Kaivan pulang ke rumah dengan sebuah perasaan bersalah. Bagaimana pun ia memang sudah terikat dengan Silviana dalam sebuah pernikahan. Dan pertemuannya beberapa saat lalu dengan Lujeng disertai keinginannya untuk mengecup bibir ranum mantan kekasihnya itu, membuat Kaivan dirundung rasa bersalah. Salahkan setan yang tadi sempat menguasainya, hingga ia bertindak secara implusif. Terlebih saat melihat putri kecilnya—Ana, Kaivan semakin diserbu rasa bersalah. “Papa, kok baru pulang? Katanya cuma sebentar perginya.” Ana mendekap Kaivan yang baru saja memasuki ruang tamu. “Maafin Papa ya, Sayang. Tadi Papa harus ketemu teman Papa, jadi lama,” terang Kaivan berbohong. “Ana mau maafin Papa?” Gadis kecil itu mengangguk. “Iya, dong. Orang baik kan harus maafin.” Kaivan tersenyum mendengar jawaba