Aku menyukainya dan selalu berpikiran bahwa aku adalah alasan atas segala hal yang dia lakukan.
•••
Setelah kejadian kemarin tidak ada satu pesanpun yang Satria kirimkan dan harusnya aku bersyukur atas hal itu. Pagi ini jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh tapi aku masih setia dengan sarapanku, jujur saja aku sangat malas untuk berangkat sekolah pagi ini, bukan hanya karena Satria tapi karena pelajaran yang harus aku ikuti hari ini sangatlah menyebalkan, bukan pelajaranya tetapi gurunya.
"Bi kok Bunda gak pulang sih? Mana gak ngasih tau Seriel lagi..." tanyaku pada Bi Ina yang sudah lama bekerja untuk menjagaku, karena dari kecil ibuku sering pergi keluar kota bersama ayahku pastinya dan terkadang aku iri pada orang lain, tapi sudahlah mungkin memang sudah jalannya.
"Bibi juga kurang tau non..."
"Ya udah Seriel berangkat yah," pamitku pada Bi Ina dan berlalu diantar oleh supirku.
Disepanjang perjalanan menuju sekolah, aku hanya mendengarkan musik melalui earphone yang aku pasang ditelingaku, hanya satu lagu yang aku dengarkan sepanjang perjalanan itu, "i won't let you down by HRVY" sampai tak terasa akhirnya aku pun sampai di sekolah dan dengan malas aku pun berjalan memasuki gerbang sekolah, sedangkan supirku Pak Dirman, ia langsung kembali pulang.
"Rieel! Rieel! tunggu oy!" panggil Dara dan ternyata ada Cassie juga.
"Lo pada baru dateng?" tanyaku pada Mereka yang saat ini berjalan berbarengan denganku.
"Nggak sih, udah dari tadi, cuma nyari wifi dulu haha... " jawab Dara dengan cengiran.
"Lain kali beli kuota biar gak nyangkut dideket lapang," saranku dengan senyuman.
"Aelaah kitamah apa atuh orang gak punya..." ujar Cassie dengan wajah yang disedih sedihkan dan kami tertawa sepanjang perjalan menuju kelas akibat guyonan yang kita bicarakan.
DEGH!
Tawaku terhenti saat melihat Satria berjalan menuju ke arah kami.
"Ya tuhaaan aku benar-benar tidak ingin melihatnya, karna aku masih memilik rasa kepadanya." gumamku dalam hati.
Dengan sebiasa mungkin aku terus ikut masuk ke dalam obrolan yang Dara dan Cassie bicarakan.
"Eh liat deh ada Satriaa, gimana gue cantik gak?" ribut Dara ketika akan berpapasan dengan Satria.
"Perfect!" sahut Cassie.
Saat Satria berpapasan dengan kami,
"Pagi Kaak!" sapa Dara yang berhasil membuat Satria berhenti sebentar hanya untuk membalas sapaan Dara dengan senyumanya dan kembali berlalu.
"Oh My Way! gilaa dia senyum ke guee Rieel, cassieee!" pekik Dara kegirangan dengan melompat-lompat tak karuan.
Sedangkan aku, aku hanya bisa ikut tersenyum walau sebenarnya aku terluka, i just can give my fake smile. Satria benar-benar melepaskanku, tapi aku harusnya bahagia bukan?
"Rieel ih malah bengoong dia ganteng kan?" tanya Dara menarik-narik tasku.
"Eh iya... dia ganteng kok." senyumku setulus dan senatural mungkin.
Dan kami pun kembali berjalan menuju kelas karena sebentar lagi pelajaran akan segera berlangsung.
Saat hendak masuk ke dalam kelas, tiba-tiba saja guru sejarah memanggilku dan menyuruhku untuk membantu membawakan buku paket, dengan ogah-ogahan aku tetap menurutinya.
"Ya ampuun Bu, kok bukunya banyak sih kenapa gak nyuruh yang cowok aja tadi..." kagetku ternyata banyak bisa cukup satu orang satu buku.
"Dikit kok.." entengnya guruku berucap.
"Tapi kan aku perrmpuan Bu, sedangkan buku paket tebel-tebel buuu..." protesku.
Bu Dewi terlihat berpikir dengan menatap sekitar sampai akhirnya.
"Satriaa!"
Shit. umpatku.
"Saya Bu?" tanya Satria menunjuk dirinya.
"Iya kamu, sini dulu!"
Ya tuhaan kenapa dia harus ada di ruang guru...
"Bu, biar saya bawa bukunya separo-separo aja kalo gitu, nanti saya ambil lagi!" ucapku yang benar-benar ingin pergi dari sana.
"Iya nih kamu bawa sebagian, nah Satria kamu bawa juga bantuin Seriel bawa buku paketnya ke kelas." pinta Bu Dewi pada Satria.
Tanpa protes Satria pun menganggukinya dan membawa sebagian besar buku paketnya dan aku sebagian kecilnya.
Aku, Satria dan Bu Dewi yang berada di belakang kami pun mulai berjalan menuju kelas.
Diam. Hanya itu yang terjadi diantara kami bertiga sampai,
"Ngobrol atuh da wawuh! eh kela yah ibu mau ngambil dulu absen, kalian duluan aja!" ujar Bu Dewi.
Shit.
Double s**t.
Triple s**t.
Kenapa ibu harus ninggalin kita berduaaa, ya tuhaan ini benar-benar menyiksa batin, aku benar-benar ingin melupakanya tapi ini akan sulit jika kau slalu mempertemukan kami.
Kami berjalan berdua tanpa sepatah katapun dan itu sedikit menguntungkanku.
"WOY!"
"Setan!" kagetku dan tidak sengaja menjatuhkan buku paket yang saat itu aku bawa
"Hahaha, lagian diem-dieman ngobrol kali...masa sama pacar di--"
"Apa-apaansih Lo sibuk bener, pake ngagetin lagi!" kesalku yang, oh my god Satria pasti ilfeel liat muka gue tadi, eh apa urusanya coba ckck.
Aku berjongkok hendak mengambil buku paket yang tadi sempat terjatuh.
"Biar gue yang bawa,"
Aku terdiam mendengar cegahanya itu.
"Biar gak lama." lanjutnya.
Gue kira karena dia kasian liat gue keberatan bawa tuh buku.
"Dan Lo harus tau," ucap Satria tepat dihadapan Darren yang tadi mengagetkanku.
"Dia bukan pacar gue." tekan Satria dan berlalu meninggalkanku.
Apa aku salah meminta lepas darinya, atau aku memang sudah tepat memilih keputusan itu... tapi jika tepat kenapa sakit mendengar kalimat itu, kenapa aku sakit mendengar kenyataan bahwa aku bukan lagi miliknya apalagi sebaliknya.
"Ya udah ya Ren, gue ke kelas dulu."
"Maksudnya dia tadi itu apaan?" tanya Darren.
"Kalian udahan?" tanyanya lagi.
Aku hanya menjawabnya dengan senyuman.
"Good! Arvie lebih baik dari dia." pekik Darren bertepuk tangan.
"Lo aja sono pacaran sama Arvie!" kesalku.
"Cuma cewek b**o yang nolak Arvie, okay Satria emang lebih famous dan lo tau konsekuensinya pacaran sama yang terkenal itu nambahin haters Riel." ujar Darren dengan wajah so seriusnya.
"Kan gue udah gak pacaran lagi, gue jombs kayak lu." sahutku dan berlalu meninggalkan dengan ocehan yang tidak ada hentinya.
Saat aku sampai di depan kelas ternyata Satria masih berdiri di sana.
Aku mengerutkan keningku, "apa iya dia nungguin gue. " pikirku PD.
"Kok--"
"Tangan gue gak bisa buka pintu," potongnya dan, "jangan mikir aneh." sambungnya.
Ya cukup jelas karena saat ini ia tengah membawa semua buku paket ditanganya dan bodohnya aku sudah terlalu menyukainya jadi semua yang ia lakukan pikiranku selalu memikirkan bahwa aku adalah alasan atas apa yang dia lakukan, sungguh aneh.
Aku pun membuka pintu kelasku, namun sebelum itu aku meminta buku paketnya sebagian.
"Sini biar gue bantu!" ucapku menyodorkan kedua tanganku siap membawa buku paket.
"Tangan Lo merah, biar gue aja." tolaknya dan berlalu memasuki kelas.
Saat Satria memasuki kelas dengan seketika kelas menjadi hening, yang pria sibuk memandang iri, sedangkan yang wanita sibuk berbenah diri dan sebagian hanya melongo menatap Satria yang tengah berjalan menuju meja guru menyimpan buku paket, sedangkan aku, aku langsung berjalan menuju kursiku tanpa ada yang memperhatikanku.
"Kak Satria!" panggil Dara yang tempat duduknya berada paling depan.
Satria menghentikan langkahnya dan berjalan menghampiri Dara yang saat itu sebangku dengan Cassie.
"Kak Satria ganteng," ucap Dara.
"kamu juga Cantik," ucap Satria, walaupun tanpa ekspresi tapi tetap saja pujian itu keluar dari mulut seorang yang notabenya sangat digilai para wanita.
Aku yang mendengar itu hanya tersenyum miris, mentertawakan mirisnya perasaanku. Untuk kesekian kalinya aku memaksa bibirku untuk mengulas sedikit senyuman.
"Cielaaah Seriel kepanasan nih!"
"Sabaar ya Riel"
"Emang lagi musim tikung tikungan oy!"
"Tikungan Temen ngalahin tikungan mamang rossi ciin"
Aku sama sekali tak menghiraukan perkataan mereka, namun entah dengan Dara, karna Dara terlihat tidak suka dengan ocehan siswi lain.
"Berisik banget sih lo semua!" protes Karel yang merupaka ketua kelas kami.
"Cieee Karel iriiii!"
"Kalah ganteng diamah jadi marah!"
"Oy dia suka sama Seriel!"
DAMN!
Ciih nama gua ada lagi... emang pantes gue jadi bahan gosip kali yah, sekalian aja jadi artis.
"Assalamualaikum, maaf ibu telat masuk... " ucap Bu Dewi.
"Waalaikumsalam buu! Gak pa-pa kok ibu telat masuk asal jangan telat datang bulan!" canda salah satu siswa.
"Ibumah gak pa-pa telat dateng bulan orang ada lakinya!" timpal Bu Dewi yang untungnya Bu Dewi salah satu guru yang bisa diajak bercanda.
"Baiklah, Karel tolong bagikan buku paketnya...!" pinta Bu Dewi pada Karel.
Aku mulai mengeluarkan bolpoint dan buku tulis.
"Serieel kamu bantu Karel!" ujar Bu Dewi.
Aku menutup mataku dan...
Satu
Dua
Tiga
"Cieee cieee!"
"Jodoh tuh!"
Sudah kuduga, kicauan aneh teman sekelasku mulai memenuhi ruangan apalagi saat aku berjalan kemeja guru bersama Karel dan saat Karel melempar sebuah senyuman padaku dan aku pun membalas senyumanya itu.
Jika aku hitung-hitung, ini senyuman yang tidak terlalu palsu dipagi ini dan saat digerbang tadi mungkin. Dan aku pun membagikan buku paket ke setiap bangku.