Ji Mei pamit untuk pergi ke toilet. "Aku akan ke toilet sebentar." teriak Ji Mei di samping telinga Lilian. Wanita itu menoleh dan menatap Ji Mei. "Kau mau aku temani?" Ji Mei menggeleng. Menolak tawaran Lilian.
"Tidak perlu. Kau bersenang-senang saja di sini. Lagipula, di sini sangat aman. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan segera kembali." Lilian mengangguk.
Ji Mei pergi meninggalkan Lilian dengan membawa serta tasnya. Wanita itu sudah tidak tahan untuk membuang air kecil. Suhu ruangan yang rendah serta pakaiannya cukup terbuka membuat keinginan buang air semakin besar. Ji Mei melewati beberapa meja. Tidak jarang ia mendapatkan godaan dari pria hidung beelang, tetapi tidak ada yang ditanggapi olehnya. Wanita itu terus berjalan menuju toilet.
Ji Mei sudah beberapa kali ke kelab malam ini, ia juga memiliki akses VVIP sehingga bisa memakai fasilitas toilet yang hanya bisa dipakai pemilik akses VVIP saja, tidak perlu mengantre bersama tamu lainnya seperti toilet umum yang ada di luar. Ji Mei sangat lega, perutnya cukup lega saat ini. Wanita itu membenahi riasan di wajahnya sembari mengecek isi ponselnya.
Aku merindukamu
Satu baris pesan singkat dikirimkan oleh kekasih Ji Mei. Wanita itu tersenyum lantas mengetikkan balasan.
Besok aku akan menginap ke apartemenmu
Setelah mengirimkan balasan itu. Ji Mei bergegas keluar, kembali ke pesta Xiaoxiao karena Lilian pasti menunggunya. Namun, langkah kakinya tertahan saat seseorang menarik lengan dan juga membekap mulutnya. Ji Mei berusaha keras untuk berteriak meminta tolong, tetapi sia-sia. Seseorang memaksanya untuk masuk ke dalam salah satu bilik toilet.
Ji Mei ketakutan. Wanita itu meneteskan air mata frustasi. Saat pintu bilik toilet dikunci, tubuh Ji Mei di balik dan wanita itu bisa menatap langsung orang yang menculiknya. Kedua bola mata Ji Mei terbelalak, tatapannya sinis.
"Dasar berengsek!" Ji Mei memukul dadaa pria yang tertawa terkekeh melihatnya ketakutan serta menangis.
Ji Mei menutupi wajah dengan kedua telapak tangan. Menangis sesegukan di sana. Tubuhnya ditarik sehingga menempel pada tubuh pria yang membuatnya ketakutan.
"Maafkan aku." bisik pria misterius itu.
***
Louis, Jeff sontak berdiri melihat Victor bersama dengan seorang wanita, tetapi sayangnya mereka tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah wanita itu karena topeng yang menutupi sebagian wajahnya.
Hukuman Louis berhasil dilakukan oleh Victor dengan cepat tanpa bertele-tele. Louis bertepuk tangan girang melihat pemandangan itu. Sebab, sangat jarang Victor mencium seorang wanita secara terbuka seperti saat ini. Victor bukanlah seorang pria suci. Victor, Louis, Jeff dan Joe semuanya sama, tidak suci, tetapi yang menjadi pembeda di antara mereka adalah intensitas bercinta dengan wanita asing atau pun berkencan dengan wanita.
Jangan ditanya siapa kekasih Louis, dokter tampan itu sendiri bahkan tidak ingat siapa saja kekasihnya. Mulai dari yang resmi sampai yang hanya menjadi peneman malam sepinya. Victor sendiri sepertinya hanya dua atau tiga kali berkencan lalu semua wanita yang bersamanya diputuskan secara sepihak karena merasa bosan. Victor lebih suka bekerja ketimbang mengikuti keinginan kekasihnya.
"Wow, dia benar-benar melakukannya!" Jeff dan Louis bersulang merayakan apa yang baru saja mereka lihat. Louis sudah menyuruh seseorang merekam adegan itu diam-diam.
"Wanita itu pasti tidak akan melepaskan Victor." Jeff mencoba menebak. Louis akan mengangguk, tetapi gerakannya terhenti.
Mereka terkejut melihat Victor berjalan sendirian kembali menuju meja mereka dan wanita itu melompat kegirangan di sana. Jeff dan Louis saling pandang, bertanya-tanya apa yang terjadi. Namun, hanya dalam hitungan lima menit kemudian. Mereka melihat adegan yang sangat amat langka bahkan sepertinya tidak pernah terjadi pada mereka semua, apalagi Victor.
Menuruti hukuman yang diberikan Joe, Victor harus menyatakan perasaan suka pada wanita yang diciumnya. Bisa jadi, Victor lupa mengatakannya dan ingin kembali berjalan mendekati wanita bertopeng merah yang sebelumnya telah ia cium tanpa izin. Tidak disangka, wanita itu sedang berjalan tepat di belakang Victor. Kedua sahabat Victor, Jeff dan Louis menebak jika wanita itu mengejar Victor, tetapi sepertinya dugaan mereka salah.
Setelah Victor bilang suka pada wanita itu, respon yang didapat ternyata di luar ekspetasi mereka semua. Wanita itu bukan terpesona, justru memaki Victor dengan sebutan p****************g. Tidak sampai di sana, wanita itu juga melewati Victor begitu saja, terlihat jelas sama sekali tidak tertarik dengan pesona ketampanan Victor.
"Astaga! Apa aku salah lihat?" Louis terkejut melihat dan mendengar percakapan antara Victor dan wanita bertopeng merah.
"Kurasa, wanita itu memiliki kerusakan pada matanya!" gusar Jeff.
Victor berjalan ke meja, tempat ia berkumpul. Victor menuangkan wiski ke dalam satu gelas lalu diminum hingga tandas melampiaskan rasa kesalnya.
"Sepertinya, kau malam ini salah mencari lawan. Dia sama sekali tidak tergoda dengan pesonamu," ledek Louis membuat Victor berdecak kesal.
Pria itu melepas topeng yang menutupi sebagian wajah tampannya. Topeng itu dibanting ke lantai lalu diinjak oleh Victor. "Topeng sialan!" umpat Victor marah.
Pria itu merasa tidak suka karena sudah direndahkan oleh seorang wanita asing. "Jika dia melintas di depanku, maka aku tidak segan untuk membalas memakinya dengan keras," kata Victor terlihat dendam.
Jeff mengelus punggung Victor dan mengajaknya bersulang. "Ada hari di mana kita akan mendapatkan kesialan. Mungkin saja, hari ini adalah hari sialmu. Kau harus berbesar hati untuk menerimanya." Nasihat bijak Jeff.
"Anggap saja, itu pengalaman menarik dalam hidupmu," timpal Louis dan Victor berdecak kesal.
Meskipun tetap kesal, Victor tetap perhatian terhadap sekelilingnya. "Ke mana Joe? Jangan katakan jika dia pulang duluan?"
"Dia sedang ke toilet," jawab Jeff enteng. Louis memiringkan kepala, tampak sedang berpikir.
"Toilet? Hm ... sudah hampir sepuluh menit dan belum kembali? Menarik sekali." Seulas senyum terbit di wajah tampan Louis. Victor dan Jeff seolah paham akan maksud Louis serentak menggeleng.
"Hilangkan pikiran kotormu itu. Dia tidak akan melakukannya dengan wanita sembarangan sepertimu. Kau tentu tahu, dia sangat mencintai kekasihnya," protes Victor.
Louis mengedikkan bahu. "Semua bisa saja mungkin terjadi jika dia menemukan wanita yang lebih cantik dari kekasihnya," balas Louis realistis.
"Apa kalian pernah melihat wajah kekasihnya? Kita bersahabat selama bertahun-tahun, tetapi sama sekali tidak pernah tahu bagaimana bentuk wanita itu. Joe menyimpannya dengan sangat rapat." Jeff mulai bertanya-tanya, merasa semakin penasaran.
"Apa mungkin, Joe mengalami gangguan jiwa? Sehingga berhalusinasi memiliki kekasih, padahal dia tidak punya? Dengan kata lain, wanita yang ia anggap sebagai kekasih itu hanya imajinasinya semata. Untuk itu, kita tidak pernah bertemu bahkan dikenalkan secara langsung. Oh, sial! Kenapa aku tidak memikirkan ini sejak dulu?" Louis mengemukakan diagnosanya.
Victor hanya diam. Mencerna semua perkataan Louis dan juga Jeff. Pria itu tampak ikut berpikir, bagaimana jika yang dikatakan Louis benar? Apakah masih bisa diobati penyakit seperti itu? Victor menuangkan champagne ke dalam gelasnya dan menelannya hingga tandas.
"Apa ada obat untuk penyakit seperti itu?" tanya Victor dan Louis serta Jeff mengedikkan bahu. "Entahlah. Aku tidak yakin."
***
Lima belas menit dihabiskan Lilian berkeliling hampir semua sudut kelab untuk mencari keberadaan Ji Mei, tetapi tetap saja wanita itu tidak menemukannya. Lilian menyerah. Wanita itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas, lalu mengirimkan pesan singkat pada Ji Mei memberitahu jika dirinya akan pulang dengan taksi. Waktu saat ini sudah menunjukkan pukul 23.37. Lilian sudah lelah, ditambah lagi kepalanya sudah mulai berat akibat terlalu banyak minum.
Lilian mencoba menghubungi pusat pemesanan taksi online, tetapi ternyata dirinya justru menelepon Oscar. Saat panggilan mulai tersambung, Lilian tampak tidak menyadari kesalahannya.
"Hallo, Tuan, bisakah jemput aku di Zhanglay sekarang?" ucap Lilian dengan suara sedikit tidak begitu jelas. Suara hingar bingar musik kelab begitu keras sehingga suaranya tertutupi.
"Lili? Kau mabuk? Kau di kelab itu?" Suara Oscar tampak cemas.
Lilian memicing dengan pandangan yang sedikit kabur. "Oscar? Mengapa ada suara Oscar di teleponku? Apa aku sedang berhalusinasi?" gumam Lilian.
Oscar berdecak dan sedikit berteriak. "Kau jangan ke mana-mana! Aku akan segera menjemputmu! Beritahu aku posisimu di mana? Kau dengar suaraku?"
Lilian mengangguk. "Aku sedang duduk manis di depan bartender. Ayo, mau pulang, kepalaku sudah berat sekali."
"Aku akan segera tiba! Aku berada di lokasi yang tidak jauh dari tempatmu."
Sambungan telepon telah mati. Lilian tersenyum lebar. Wanita itu tampak bahagia. "Astaga, dia akan menjemputku. Pangeranku akan segera tiba," gumam Lilian dengan menaruh kepala ke atas meja bartender.
Beberapa pria mendekati Lilian saat wanita itu sedang asyik menyanyi, pengaruh dari mabuknya. Namun, semua menjauh karena bentakan dari wanita itu. Meskipun mabuk, Lilian tetap saja bisa bersikap sangar dan ketus. Bartender yang berada di depannya pun hanya terkekeh geli melihat kelakuan wanita itu.
Sepuluh menit berlalu, seorang pria berdiri dengan berkacak pinggang di belakang tubuh Lilian. Pria tampan itu menggeleng lalu mencoba memapah tubuh wanita bergaun putih itu. Lilian memberikan makian lalu dorongan kuat, ia pikir p****************g yang mencoba menggodanya.
"Ini aku! Ayo, kita pulang!" Oscar menaruh kedua telapak tangannya pada kedua sisi pipi Lilian agar wanita itu menatapnya.
Telunjuk Lilian menyentuh ujung hidung Oscar. Wanita itu tersenyum layaknya orang bodoh. "Akhirnya, kau datang. Aku sudah lelah menunggumu."
Lilian berada dalam rangkulan Oscar. Pria itu membawa Lilian menuju parkiran dan membantu wanita itu duduk manis ke dalam mobilnya. Kait topeng yang dipakai Lilian terlepas sebelah membuat wajahnya sebagian terlihat sebelum Oscar menutup pintu mobil secara rapat.
Dari tempat yang tidak begitu jauh, seseorang memicing menatap ke arah mobil hitam yang baru saja tertutup rapat.
'Apa aku tidak salah lihat? Apa dia manusia?'