Malam pertama menjadi istri

1295 Kata
Hari mulai Nampak gelap, selain manusia yang tidak memperdulikan Hana. Matahari pun kini akan pergi. Membiarkan Hana bersahabat dengan kegelapan. Setelah prosesi akad tadi, Hana langsung digiring untuk masuk dikamar yang berbeda. Kamar yang lebih luas dan wangi khas maskulin. Hana hanya seorang diri, menangisi nasib yang entah akan terjadi seperti apa. Hana tidak melihat ayah lagi setelah ijab qobul tadi, begitu juga dengan Ziko. Tuan itu langsung menghilang entah kemana. Hana menatap buku tebal yang diberikan Sekertaris Roy sebelum akhirnya pergi bersama Ziko. Tertera kalimat ‘Aturan dan tata krama seorang istri’ Pernikahan yang kuimpikan, terjadi begitu saja. Lirih Hana dan tanpa sadar air matanya kembali jatuh. Meski ketidak adilan sering ia lalui, tapi kali ini begitu sakit menyesakkan hati. Hal yang sangat penting bagi Hana dan sangat tidak penting bagi orang lain bahkan orang tuanya sendiri selalu terlewat begitu saja tanpa kenangan. Sebagai wanita, setidaknya Hana ingin merayakan pernikahan paksa ini. Sekedar berfoto, atau berbincang ringan. Bukan kaku seperti ini, setelah akad langsung di giring masuk kembali seperti hewan peliharaan. Berbeda dengan Celine yang selalu melewati momen pentingnya dengan istimewa. Merayakan hari ulang tahunnya dengan sangat meriah. Jalankan untuk merayakan secara meriah, Hana bahkan tidak dapat merayakan hari ulang tahunnya meski hanya dengan Bi Jum. Karena Maya selalu datang dan merusak semuanya. Seperti kala itu, “Selamat ulang tahun, Non.” Bi Jum masuk kedalam gudang dengan mengendap-endap. Membawa kue kecil di tangannya, Hana sangat terharu dengan apa yang dilakukan Bi Jum. Ternyata masih ada orang yang ingat dan peduli padanya. “Terima kasih, Bibi.” Hana menangis terharu. Menatap wanita paruh baya itu seperti ibunya. “Iya sama sama, Non. Ayo, berdoa dan potong kuenya!” ujar Bik Jum membuat Hana sangat antusias, berdoa dan Brak! Pintu gudang terbuka dengan sangat keras, seperti ada seseorang yang memang sengaja mendobrak dan membuat Hana dan Bi Jum terkejut. “Apa-apaan ini!” Maya menarik paksa kue yang di genggam Bi Jum. “Tidak, Nyonya. Anda mau apa dengan kue ini?” “Lepas!” Menarik paksa kemudian menjatuhkan kue tersebut dan menginjak-injaknya. “Nya!” Suara Bi Jum terhenti. “Apa?! Kamu mau saya pecat hah?!” Maya berjalan menghampiri Hana dan menarik rambutnya. “Anak sialan! Kesini kamu!” Hana ditarik paksa keluar kemudian di dorong hingga tersungkur ke lantai kamar mandi. “Dan terjadilah hal biasa aku rasakan!” ucap Hana tersenyum miris mengakhiri lamunannya yang menyakitkan. Kenangan pahit yang menggores luka gadis kecil berusia 10 tahun. Hana yang sedang berada di atas balkon, membiarkan angin menerpa wajah dan tubuhnya, berharap hujan datang bersamaan dengan seorang pangeran baik yang menjemputnya. Membawanya pergi dari kehidupan yang menyakitkan ini. Tak lama seseorang mengetuk pintu, membuyarkan lamunannya. “Maaf, Nona. Tuan Muda akan segera kembali," tuturnya dari balik pintu. Yaya baiklah. Tapi bisakah aku menikmati waktuku meski sebentar saja, Paman. “Iya, aku akan segera turun,” ucapnya berbanding terbalik dengan hatinya. Haha gila ya, mana berani dia menjawab seperti itu di rumah asing ini. Hana turun diikuti oleh Pa Tri yang mengekor dibelakang, betapa terkejut dirinya ketika melihat semua orang telah sigap berdiri dan berjejer rapi. Persis seperti dirinya pertama kali tiba dirumah ini, padahal ini sudah jam 1 dini hari. Kasihan sekali mereka. Mobil sport mewah mulai memasuki pekarangan yang luas, Pa Tri berlari menghampiri Roy yang sedang membukakan pintu, kemudian mengambil alih tas dan membungkuk di hadapannya. Hana pun ikut membungkuk ketika tuan Ziko berjalan terus tanpa memperdulikan kehadirannya. “Nona, ayolah ikut!” Lagi-lagi suara Pa Tri membuyarkan lamunan Hana yang sedang menatap mereka yang masih membungkuk. Aku hampir hapal suara Pa Tri ini. Hana mengikut, berjalan di belakang Ziko dan Pak Tri, tak lupa Sekertaris Roy pun ikut serta mengantar sampai ke depan kamar yang tadi di tempati Hana. “Selamat beristirahat, Tuan,” tutur Roy. “Hmm, beristirahatlah, Roy.” “Baik tuan, terima kasih.” Ziko masuk kedalam kamar, mengabaikan ucapan terakhir Roy. Dikuti oleh Sekertaris Roy yang juga undur diri setelah mengucapkan selamat malam kepada Hana. Hana menatap Pa Tri yang hendak pergi juga setelah meletakan tas. “Nona, masuklah,” ungkap Pak Tri seakan tahu kebingungan Hana. Hana meremas jari jemari. Apa yang akan terjadi jika dirinya masuk kedalam kamar tuan Ziko? Pa Tri kumohon bantu aku arti tatapan Hana pada Pak Tri. Pa Tri hanya mengangguk tersenyum seolah mengatakan jika semuanya baik-baik saja. Hana pasrah, kemudian perlahan mendorong pintu dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Seperti akan masuk kedalam kandang singa, tubuh Hana bergetar hebat. Apalagi saat matanya di hadiahi tatapan Ziko yang mematikan sedang menatapnya dengan tangan yang melipat di d**a. Dia menungguku? “Lepaskan sepatuku!” ujar Ziko dingin. Namun Hana tak langsung melakukannya, dia terdiam memikirkan sesuatu. Bukankah ia tidak ingin aku menyentuh sepatunya. Hana mengingat ketika ia bersimpuh di kaki Ziko dan menyentuh sepatunya, Ziko sangat marah hingga memakinya. “Aku tidak suka mengulang kalimatku!” Suara penuh peringatan itu terdengar sangat menyeramkan, ditambah gelapnya kamar dan mata biru tuan Ziko yang menyempurnakan ketakutan bagi Hana.Cepat-cepat Hana menghampiri Ziko dan duduk di lantai, melepaskan sepatu Ziko dengan sangat berhati-hati. “Siapkan air hangat!” “Hah?” Ucap Hana tanpa sadar, saking gugupnya karena menyentuh sepatu pria menyeramkan yang kini menjadi suaminya itu membuat pendengaran Hana terganggu. Dan kini, Hana langsung mendapat tatapan tajam dari tuan Ziko. Hana menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Bodoh! Kau tuli sekali Hana!! Aduh apa yang harus aku lakukan, aku sungguh tidak mendengar apa yang diucapkannya tadi. Sekelebat Hana mendengar ujung kata yang Ziko ucapkan, Ngat! Ah tuhan! Kata apa itu aku tidak tau. Batinnya menjerit dengan masih di posisi yang sama. Ziko menatap tajam seperti menunggu reaksi Hana tanpa berniat mengulang kata yang diucapkannya. Aha! Mungkin keringat, jadi aku disuruh mengelap keringatnya. Baiklah tuan arrogant aku akan melakukan semua yang kau perintahkan! Hana berdiri setelah menyimpan sepatu Ziko dan mengambil handuk. Dengan penuh mati rasa Hana mendekat, kembali duduk dan menyingkapkan celana Ziko untuk mengelap keringat di betisnya. “Hey apa yang kau lakukan!” Ziko beranjak membuat Hana terjungkal. “Ma-maaf, Tuan. Bukan kah Tuan tadi meminta saya mengelap keringatmu!” Jawab Hana takut-takut. “Kau!” Ziko menunjuk wajah Hana geram, kemudian mengepalkan tangannya. Hana semakin ketakutan melihat bogeman tangan tuan Ziko yang besar. “Bodoh!” ucap Ziko sambil membuka jas, melemparnya tepat di wajah Hana dan pergi ke kamar mandi. Hana menangkap Jas tersebut, menatap kepergian tuan Ziko yang sangat menakutkan. Setelah satu jam berendam, membuat tubuh dan otak di kepalanya kembali segar. Selama itu pula Hana menunggu Ziko keluar dengan rasa gelisah dan ketakutan. Tuhan, kumohon selamatkan nyawaku malam ini. Hana terduduk di sofa yang terdapat di ujung kamar, Hana memberanikan diri untuk duduk karena kakinya yang sudah pegal menunggu Ziko yang tak kunjung keluar sedari tadi. Hingga akhirnya. Suara pintu terbuka semakin membuat ketakutan Hana meningkat berkali kali lipat. Bahkan jantungnya sudah berlarian. Jantung bodoh! Kumohon berhentilah. Apa yang akan dia lakukan padaku sekarang. Bergumam sambil meremas jari. Ziko yang baru tiba langsung menangkap sosok gadis kecil di sudut kamar. Beberapa menit menatapnya tajam, menetralisir nafas kemudian melangkah keruang ganti. Selesai berganti, Ziko langsung naik ke atas ranjang dan tidur disana. Sedang Hana mengucap syukur berkali-kali lipat karena Ziko langsung tertidur. Ia bahkan sujud syukur karena pria menyeramkan itu tidak membuatnya tersiksa lagi. Tapi, aku harus tidur dimana? Hana menatap kasur Ziko yang tidak mungkin ia tidur disana kemudian beralih menatap kursi yang tadi ia tempati. Kursi tersebut sedikit panjang, bisa menampung dua orang yang dapat duduk disana. Tapi, jika digunakan untuk tidur mungkin sangat tidak nyaman karena hanya akan menampung sebagian tubuh sampai lutut saja. Membuat Hana harus menekuk kaki jika ingin tidur disana. Baiklah, bukankah ini lebih empuk dibandingkan lantai di gudang rumah ayah. Gumam Hana bersemangat, memposisikan tubuhnya untuk tidur dan menekuk kaki kemudian tertidur. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN