Pernikahan

1980 Kata
Di dalam ruang tertinggi disebuah perusahaan, seorang pria tengah membaca detail laporan yang di berikan oleh Sekertaris Roy. Laporan tersebut sudah ada ketika Ziko baru saja kembali dari Café. Pria itu menautkan alis ketika mendapatkan kejanggalan dalam kisah hidup gadis itu. “Aku ingin semuanya beres besok!” Berkata sambil menutup laporan tebal yang dipengangnya. “Baik, Tuan.” Sedang di tempat lain, Morgan menghampiri Hana yang baru saja keluar dari toilet. Pria bertubuh atletis itu kelimpungan mencari Hana ketika sang tamu VIP tadi mengatakan jika Morgan segera bergegas mencari koki yang berhasil mendapatkan hatinya itu ketika tamu VIP itu keluar dan mengatakan jika koki yang melayaninya tidak becus bekerja dan menyuruh Morgan memecatnya jika tidak ingin cafe miliknya rata dengan tanah. “Hey ada apa? Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Morgan khawatir. Morgan melihat kesedihan di wajah sahabatnya, tapi Hana tidak menjawab dia malah pergi tanpa memperdulikan Morgan. “Hana, kau kenapa?” Morgan mencoba meraih lengan Hana, namun dengan segera Hana menepis tangan Morgan dan pergi. Morgan, maafkan aku. Aku ini wanita kotor dan pembawa sial. Hana terus berlari meninggalkan Morgan yang sepertinya terkejut akan sikapnya. Meninggalkan tempat terkutuk itu untuk sementara. Ya, Hana membenci kejadian dan tempat tadi. Sangat membencinya. Hana berniat ijin dulu hari ini. Menenangkan hati dan pikiran sebelum akhirnya dia kembali menjalankan peran Hana yang ceria itu kembali dengan baik. Namun, baru saja Hana tiba di parkiran. Dua orang berbaju hitam menghadang jalannya. “Silahkan, Nona. Tuan Muda Ziko sudah menunggu anda di mobil” tuturnya membuat Hana semakin kesal. Apa lagi ini? Apa dia belum puas memperlakukanku tadi? Tidak ada jalan lain, tidak ada peluang kabur. Dengan langkah gontai Hana mengikuti pria itu dan masuk ke dalam mobil. Deg! Keberadaan orang yang baru saja menorehkan luka di hatinya itu benar-benar sudah menunggunya. Ziko terlihat lebih rileks dan santai duduk didalam mobil miliknya, mengacuhkan keberadaan Hana yang terpaku di tempat. Ziko terdiam menatap arah depan dengan wajah datar, seperti tidak terjadi suatu hal tadi. “Silahkan masuk, Nona,” ujar Sekertaris Roy yang mengerti ketakutan dan kebingungannya. Hana masuk setelah melihat wajah senyum Sekertaris Roy, duduk tepat di samping Ziko dengan jarak jauh. Hana meremas ujung baju ketika suasana semakin mencekam. Tidak ada percakapan selama perjalanan. Pria kejam yang melakukan tindak asusila terhadapnya itu hanya dia seribu bahasa dengan posisi yang sama, begitupun dengan pria yang menyetir yang tak lain Sekertaris Roy. Hana tidak berani walau hanya bertanya Akan dibawa kemana dirinya. Dia hanya pasrah dan sibuk melantunkan doa-doa agar tuhan masih memberikan belas kasih untuknya. Hingga akhirnya, mobil sport yang mereka tumpangi tiba di depan gerbang besar dan tinggi. Tin tin tin Klakson berbunyi sangat nyaring seperti alarm tsunami datang. Mata Hana membulat ketika melihat segerombolan orang berlari menghampiri mobil yang ditumpangi. Hal itu semakin membuat Hana gemetar ketakutan, seperti manusia yang akan dimangsa oleh segerombolan zombie. Sedang Ziko tersenyum sinis saat netranya menangkap tubuh kecil sok berani itu ketakutan. Jauh dalam pemikiran Hana, segerombolan orang tersebut ternyata berbaris dan menyambut kedatangan Ziko. Sampai segitunya? Siapakah dia sebenarnya? Tubuh Hana mulai sedikit tenang, Sekertaris Roy keluar dan membukakan pintu untuk Ziko kemudian memutar mobil membuka pintu untuk Hana. Hana tersenyum dan membungkuk hormat kepada Sekertaris Roy. “Terima kasih,” tutur Hana sopan. Kau tidak perlu melakukan hal serupa kepadaku, paman. Aku hanyalah debu baginya bukan permaisurinya. Batin Hana tersenyum getir. Semua orang membungkuk ketika Ziko mulai menginjakan kakinya di bumi, seperti seorang raja. Semua orang yang hadir tetap membungkuk di posisi hingga Ziko melewati mereka dan menghilang dari pandangan. Hana sempat tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia mencubit beberapa kali pipi. “Auw!” Ini bukan mimpi. Tapi siapa dia? Kenapa semua orang seperti tidak ada harga diri didepannya. Dan kau paman, kenapa membungkuk? Usiamu bahkan lebih tua darinya. Hana semakin tidak nyaman ketika seorang pria paruh baya ikut menyambut dan membungkuk. Tak lupa juga Hana tersenyum dan memberi hormat kepada mereka semua. “Roy! Aku ingin semuanya beres besok!” Suara Ziko membuyarkan lamunan Hana yang sedari tadi mengekor dibelakang. “Baik, Tuan.” “Silahkan, Nona. Anda ikut saya.” Roy kembali mempersilahkan, Hana mengikuti Roy, meninggalkan Ziko yang sudah masuk kedalam ruangannya tanpa memperdulikannya. “Ini ruangan anda, Nona. Silahkan panggil saya atau pa Tri jika membutuhkan sesuatu.” Roy menunjuk seorang pria paruh baya tadi. Oh namanya Pak Tri. Hana tersenyum ramah, tapi Pak Tri hanya memasang wajah datar dan membungkuk. “Terima kasih, Sekertaris Roy.” Sekertaris Roy membungkuk. Kemudian berbalik diikuti Pak Tri di belakangnya. Kenapa semuanya terlihat sangat kaku? Hana menatap ruangan luas dihadapannya, saking luasnya Hana sampai tidak melihat ujung ruangan ini. Awalnya Hana mengira ini adalah aula mewah, namun ketika melihat sofa besar di tengahnya ternyata ini adalah kamar. Hana menyusutkan tubuhnya hingga terduduk dilantai, kemudian membenamkan wajah dikedua kakinya. “Ibu, Hana rindu, hiks.” Mulai menumpahkan cairan yang sedari tadi di tahannya. Hana begitu lemah dan terluka hari ini. Tidak ada yang Hana inginkan selain bertemu dengan ibu saat ini, memeluknya dan menceritakan betapa sakitnya luka ini. “Ibu, Hana mau ikut ibu saja, hiks!" Lama Hana menangis hingga akhirnya ia tertidur tepat di depan pintu. Pagi menjelang, matahari keluar nampak malu-malu menghangatkan setiap makhluk di bumi yang sepertinya enggan untuk bangun. Termasuk Hana yang enggan membuka mata, meski dingin melanda karena ia tidur di lantai, gadis itu tidak terganggu sedikitpun. Bagi Hana itu biasa, Hana sering tidur dilantai gudang ditemani gelapnya malam. Kadang sealas kardus yang baik hati menemaninya. Berbeda dengan Ziko, pria itu kini sudah bercermin di depan kaca besar. Merapihkan tampilannya yang memakai tuxedo hitam favoritnya dihiasi dengan dasi merah membuat penampilannya semakin sempurna. Tak lupa juga Ziko menarik rak yang berisi kotakan jam branded dengan harga fantastis, Ziko memilih warna hitam mengkilat untuk menyempurnakan fashionnya hari ini. Tok tok tok “Nona.” Suara pria mengganggu tidur Hana. Hana yang enggan bangun mau tidak mau bangun hanya untuk sekedar membuka pintu. “Hoam!” Hana meregangkan otot-ototnya, menangis hingga larut malam ternyata sangat menguras tenaga. Namun, di detik kemudian Hana terlonjak. Dia lupa jika dia bukan tidur di gudang ayah, melainkan di rumah pria jahat. “Nona.” Ketukan terdengar lebih nyaring hingga membuyarkan lamunan. Dengan sigap Hana merapihkan rambut kemudian membuka pintu, menyembulkan sedikit kepalanya untuk melihat siapa yang membangunkannya. Takut jika sewaktu-waktu tuan Ziko melihat dalam keadaan acak-acakan. “Maaf mengganggu anda, Nona. Mereka adalah tata rias yang dikirim Tuan muda.” Pa Tri menunjuk dua wanita cantik dengan fashion yang sangat pas ditubuh mereka. Hana mengangguk mengerti kemudian mempersilahkan kedua wanita itu masuk. “Perkenalkan, Nona. Nama saya Mona dan ini rekan saya Maya. Kami ditugaskan Tuan muda untuk merias anda.” Hana mengangguk, kemudian tersenyum ramah. Untuk apa aku dirias? Gumam Hana Hmm, Nona ini sangat manis sekali sekali. Maya tersenyum melihat wajah Hana yang tersenyum berseri walau sangat terlihat baru bangun tidur. Hana yang menangkap Maya menatap dirinya tersenyum kikuk, kemudian Mona temannya meremas tangan Maya seperti tanda peringatan. “Mari nona! Saya bantu untuk membersihkan diri." Mona dan Maya mendekat untuk membantu Hana membuka baju dan membersikan diri. Hana undur. “Tidak usah repot-repot, Mbak. Saya biasa melakukannya sendiri kok,” ucap Hana membuat kedua pria itu saling menoleh. “Kami mohon, Nona. Kami akan mendapat hukuman jika tidak menjalankan tugas kami dengan benar,” ujar Maya lirih, membuat Hana menatap keduanya dengan tatapan iba. Hana tahu Ziko sangatlah kejam, pada siapapun. Tanpa protes lagi Hana membiarkan kedua perias membuka satu persatu baju yang melekat di tubuhnya. Kedua tata rias tersebut mulai membersihkan seluruh tubuh Hana dengan sangat cekatan dan hati-hati, mulai dari menggosok seluruh badan Hana, membersihkan rambut serta merias seluruh tubuhnya. Mengapa aku di rias seperti ini.Meski bingung, Hana tetap diam. Membiarkan mereka menjalankan tugasnya. “Nona sangat cantik sekali,” ucap Maya dengan tangan yang masih merapihkan juntaian rambut Hana yang menghalangi wajah Hana. Hana menatap Maya seperti kesakitan karena menampakan kening yang mengkerut. Oh baiklah, kalian ini waras kan? Hana aneh dengan tingkah Mona yang selalu mencubit lengan Maya ketika Maya mengeluarkan pendapatnya. Karena menurut Hana itu wajar. “Apa itu aku?” Hana sangat takjub dengan gadis yang terlihat di cermin. Meski penglihatannya sedikit buram, Hana tetap dapat melihatnya. “Ya nona, itu anda. Anda sangat cantik sekali," timpal Mona, Hana tersenyum kepada Mona. Bagaimana bisa, aku gadis yang seperti upik abu ini berubah menjadi Cinderella. Aku yang biasa terlihat culun dengan kepangan rambut dan kacamataku langsung terlihat seperti putri. “Eh, kacamataku?” “Ini kacamata anda, Nona." Maya menyerahkan. “Terimakasih,” Hana hendak memakai kacamatanya. Namun, suara Maya mengejutkan. “Ada apa?” “Apa sebaiknya anda tidak memakai lagi kacamata itu?” “Kenapa? Aku tidak bisa melihat dengan jelas jika tidak memakai ini.” Protes Hana. “Anda bisa memakai ini nona.” Maya menyerahkan lensa minus yang sesuai dengan mata Hana. Tanpa banyak protes Hana mengangguk dan memakai lensa tersebut dengan bantuan mona dan maya. Setelah semuanya selesai, Hana digiring oleh kedua tata rias tersebut untuk turun, tak lupa juga ditemani Pa Tri yang sudah berdiri di samping pintu. Baru saja keluar, mata Hana langsung di suguhkan sosok tampan dan mempesona. Duduk diam dengan wajahnya yang khas. Sejak kapan pria itu sudah dipajang disitu? Mata Ziko terdiam ketika menangkap sosok gadis kecil yang cantik jelita di balut kebaya putih dengan sanggul di kepalanya menuruni tangga di temani dengan Pa Tri dan dua wanita suruhannya. Hatinya merasakan hal berbeda. Tidak! Ziko menyangkal. Dia menetapkan jika debaran di hatinya itu karena dia akan mengucapkan janji. Tidak mungkin dia tertarik dengan gadis cupu itu kan? Cih! Yang benar saja! Berbalik dengan Hana yang deg degan karena ternyata sudah ada beberapa orang dibawah yang menunggunya, tangannya gemetar hingga keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Kakinya yang kecil terus berjalan perlahan menuruni anak tangga diiringi doa doa yang Hana lantunkan dalam hati. Ada apa ini? Apa aku akan dijual? Ibu kumohon tolong aku. Tuhan tolong kasihanilah aku untuk kali ini saja. Mata Hana terus menatap kakinya yang gemetar, tanpa sedikitpun berani mendongkrakkan wajah hingga membuatnya tidak dapat melihat siapa saja orang orang dibawah itu selain Ziko tadi. Hampir sampai, Hana memberanikan diri untuk mendongkrak meski sekilas. Ayah! Sekelebat Mata Hana menangkap sosok pria yang selama ini tak menganggap dirinya sedang tersenyum kearahnya. Kenapa ayah begitu bahagia? Mungkinkah tuan Ziko membebaskan ku dan ayah? Mata Hana berkaca kaca berharap hal itu benar terjadi, ingin sekali rasanya dia memeluk ayah dan pergi dari neraka berbalut istana ini. Hana semakin dibuat bingung ketika seorang pria berpeci menyuruhnya untuk duduk di samping tuannya. Ada apa ini. “Apa anda sudah siap nona?” tanyanya. Hana hanya terdiam, karena memang tak mengerti akan sandiwara apa ini. Pria itu terlihat langsung terdiam ketika Ziko melempar tatapannya. “Baiklah, silahkan Bapa Sutomo. Anda bisa ikuti kata-kata saya.” Apa-apaan ini? Aku akan menikah?Benar-benar menikah dengan pria kejam ini? Hana menatap ayahnya dengan sendu, bahkan air matanya sudah diujung mata. Ayah kumohon jangan lakukan itu, aku tidak ingin menikah dengan tuan ini. “Bismillahirrohmanirrohim.” “Bismillahirrohmanirrohim.” Sutomo mengikuti kata demi kata yang diucapkan pria itu. “Saya nikahkan dan saya kawinkan anak kandung saya Hana kirana binti Sutomo kepada engkau Ziko Pernanda Wijaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!!” Ayah kumohon, jangan!!! Batin Hana menjerit bersamaan dengan air matanya. “Saya nikahkan dan saya kawinkan anak kandung saya Hana kirana binti Sutomo kepada engkau Ziko Pernanda Wijaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!” Sutomo mengucapkan dengan lantang tanpa memperdulikan tatapan putrinya. Hana terus berdoa, berharap ada keajaiban dengan tiba-tiba ada bencana atau apalah yang penting dia tidak menikah. Namun terlambat, dengan fasih dan langtang Ziko sudah mengucapkan ucapan itu dengan mudah. “SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA HANA KIRANA BINTI SUTOMO DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI!” Ziko mengucapkan dengan sangat tegas dan lantang Hana memejamkan matanya erat-erat. Kehidupanku baru akan dimulai. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN