NANA OH NANA - BAB 4

1265 Kata
Nana tahu kalau pamannya dari tadi mencuri pandang padanya. Dia sebenarnya takut dengan Candra yang dari tadi mencuri pandang padanya. “Na,” panggil Candra. “Iya, Om,” sahut Nana. “Kamu kenapa manggil aku dan bibimu berubah?” tanya Candra. “Maksud, Om, berubah bagaimana?” tanya Ayu. “Kamu kan manggilnya paman sama bibi, kenapa jadi Om sama Tante?” jawab Candra. “Enak aja sih,” jawab Nana dengan singkat. Bagaimana Nana tidak memanggil dia Om, teman Nana juga semua memanggil Candra dengan sebutan Om Ganteng. Nana saja heran, semua temannya memanggil dia Om Ganteng. Ganteng dari mananya? Nana saja sebenarnya benci sekali lihat tampangnya yang seperti itu. “Bibimu sebenarnya tidak suka kamu memanggil tante, tapi kamu sekarang memanggil dia dengan sebutan tante,” ucap Candra. “Ya, memang sering seperti itu, dia suka protes kalau aku panggil dia tante, Cuma pas sedang bercanda saja aku panggil bibi tante,” jawab Ayu. “Tapi aku suka kamu manggil aku Om,” ucapnya dengan mengusap kepala Nana. “Ih.... tangannya!” Nana menyingkirkan tangan Candra dengan kasar. “Jangan jutek gitu kenapa, Na? Sama Om nya juga,” ujar Chandra. Nana menghunuskan tatapan kesal pada Candra. Candra malah menyunggingkan senyuman di depan Nana. “Gila, ternyata cantik sekali nih anak. Sisca saja kalah. Oke, aku rela kasih uang jajan untuk Nana setiap hari, demi mengantarkan dia ke sekolah atau bertemu dengannya,” gumam Candra. Nana barsiap turun dari mobilnya Candra. Dia mencium tangan Candra. Bagaimanapun juga dia masih bersikap sopan dengan Candra, karena dia adalah adik ipar ibunya.. “Makasih, paman,” ucap Nana. “Paman? Om saja lebih enak di dengarnya,” ucap Candra dengan menaikan satu alisnya dan tersenyum nakal pada Nana. “Dasar om-om ganjen!” Nana melempar tempat tissue yang terbiat dari kain ke wajah Candra. “Hei... yang sopan dong!” kesal Candra. “Anda sopan, saya Segan!” jawab Nana dengan keluar dari mobil Candra dan menutup pintu mobilnya dengan keras. Candra tersenyum gemas melihat Nana yang seperti itu. Dia jadi ingin terus dekat dengan keponakannya itu. Setiap hari Nana terlihat berubah cara penampilannya, dan dia tidak seperti anak SMA. Dia malah sudah seperti mahasiswa. “Nana...Nana.... jangan buat Om semakin gemas,” ucap Candra lirih. Nana langsung berlari menuju pintu gerbang yang sebentar lagi akan di tutup. Beruntung saat dirinya sudah masuk, bel masuk pun berbunyi. “Na, tumben kesiangan?” tanya salah satu teman sekelas Nana. “Iya, angkot dan bus tidak ada yang lewat, katanya sedang demo,” jawab Nana. “Iya, Na. Katanya sedang pada demo,” jawabnya. “Ayo Na, cepat. Jam pertama olah raga, kamu tahu kan Pak Bandi selalu datang lebih awal,” ujarnya dengan menarik Nana. “Sial! Paper bag yang isinya seragam olah raga ketinggalan di mobil pamanku, Syil. ” ucap Nana pada Syila. “What! Lo pasti kena hukuman Si Bandi, Na. Pinjam seragam ke anak kelas lain yang jam ketiga kan ada, Na,” ujar Syila. “Enggak enak, ah, masa pinjam Syil?” ucap Nana. “Lalu? Kamu enggak mau dihukum Pak Bandi, kan?” ucap Syila. “Iya, sih. Ya sudah aku pinjam saja deh,” ucap Nana. Nana berjalan ke arah kelasnya. Namun, langkahnya terhenti saat dia mendengar orang memanggilnya. “Nana...!” suara bariton yang Nana kenal terdengar di belakang Nana. “Om Candra...?” ucap Nana. “Ini ketinggalan, makanya jangan gugup, jangan galak, jangan emosian,” tutur Candra dengan memberikan paper bag milik Nana. “Syukurlah, terima kasih, Om,” ucap Nana. “Pulang jam berapa? Nanti Om jemput,” tanya Candra. “Jam dua, tapi Nana langsung kerja di Cafe, Om,” jawab Nana. “Hmmm... nanti om antar kamu ke tempat kamu kerja,” ucapnya. “Sudah om pamit dulu,” ucap Candra. Nana hanya menganggukan kepalanya dan langsung menyusul Syila yang sudah berjalan mendahuluinya. Candra masih menatap tubuh seksi Nana yang berjalan setengah berlari menuju kelasnya. Pinggulnya yang seksi dan b****g bulatnya membuat Candra tidak mengedipkan pandangannya. Hingga ia sadar, satpam yang berjaga menegurnya karena dia menghalangi jalan saat ada mobil miliki kepala sekolah akan masuk. “Oh, maaf, Pak,” ucap Candra dan langsung pergi dari sekolahan Nana. Candra langsung pergi dari sekolahan Nana. Dia langsung menemui Sisca pagi ini, yang tadi meminta uang pada Candra. Candra sudah tidak peduli Sisca, setelah dia melihat ada mainan baru di depannya. Iya, Nana target Candra selanjutnya. Dia akan terus merayu keponakannya itu, tidak peduli Nana adalah keponakannya sendiri. Dia tidak menyangka, keponakannya yang ia abaikan karena dia tidak mau bertanggung jawab untuk menyekolahkannya, malah sekarang dia ingin membantu biaya sekolahnya dengan embel-embel, Nana mau diajak jalan dan senang-senang dengan dirinya. “Pasti kamu mau, Na. Buktinya, aku kasih lima ratus ribu saja kamu senang sekali,” ucap Candra dengan tersenyum licik. Padahal Nana menerima uang dari Candra semata-mata hanya untuk menagih janjinya yang katanya mau mengganti uang perusahaan ayahnya Nana yang dibuat bangkrut olehnya. Bukan karena apa-apa. ^^^ Siang ini sepulang sekolah, Nana melihat Candra yang sudah menunggunya dengan mengenakan kemeja lengan pendek dan celana casual seperti anak muda. Padahal umur Candra sudah hampir tiga puluh lima tahun. “Pantas saja teman-temanku dulu selalu bilang om ganteng. Ganteng sih, tapi b***t!” ucap Nana dengan menatap sinis pamannya yang sudah menjemput dirinya di depan sekolahan. Nana berjalan mendekati candra yang sedang bermain ponselnya. Dia tahu, paling pamannya itu sedang chat dengan para wanita simpanannya. “Sudah, istrinya diurusin! Jangan urus selingkuhan mulu! Kasihan Sekar sama Andi, Om. Mereka juga butuh papa yang perhatian, bukan perhatiannya ke selingkuhan mulu. Lagian Om sudah tua enggak tobat malah semakin menjadi!” tutur Nana. “Kenapa? Masalah buat kamu?” ucap Candra dengan santainya. “Ya aku kasihan saja lihat bibi dan anak-anaknya! Bibi pontang pantingan urus Sekar dan Andi, sedang paman? Malah enak dengan wanita simpanan paman!” ucap Nana yang semakin kesal. “Kapan paman tobat!” imbuh Nana. “Nanti kalau sudah ada wanita yang bisa membuat om nyaman,” jawabnya. “Jangan panggil paman jika sedang di luar, kalau di rumah ada bibimu, baru panggil paman. Panggil Om Candra saja, lebih enak didengar!” tegas Candra. “Semakin tua semakin gila paman ini! Lagian apa kurangnya bibi, sih?” ucap Nana dengan kesal dan masuk ke dalam mobil Candra. Candra tersenyum dengan penuh kemenangan, Nana sudah masuk ke dalam mobilnya. Dia berniat akan terus merayu Nana supaya malam ini mau pergi nonton dan senang-senang dengannya. “Kamu mau tahu kurangnya bibi mu itu apa?” tanya Candra dengan memasang seatbeltnya. “Hmmm.....” jawab Nana. “Bibimu kurang ganas di ranjang,” jawabnya dengan tertawa. “Gila! Om sadar tidak, om bicara seperti ini sama anak dibawah umur!” tukas Nana. “Tapi sudah tahu, kan?” ucap Candra dengan menarik hidung Nana. “Sudah mulai berani, ya? Nana mau turun!” Nana kesal dengan apa yang Candra lakukan padanya. “Aku keponakan Om, tidak sepantasnya om seperti ini,” ucap nana dengan kesal. “Maaf, om bercanda. Sudah jangan cemberut, mau kerja tidak boleh cemberut, Na,” ujar Candra. “Mau makan siang dulu?” tanya Candra. “Aku sudah dapat jatah makan siang di cafe,” jawab Nana. “Nanti pulang jam berapa?” tanya Candra. “Jam delapan,” jawabnya. “Nanti om jemput kamu,” ucap Candra. “Terserah!” ucap Nana yang masih kesal. Nana sebenarnya takut dekat-dekat dengan pamannya. Dia tahu, simpanan pamannya banyak yang seumuran dirinya. Tapi, dia juga butuh pamannya untuk menjemputnya. Dia sedang mengirit uang jajan, karena akan ada kegiatan di sekolahannya, jadi dia butuh cukup banyak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN