Chapter 29

1049 Kata
“Siapa dia??” “Siapa yang kau maksud?” bak tersambar petir di pagi hari yang cerah, Adam nampak memaksakan senyumnya sembari meneguk air minum ketika dirasa sarapan yang barusan ia telan seakan susah melewati kerongkongannya untuk masuk kedalam lambung ketika mendengar ucapan dari gadis di hadapannya. “Nenek yang kala itu bertemu dengan kita” Adam pikir, setelah lima hari terlewati dengan tenang, gadis di hadapannya itu sama sekali tak mengindahkan ucapan absurd dari sosok asing yang ia temui kala itu. Tapi ternyata salah. Untuk Irene sendiri, bukannya selama lima hari ini dia diam saja dan berharap tidak mengerti. Hanya saja, ia mencoba mencari hari juga alasan yang tepat untuknya bertanya. Tidak mungkin kan ia mengorek terlalu dalam dengan alibi hanya penasaran. Lima hari itu ia habiskan dengan kegiatan kegiatan para bangsawan pada umumnya –yang Irene tahu bahwa ada alasan diplomatis dibaliknya- sembari menahan mulut dan tubuhnya untuk tidak bergerak seorang diri atau bertanya tanya hal yang akan mengundang curiga. Tapi- kali ini ia tak bisa menahannya lagi. Ini hari terakhirnya disana, dan apa yang dikatakan nenek tua lusuh itu berkaitan dengan dirinya juga Semi, karena yang kala itu ditatap dengan misterius adalah mereka berdua. Irene yakin nenek itu memiliki informasi atau peranan penting dalam kejadian kejadian aneh yang menimpah dirinya dan Semi, baik di dunia nyata maupun di dalam mimpi. “Dia hanya orang tidak waras” ujar Adam yang diam diam menyembunyikan kegugupannya. “aku tak tahu jika kau mengingatnya. Padahal aku saja sudah lupa” “Ah.. kemarin aku tidak sengaja teringat tentang aku yang terbawa gerombolan orang orang” ujar Irene tenang sembari melahap potongan kue yang ada di hadapannya dengan anggun. Terus mengunyah dalam diam membuat Adam menunggunya dengan sabar. “ketika teringat tentang kejadian yang satu itu, aku mau tak mau mengingat mengenai nenek yang kala itu bertemu dengan ku, dengan kita semua” alibinya. Setelah lima hari berturut turut ia ikut dalam kegiatan kegiatan Adam, di hari terakhir ini, baik Irene maupun Adam hingga kedua orang tua Adam memutuskan agar gadis tiga puluh tahun yang satu itu untuk diam saja di istana untuk merehatkan diri. Mengingat nanti agak siang ia akan keluar dari istana untuk kembali pulang ke negerinya- Adderaveth. Jadi karena perjalanan pulang yang juga panjang, agaknya lebih baik ia leha leha saja dibanding melelahkan dirinya sendiri dengan kegiatan sosialisasi berbalut politik itu. Lima hari berada di sana mau tidak mau Irene jadi mengingat beberapa orang penting yang terus saja disebut sebut dalam pembicaraannya dengan beraneka bangsawan lainnya. Ah, omong omong mengenai percakapannya dengan para bangsawan- Irene jadi mengingat satu hal. “Aku mendengar bahwa kau sebelumnya dijodohkan dengan pendekar Semi??” celetuk Irene yang kini sukses membuat Adam tersedak kopi panas yang tengah ia minum. Masalahnya.. dari mana tunangannya ini tahu masalah itu???? Irene sendiri sejujurnya sudah mendengarnya lima hari yang lalu, oleh para warga sekitar sebelum kejadian yang menyeretnya pada nenek tua misterius beberapa menit kemudian. Namun, sesekali ia juga mendengar gosip yang keluar dari bibir nona nona bangsawan ketika ada event event yang ia hadiri, dan kebetulan Adam pergi untuk menyambut para duke lainnya. Tentu saja para noble lady itu tidak langsung bicara padanya- berani sekali mereka jika memang begitu. Tapi Irene tak tahu apakah mereka yang memiliki gangguan pendengaran pada suara sendiri, atau memang suara mereka yang terlalu keras, tapi mereka berbisik bisik dalam kategori kencang hingga Irene yang tidak dekat dengannya pun bisa mendengar apa yang mereka gossipkan. “Aku tak tahu ini pantas ditanyakan atau tidak, tapi apa yang membuat perjodohkan kalian berdua dibatalkan?? Beberapa hari kita berdua dikawal olehnya dan anak buahnya, aku bisa melihat dengan jelas bahwa knight Semi bukanlah gadis yang buruk untuk menjadi pasanganmu- menjadi ratu di Velevetenus mendampingi mu” menjadi tuan putri dari kerajaan lain artinya Irene tak perlu memanggil Semi dengan nama belakangnya- sebutan yang biasanya dilakukan dalam konteks formal. Lagipula, aneh rasanya. Ia terbiasa memanggil Semi hanya dengan Semi saja. Beberapa kali bertemu di mimpi membuatnya seakan akan sudah lama kenal dengan gadis pendekar yang satu itu. Ah.. jika diingat ingat, Semi tidak pernah cerita padanya mengenai ia dijodohkan dengan seseorang. Apalagi dengan seorang pangeran. Ya.. Irene tahu sih mungkin dengan berbagai macam alasan, Semi menyembunyikannya. Sama seperti ia menyembunyikan identitas dirinya sebagai putri raja sebelum mimpi terakhir. Hm.. jangan jangan ketika Semi terkejut di mimpi terakhir, ketika gadis berambut cokelat itu akhirnya tahu bahwa ia tunangan Adam, jangan jangan Semi cemburu?? Sejujurnya Irene tak tahu harus bersikap apa jika keduanya bertemu kembali di alam mimpi nanti. Bagaimana jika Semi ternyata mencintai Adam?? Irene merasa tidak enak merebut lelaki milik teman satu mimpinya itu. “kami tidak saling mencintai” ujar Adam setelah reda dari batuk batuknya. Wajahnya masih memerah akibat tersedak beberapa detik yang lalu. “kau tahu dari mana mengenai hal itu??” “Hm.. dari banyak orang???” ujar Irene tak yakin pula. Ia memang mendengar dari banyak orang, tapi bukan berarti orang orang itu memang bercerita langsung padanya, kan?? Ia lebih mirip menjadi tukang penguping hanya karena telinganya tak sengaja mendengar cerita orang lain. “Omong omong, maafkan aku tidak bisa mengantarmu kembali pulang” ujar Adam ketika matanya menangkan Aaron beserta anak buah pria itu tengah bersiap siap dengan carriage yang sudah terparkir dengan apik di pintu keluar. Sepertinya, beberapa menit lagi gadis yang satu ini sudah akan keluar dari lingkungan kerajaan. Sepertinya Irene hanya akan pamit sebentar kepada kedua orang tuanya setelah kue dan teh yang tengah ia lahap sedari tadi sudah habis. “Tak apa” jawab gadis berambut emas itu dengan santai. “toh aku yang memaksa ikut kemari. Untuk apa pula kau bolak balik perjalanan jauh hanya untuk mengantarku” “untuk menjaga pasanganku tentu saja” jawab Adam yang malah membuat Irene ingin memutar bola matanya malas. “jika tidak ada kegiatan penting –yang sebenarnya kau lebih penting menurutku-, aku pasti akan mengantarmu dan memastikan kau selamat di dalam istanamu” “Tidak perlu, Adam” ujar Irene jengah sembari mengelap bibirnya dengan tisu. Ia bangkit kemudian beranjak dari sana yang diikuti Adam menuju ruangan tempat dimana kedua orang tua tunangannya itu berada. Mengetuk pelan pintu kayu tinggi itu kemudian menundukkan dan sedikit mengangkat gaunnya anggun sebagai penyambutan, sekaligus awal dari kalimat perpisahannya. “Yang mulia raja dan ratu, saya pamit pulang”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN