Chapter 16

1061 Kata
Campuran warna warna dasar di cat akrilik tercampur membuat banyak paduan warna yang indah yang berakhir menyenangkan diatas kanvas murah dengan dasar gambar yang sedikit demi sedikit sudah semakin terlihat itu. Bibir tipisnya menyenandungkan nada nada indah, entah lagu atau nada apa yang terdendang, namun sedikit banyak membuat perasaannya semakin bahagia ketika lengannya bergerak untuk mengulas cat yang ada di kuas. Kepalanya meneleng, sesekali melirik keatap, sesekali ke tembok yang kosong. Gesture kecil yang menandakan bahwa gadis yang satu itu tengah mengingat ingat hal yang samar di ingatannya. Jari telunjuk dan jempolnya nampak memainkan dagu hingga pipinya sendiri. Sesekali lupa tatkala ada cat yang tanpa sengaja terkena jarinya, dan kini malah menodai wajah mulusnya. Tapi.. siapa yang peduli. Dirinya tetap sendirian di rumah minimalis ini. Mmm... meskipun tidak sendiri, Semi tetaplah Semi. Dia akan selalu menjadi Semi yang cantik meskipun banyak luka memenuhi sekujur tubuhnya juga anggota tubuhnya yang tidak membentuk bak wanita pada umunya karena dipenuhi otot. Hal pertama yang ia lukis di kanvas yang satu ini adalah padang rumput luas yang membuatnya bertemu dengan gadis misterius berambut emas kala itu. Gadis yang sampai saat ini terus membuatnya penasaran karena muncul secara misterius sejak mimpi pertamanya semenjak ia kehilangan ingatannya. Semi tahu ada hal yang janggal mengenai yang satu ini. Mengapa gadis itu terus menerus muncul dalam mimpinya. Sejauh ini, ia hanya bisa menerka nerka- apakah gadis itu bagian dari masa lalunya yang tidak ia ingat atau bagaimana. Ia masih belum menemukan informasi yang banyak mengenai hal itu. Apakah gadis tersebut merupakan kakak atau adiknya, atau pula sahabatnya. LALU!! Bak teringat sesuatu, Semi merasakan bulu kuduknya berdiri seketika ketika mengingat bahwa kini lehernya tergantungi kalung yang persis yang ada di dalam mimpinya kala itu. Kalung yang ia tukar dengan pisaunya dari sebuah keluarga biasa yang menjual aksesoris di desa antah berantah dalam kondisi musim dingin. Demi Tuhan Semi ingat dengan betul bahwa sebelumnya, sebelum mimpi saat itu, ia tidak mengenakan aksesoris apapun di tubuhnya selain seragam dan baju besi prajurit beserta tata bengeknya. Semi yang baru menyadari mengenai kalung tersebut dari pelayan tempat saat itu ia menyantap makan sorenya langsung tergesa gesa pulang setelah menghabisi pesanannya tak lupa untuk membeli banyak alat alat lukis. Sesampainya dirumah, ia langsung berkeliling penjuru rumah untuk mencari pisau yang dimaksud. Pisau istimewa miliknya yang ia tukar di dalam mimpinya itu dengan kalung. Dengan komat kamit, Semi berharap bahwa pisaunya masih ada, dan semua keanehan ini benar benar hanya terjadi dalam mimpinya. Jika pisaunya memang ditemukan, Semi akan mengganggap bahwa ia tidak menyadari saja keberadaan kalung tersebut selama ini. Tapi nihil. Pisaunya tak ada. Dengan tubuh yang melemas, Semi saat itu juga langsung melukis mimpi pertamnya dengan sungguh sungguh. Semua kejadian aneh ini membuatnya bertekad untuk mencari informasi yang berhubungan dengan mimpinya sedetail mungkin. Oleh karena itu, ia melukisnya agar tidak lupa, dan mudah menjelaskan kepada orang lain jika Semi ingin mencari informasi mengenai hal tersebut. Ini hari ketiga, dimana kini Semi tengah melukis mimpi ketiganya, yaitu mimpi ketika ia di desa bersalju yang membuat ia kehilangan pisau dan mendapatkan kalung misterius ini. Color palette yang ia gunakan saat ini lebih banyak putih, dan cokelat. Karena desa yang kala itu ia sambangi di mimpi memang kebanyakan rumah rumah tradisional dan masih terbentuk dasarnya menggunakan batang kayu. Sedang asik asik menumpahkan isi mimpinya melalui kuas, tiba tiba pintu rumahnya diketuk beberapa kali oleh seseorang yang kini memanggilnya dengan title terhormat, yang suaranya masih agak asing di telinga Semi. Ah sial- dia melupakan satu hal. Ia belum memiliki banyak alibi untuk menghalau informasi mengenai amnesianya terkuak ke publik. Jika tiga hari yang lalu sampai sebelumnya Semi masih bisa berpura pura sakit tenggorokan hingga tak dapat bicara, ia bingung harus apa kali ini jika ditanya hal yang tidak ia ketahui. Berdeham sebentar sekaligus mempersiapkan dirinya, Semi akhirnya membuka pintunya untuk melihat siapakah gerangan orang yang datang kerumahnya secara tiba tiba. Dan yang ia dapatkan adalah salah satu dari anak buah terdekatnya, yang ikut bersama dirinya di perang kemarin. Mmm.. maafkan gadis yang satu ini, tapi sejujurnya Semi lupa siapakah nama pria yang jauh lebih muda darinya itu. Tapi yang pasti, Semi sedikit lebih lega karena ia tahu bahwa orang yang mengunjunginya adalah orang yang ia kenal. “Ada apa??” ujar Semi dengan suara yang sedikit ia serakkan. Dengan berdeham deham dan sok terbatuk, yang lebih tua membuka pintu lebih lebar agar tamunya itu bisa masuk kedalam. Dia memang melupakan ingatannya, tapi bukan artinya ia melupakan sopan dan santunnya. “Commander, ini sudah hari ketiga. Mengapa kau sama sekali tak datang di pesta minum minum?? Biasanya kau selalu hadir meskipun dibuat selama tujuh hari berturut turut” bawel bocah itu langsung ketika berhasil memasuki rumah atasannya. Sepertinya tadi ia menahan diri karena tak ingin orang luar tahu bahwa ia bersikap tidak sopan kepada sosok prajurit nomor satu yang memegang title kehormatan itu. “rasanya aneh sekali. Biasanya kau selalu datang meskipun tidak meminum banyak dan wasted seperti ka- oh?? Kau melukis??” rentetan omelannya berhenti ketika menemukan ruang tamu Semi kini sudah berubah menjadi studio lukis dimana banyak peralatan lukis disana, baik yang sudah terpakai atau tidak. Pun dua buah kanvas yang sudah selesai dilukis dengan sempurna. “Indah sekali” gumamnya. “aku baru tahu bahwa komandan memiliki hobi dan bahkan bisa melukis” ujarnya lagi. Semi yang baru saja keluar dari dapur setelah mengambil segelas air mineral –karena tidak ada apa apa didalam rumahnya ini selain sampah berisikan makanan yang ia beli dari luar-. Semi ingin belanja, namun tidak yakin apakah setelah libur selesai, ia bisa sering menyambangi rumah atau tidak. Ia harus tahu dulu path pekerjaannya selama ini bagaimana, baru ia bisa memutuskan. “Ah, kau belum menjawab pertanyaannku tadi” ujar yang berjenis kelamin pria setelah meneguk air suguhan untuknya. “tumben sekali komandan tidak datang??” “Aku masih merasakan sakit” ujar Semi yang setengah berbohong setengah tidak. Ia sama sekali tak bohong mengenai sekujur tubuhnya yang masih merasakan nyeri, namun disisi lain, ia memang tak tahu ada acara after party seperti itu yang rutin ia lakukan. “Ah, benar juga” suara bocah tadi merendah. “aku lupa bahwa di perang kali ini, yang memiliki luka paling parah adalah dirimu” ujarnya. Baru kali ini kepalanya itu mengeluh ada hal tak mengenakkan yang terjadi pada tubuhnya yang biasanya selalu bugar itu. “Bagaimana jika kau antar aku ke dokter?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN