05 - Kesempatan dalam Kesempitan

1869 Kata
Joe memicingkan mata, memastikan jika ia tidak salah melihat orang. Meskipun ditutupi oleh topeng putih, Joe masih bisa mengenalnya dengan baik. Aktor tampan itu meminta izin kepada dua sahabatnya untuk pergi sebentar. Tidak mengatakan tujuan spesifiknya kepada Louis dan Jeff. Kedua sahabatnya pun tidak ambil pusing dengan kepergian Joe. Mereka pikir, Joe hanya ingin buang air kecil yang sangat manusiawi. Joe rela melewatkan momen hukuman Victor demi memastikan sesuatu. Langkah kakinya menyusuri tempat sepi. Beberapa penjaga yang sudah mengenal baik dirinya mempermudah seluruh akses untuk Joe dalam kelab itu. Berjalan mengendap-endap mengikuti perjalanan seseorang yang berada di depannya. Joe sudah sangat yakin jika dirinya tidak akan salah orang. Wajah Joe berseri. Senyumannya merekah cerah. Waktu larut malam, tidak mengendorkan semangatnya. Joe sengaja menarik dan membekap mulut wanita yang baru saja keluar dari toilet untuk kembali masuk ke sana. Tidak disangka jika wanita itu ketakutan dan menangis. Joe merasa bersalah dan menyesal. Tindakannya bisa menyebabkan trauma pada wanita itu. Ibu jari Joe menyapu air mata yang mengalir di wajah cantik wanita itu. Ya, wanita itu adalah Ji Mei. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu takut." Joe menenangkan Ji Mei. Wanita itu berhenti menangis lalu keduanya saling pandang. "Kenapa kau tidak bilang jika datang ke sini?" tanya Joe pada Ji Mei. "Aku sudah memberitahumu jika aku akan menghadiri pesta malam ini. Kau juga tidak memberitahuku jika kau datang ke kelab ini?" Ji Mei ikut protes pada Joe. Joe menyelipkan rambut Ji Mei ke belakang telinga. "Bukankah kau tahu, hanya kelab ini yang bisa kudatangi tanpa takut untuk ketahuan paparazi? Itu alasannya, mengapa aku memberimu akses VVIP yang sama denganku." Joe mencoba menjelaskan pada Ji Mei. Ji Mei mengangguk. "Apa kau senang malam ini bisa bertemu dengan sahabatmu lagi?" tanya Ji Mei. Joe mengangguk pelan, tetapi detik berikutnya ekspresinya berubah masam. "Awalnya aku cukup senang, tetapi setelah melihatmu, rasa senang itu menguap begitu saja," ungkap Joe. Ji Mei menaikkan sebelah alis. "Mengapa begitu? Apa kau tidak suka bertemu denganku di sini?" Joe mencium bibir Ji Mei sekilas. "Aku kesal melihatmu berpakaian terbuka seperti ini. Aku sangat takut jika p****************g menggodamu. Kau sangat cantik malam ini, sehingga membuatku kesal sendiri." Ji Mei memberengut lalu memukul d**a Joe karena malu. "Tidak mungkin aku memakai piyama pandaku ketika aku menghadiri pesta," protes Ji Mei. "Tapi penampilan malam ini membuatku benar-benar marah dan kesal. Aku kesal karena tidak bisa menunjukkan secara terang-terangan kekasih cantikku. Aku juga marah pada diriku sendiri karena selalu bertindak sebagai pengecut." Joe mengeluhkan dirinya sendiri. Ji Mei mengelus wajah tampan aktor ternama itu. "Kita berkencan bukan satu atau dua bulan. Kita sudah bersama tiga tahun lama dan kau masih berkata seperti ini? Bukankah kita sudah saling percaya, jika suatu saat nanti, jika waktunya telah tiba, kita bisa berjalan bergandengan tangan bersama di depan semua orang tanpa rasa khawatir dan cemas." Bagaimana Joe tidak jatuh cinta berkali-kali pada wanita di hadapannya jika wanita itu memiliki kesabaran seluas dunia untuk memahami kehidupan keartisannya yang cukup keras. Joe bertekad, akan bekerja keras lalu meninggalkan dunia artisnya agar bisa hidup lebih tenang bersama Ji Mei. Dengan wajah yang begitu dekat, aroma wiski yang menguar dari mulut dan tubuh seksi Ji Mei membuat Joe menggila. Gairahnya meledak begitu saja. Joe memiringkan kepala hingga bibir mereka bersentuhan satu sama lain. Tubuh Ji Mei terdorong ke belakang, menempel pada dinding toilet. Ciuman mereka semakin penuh dan sangat bersemangat. Joe memeluk erat tubuh Ji Mei, tidak dapat lagi mengendalikan diri. "Aku menginginkanmu," bisik Joe parau di samping telinga Ji Mei. Ji Mei menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk menyetujui. Gairahnya sudah tidak teredam lagi. Ji Mei mengambil risiko sangat besar. Ini bukan pertama kalinya mereka bercinta di dalam ruang sempit seperti toilet. Dulu satu tahun lalu, mereka pernah bercinta di bilik tempat ganti pakaian. Keduanya penasaran akan sensasi menantang dari kegiatan singkat dan punya risiko amat sangat besar. Lidah Joe menyusuri bibir bawah Ji Mei. Wanita itu segera membuka mulut dan menautkan lidah mereka. Tangan Joe menekan punggung Ji Mei agar mereka menempel satu sama lain. Ciuman mereka semakin liar dan panas. Tangan Joe bergerak ke bawah, menurunkan secara cepat penghalang Ji Mei lalu beralih meremas b****g wanita itu membuat Ji Mei mendesah. Ji Mei secara terlatih melingkarkan kaki ke pinggang Joe. Joe sendiri dengan lihai menurunkan tali dress milik Ji Mei dan sepenuhnya pakaian itu jatuh ke lantai. Kini Ji Mei sudah dalam keadaan polos. Pemandangan indah yang tidak pernah membuat bosan kedua mata aktor tampan itu. Joe meremas kedua gundukan kenyal milik Ji Mei secara bergantian lalu menyecapnya bergantian kanan kiri. Jemari panjang Joe bergerak ke arah bawah membelai belahan itu dengan penuh kelembutan membuat tubuh Ji Mei melengkung dan desahannya semakin menjadi-jadi. Ji Mei dengan satu tangan secara piawai melepas sabuk pinggang Joe dan menurunkan celana pria itu hingga benda tumpul miliknya berdiri kaku. "Cium aku, seperti biasa." Joe memerintahkan Ji Mei untuk menciumnya agar suara desahann dan erangan mereka dapat tertahan sehingga tidak di dengar jelas oleh orang di luar sana. Tidak ingin berlama-lama, Joe membasahi miliknya dengan air liur lalu mulai membenamkan diri ke dalam tubuh Ji Mei. "Ini benar-benar nikmat," lirih Ji Mei. "Kau yang terbaik, Sayang," ucap Joe dengan napas tersengal. Joe memfokuskan diri bergerak dengan tempo lambat lalu cepat. Memberi hujaman dalam-dalam. Ji Mei ikut bergerak untuk mengimbangi gerakan Joe. Mereka berdua saling menyentak liar, berusaha keras untuk meraih puncak kenikmatan yang sebentar lagi dijangkau. Ji Mei lebih dahulu mendapatkan puncak, diikuti oleh Joe yang bergerak sangat liar sebelum pada akhirnya, menyebut nama Ji Mei saat pelepasannya tiba. "Aku belum puas," bisik Joe dengan tatapan penuh gairah. Ji Mei menyeka peluh yang muncul di dahi aktor tampan itu. "Kita harus menyudahinya. Ini bukan tempat yang tepat," balas Ji Mei lirih. "Pulanglah ke apartemenku malam ini." Tatapan Joe sarat akan harapan dan dambaan membuat Ji Mei luluh lalu mengangguk. "Terima kasih, Sayang. Aku mencintaimu." Keduanya membenahi diri. Mereka akan melanjutkan aktivitas panas di apartemen Joe. *** Victor dan Jeff memilih untuk pulang lebih awal, karena besok keduanya harus terbang ke dua kota yang berbeda. Victor ke Beijing, sedangkan Jeff ke Chengdu untuk pemotretan. Louis tetap tinggal di dalam karena ingin mencari mangsa sebelum pulang ke rumah. Besok ia ingin meliburkan diri selama satu minggu untuk pergi mengunjungi kekasihnya di Hongkong dan Taiwan secara bergantian. Jeff memanggil asistennya untuk menjemputnya karena penyanyi tampan itu mengkonsumsi alkohol sehingga tidak dizinkan untuk mengemudi sendiri. Begitu pula Victor, pria itu menyuruh salah satu staf kelab malamnya untuk menjadi sopir pribadi dadakan yang mengantarnya pulang ke rumah. "Aku akan menyuruh pegawaiku untuk mengirimkan surat penawaran pada manajermu. Kau harus menyetujuinya," kata Victor dengan merangkul Jeff. Jeff terkekeh. "Kupikir, tidak ada alasan untukku menolak permintaanmu, apalagi dengan jumlah p********n yang cukup membuatku senang." Victor menawarkan Jeff untuk menjadi salah satu pengisi acara di kelabnya. Meskipun Jeff adalah sahabatnya, Victor tidak serta merta memanfaatkannya dengan membayar pria itu dengan harga di bawah standar. Victor bahkan menaikkan 3% dari harga yang ditetapkan oleh manajemen Jeff. Kelab malam milik Victor tentu akan menghasilkan laba berkali lipat jika berhasil menghadirkan Jeff untuk tampil di sana. Ketenaran Jeff sudah tidak perlu diragukan lagi dan setiap kali ia mengeluarkan lagu atau album, semua akan langsung berada pada puncak chart. "Aku menunggu kabar baik dari manajemenmu. Jika manajemenmu menolak, kau tinggalkan saja. Aku akan membuatkan agensi pribadi untukmu," canda Victor. "Aku sungguh tersanjung, Kak." Keduanya berpelukan lalu Jeff melangkah lebih dulu menuju mobil dengan melambaikan tangan pada Victor. Victor masih berdiri menantap kepergian mobil Jeff. Di belakang pria itu berjejer enam pria berpakaian hitam yang bertugas menjaga keamanan sang pemilik kelab. Victor menoleh ke arah suara yang sedikit gaduh, tidak jauh dari tempatnya berdiri. Suara racauan seorang wanita di dalam rangkulan seorang pria. Bukan pemandangan yang aneh jika itu terjadi di sekitar lingkungan kelab. Victor pikir, bukan sesuatu yang penting untuk ia lihat, tetapi ada satu hal yang membuatnya terus menatap pemandangan itu. Wanita mabuk itu adalah wanita yang sama, yang telah menyakiti harga dirinya. Wanita yang berani memakinya p****************g. Muncul dalam kepala Victor pertanyaan sosok pria yang sedang bersamanya. 'Apa pria itu pria asing yang ingin menghabiskan malam dengannya? Mungkin juga, pria itu adalah kekasih dari wanita itu? Atau pria itu hanya sekadar teman dari wanita itu?' Semua pertanyaan itu mendadak berputar di dalam otak Victor. Pria itu segera menepis semua pemikiran itu. "Sial! Untuk apa aku memikirkannya? Tidak ada urusannya denganku!" gumam Victor dan ingin bergerak, tetapi lagi-lagi tidak jadi. Kedua bola matanya terbelalak saat melihat topeng wanita itu terlepas. Tidak sepenuhnya Victor bisa melihat wajah wanita itu hanya sebagian, tetapi Victor tidak bisa menutupi rasa keterkejutannya. 'Apa aku tidak salah lihat? Apa dia manusia?' Victor membatin. Paras wanita itu berhasil membuat jantungnya berdetak kencang. Kilasan rasa manis tequila yang berasal dari mulut wanita itu mendadak kembali muncul membuat Victor menelan saliva susah payah. "Sial! Mencium wanita itu hanya dalam hitungan detik, tetapi memberikan efek samping cukup besar setelahnya. Tidak! Aku tidak boleh terganggu oleh wanita yang tidak jelas asal usulnya." Victor menguatkan tekad untuk melangkah menuju mobilnya, mengabaikan keberadaan wanita asing itu. "Sudah berapa kali aku mengumpat hari ini hanya karena satu orang. Ya Tuhan, menyebalkan sekali." Victor tidak henti-hentinya bergumam dan menggerutu pada dirinya sendiri. *** Oscar menghela napas panjang saat melihat Lilian yang memejamkan mata sembari bergumam umpatan entah ditujukan pada siapa. Wanita itu membuatnya panik ketika mendengar suara meracau saat di telepon dan bisa dipastikan Lilian kembali mabuk. Orang yang selalu direpotkan ketika wanita itu mabuk adalah dirinya. Oscar memang sengaja menyuruh Lilian menjadikannya kontak darurat teratas agar jika terjadi sesuatu pada wanita itu, ia lebih cepat dihubungi. Pria tampan yang masih memakai setelan jas itu melepas topeng Lilian. Oscar juga membantu merapikan poni wanita cantik itu lantas tersenyum. "Maafkan aku tidak memenuhi janjiku. Aku memiliki urusan yang jauh lebih penting. Lain kali, aku pasti menemanimu dan tidak membiarkanmu mabuk sendirian seperti ini lagi." Oscar menepuk puncak kepala Lilian lalu mengelusnya dengan sangat lembut. Pria itu menyalakan mesin mobil dan melaju menuju tempat tinggal Lilian. Oscar membopong tubuh Lilian dari mobil menuju lantai 18. Lilian melingkarkan kedua lengannya begitu erat di leher Oscar dan menyimpan wajahnya di ceruk leher pria itu. Oscar menganggap tidak menganggap tindakan Lilian berlebihan, itu hal biasa yang dilakukan wanita itu ketika mabuk. "Dasar manja! Jika kau melakukan hal ini dengan pria lain, aku yakin, kau tidak akan selamat," gumam Oscar. Pria itu mengetahui password apartemen yang ditinggali Lilian dan Ji Mei, sehingga ia bisa masuk dengan mudah mengantarkan Lilian ke atas tempat tidur. "Kau, p****************g! Menyingkirlah. Aku tidak menyukaimu!" "Kau berengsek!" Oscar terkejut mendengar bentakan Lilian. Pria itu pikir, Lilian memakinya karena sudah sadar. Akan tetapi, mata wanita itu masih terpejam rapat. Ternyata, Lilian masih meracau. Oscar menyelimuti wanita itu, memastikan jika Lilian merasa hangat dan aman. Pria itu mengelus lembut kepala Lilian. "Maaf, aku tidak bisa menemanimu di sini. Kuharap kau tidak melakukan hal bodoh seperti terjun dari balkon nantinya. Tidurlah dengan nyenyak." Oscar merapikan anak rambut dan poni Lilian. Pria itu menuliskan sebuah pesan yang akan ia tinggalkan di meja yang berada di samping tempat tidur Lilian. Maaf, aku tidak bisa menunggumu sampai sadar. Aku memiliki urusan penting. Aku janji akan mentraktirmu makan di restoran mana pun yang kau inginkan -Oscar- Pria tertampan di muka bumi ^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN