitu cepat. Berharap segera menghilang dari pandangan lelaki itu.
"Tunggu Memangnya saya minta kamu buat taruh disitu saja? Buka!" balas pria itu yang tengah sibuk mengeringkan rambutnya. Sepertinya ia baru saja mandi.
"Buka?" Rindu semakin gelagapan sendiri. Bagaimana cara ia membuka botol itu. Rindu sama sekali tak mengerti jangan kan membuka botol champange, botol Sprite saja tak pernah. Ia menggaruk tengkuknya, memutar botol itu mencari cara membukanya, sedang Jian terus menatapnya nyalang.
Ssroott!!
Tanpa sengaja Rindu malah mengocok champange itu dan saat tutupnya terbuka membuat isinya berserakkan di lantai. Rindu tak mampu membuka mata karena begitu takut pria di depannya akan marah besar. Apalagi cipratan champange itu mengenai tubuh pria itu, Meski Rindu pun yang kena paling banyak.
"Ma-maaf, Tuan. Saya bakal ganti, tapi tuan jangan marah." Mohon Rindu panik, tangannya spontan menghapus wajah Jian menggunakan handuk yang tadi pria itu gunakan.
Namun Jian menatap nyalang wajah Rindu yang sedikit basah sisa champange.
Gerakkan sensualnya membangkitkan gairah pria itu, dan jangan salahkan ia jika malam ini ia ingin berbuat lebih.