bc

Prey The Villains

book_age16+
126
IKUTI
1K
BACA
spy/agent
revenge
drama
no-couple
serious
genius
male lead
realistic earth
like
intro-logo
Uraian

“Noel tidak pernah mengira kalau dirinya akan menjadi perhatian satu negara. Fotonya dipajang di mana-mana, dan namanya dikenal oleh siapa pun yang bahkan tidak dia kenal sebelumnya. Bahkan, semua polisi dari satuan mana pun mencari dirinya, memberikan harga untuk yang bisa menangkapnya. Membuat Noel, mau tidak mau bersembunyi di rumah seorang mantan reporter yang mencoba untuk mengembalikan kehormatannya. Usai mendengarkan alasan Noel bisa bersembunyi di dalam rumahnya, Kanaya menawarkan diri untuk membantu Noel untuk mendapatkan sebuah kebenaran.”

chap-preview
Pratinjau gratis
⌘ Bab 01 ⌘
Kilatan petir menyambar, memberi siluet mengerikan pada pria yang saat ini tengah berdiri di depan seorang bocah berusia tujuh tahun yang bersimbah darah di lantai. Lampu-lampu di rumah itu padam hingga kesan mengerikan tertuju pada si pria yang menatap diam pada bocah yang tangan yang menggenggam sebuah revolver sementara tangan mungil gadis kecil yang bersimbah darah itu tengah berusaha menggapai ujung celana yang dipakai oleh pria yang kini berdiri di hadapannya, sementara tak jauh dari mereka pun ada seorang wanita dewasa yang tergeletak dengan darah yang menggenang di lantai, tak bernyawa, bersama seorang anak laki-laki dengan keadaan yang sama mengenaskannya. Namun, ketika tangan gadis kecil itu berhasil meraih ujung celana si pria, petir kembali menyambar dengan suaranya yang menggelegar. Membuat si bocah perempuan di lantai itu bisa melihat bagaimana indahnya paras si pria yang saat ini masih menatapnya diam dengan tatapan dingin yang menusuk. “Pa—” Belum sempat bocah itu bicara, sirine dari mobil polisi terdengar nyaring, memenuhi seluruh indra pendengarannya. Bahkan, suara petir diiringi hujan lebat pun seolah menjadi background mengerikan dalam suasana hujan lebat yang mengguyur kota. Suara sirine dari mobil polisi masih terus terdengar dan semakin banyak hingga ketika pria ini mencoba melihat sekeliling, ternyata tempat itu sudah dikepung dan ada banyak sekali anggota kepolisian yang berusaha mendobrak masuk ke dalam rumah sambil mengacungkan revolver di tangan mereka masing-masing. Bahkan, ketika para polisi itu berhasil masuk, mereka langsung menodongkan revolver mereka pada si pria yang masih berdiri, bergeming, menatap ke arah bocah perempuan yang saat ini kembali terkulai lemah dengan darah yang terus mengalir keluar dari luka di perut bagian kiri si gadis kecil. “Turunkan senjatamu!” perintah salah satu polisi masih tetap mengacungkan revolver miliknya pada si pria. Sepasang mata pria yang mengenakan kemeja berwarna putih polos dengan beberapa bercak darah di sana juga sebuah strap shoulder dengan sebuah revolver lain yang masih berada di dalam sarung, terlihat masih diam meski kedua tangannya sudah terangkat ke atas tanda menyerah. Namun, tak sedikit pun membuatnya melepaskan revolver yang dia pegang. Dengan sangat teliti, pria ini melihat para polisi itu mengenakan rompi anti peluru dan beberapa perlengkapan anti teror lengkap. Perlahan, polisi-polisi itu berusaha mendekati dua mayat yang tergeletak tak jauh dari pria itu, mencoba memeriksa mereka dan menggeleng ketika mereka tahu bahwa sepasang ibu dan anak itu sudah tak bernyawa, membuat beberapa polisi lainnya yang berusaha menyergap si pria bergerak sedikit cepat dengan revolver yang masih mereka acungkan ke arah si pria. Namun, ketika salah satu polisi berhasil menyergap si pria, pria ini langsung membalikkan keadaan dengan memelintir tangan si petugas polisi ke belakang dan menyanderanya, membuat beberapa polisi lain yang ada di sana seketika meningkatkan kewaspadaan dan bersiap untuk menarik pelatuk mereka. “Tahan! Turunkan senjatamu!” perintah yang lainnya. Namun, pria ini sama sekali tidak mendengarkan dan malah menodongkan revolver yang dia pegang sendiri tepat ke arah kepala si polisi. Bahkan, pria ini berjalan mundur sambil terus menyandera si polisi dan berusaha untuk melarikan diri dari tempat tersebut. “Lepaskan dia! Turunkan senjatamu dan menyerahlah! Sekarang kau sudah dikepung, tidak ada lagi cara untukmu bisa melarikan diri!” bentak beberapa polisi lain yang terus mengikuti langkah si pria, bahkan, ketika si pria berhasil menyentuh pintu belakang rumah, dia langsung mendorong punggung polisi yang dia tawan, kemudian berlari dari rumah itu secepat yang dia bisa. Namun, polisi-polisi itu tentu tidak akan membiarkan si pria melarikan diri. Beberapa peluru berhasil dilepaskan tapi meleset, bahkan ketika si pria memanjat dinding untuk menjangkau tempat lainnya, tembakan pun terus dilontarkan dengan teriakan-teriakan para polisi yang terus meminta agar anggotanya yang lain untuk mengejar pria itu dan tidak mengizinkan siapa pun membiarkannya lolos. Hanya saja, pria itu sangat cerdik, beberapa kali dia bersembunyi di beberapa gang kecil hanya saja, beberapa polisi sempat melihatnya dan menembak pria itu hingga satu butir peluru berhasil mengenai bahu kiri si pria hingga membuat pria itu nyaris tersungkur jatuh. Sambil terus menahan sakit dan darah yang mulai membasahi bahunya, pria itu terus berlari dari para polisi yang mengejarnya. Meski dia memiliki sepasang revolver, tapi pria ini sama sekali tidak berniat menembakkan satu pun peluru ke arah para polisi yang terus mengejarnya tersebut. Darah mulai mengubah warna kemeja putih yang dipakai oleh pria itu, langkahnya mulai tertatih karena rasa sakit yang dia dapatkan juga darah yang keluar cukup banyak pun mulai membuat wajahnya pucat, sementara sirine dari mobil polisi terus terdengar menggema memenuhi atmonsfir kota yang saat itu terus diguyur hujan dengan beberapa kilatan petir yang menggelegar. Entah apa yang dipikirkan oleh pria ini, dia pun masuk ke dalam sebuah rumah di sebuah kawasan padat dengan jendela kecil yang terlihat terbuka di lantai dua. Dengan sedikit susah payah, pria ini masuk melalui bagian samping rumah itu dengan dinding yang belum diplester sempurna, ada beberapa bagian plester yang hanya diteplok kasar hingga membuat permukaan dinding yang harusnya rata, menjadi sangat kasar seperti permukaan karang, membuat si pria bisa dengan mudah memanjat dinding itu dan masuk ke dalam jendela yang terbuka itu. Para polisi masih terus memburunya di bawah sana, sementara dia sudah berhasil masuk ke dalam rumah itu, membuat nyawanya terselamatkan. Dengan napas yang tidak teratur dan darah yang terus mengalir ke luar dari lukanya, pria itu duduk di lantai yang dingin dengan sangat lemah dan pakaian basah. Ketika, dia masuk ke dalam rumah dengan kondisi yang sangat gelap itu, tidak ada siapa pun di sana, rumah itu seolah tidak ada penghuninya. Pandangan pria ini melihat sekeliling tempatnya saat ini berada, itu adalah sebuah kamar mandi, dengan sebuah kloset dan bath tub yang berukuran tidak terlalu besaran lantai keramik yang terlihat kering tapi serang mulai basah oleh air yang mengucur dari pakaian si pria. Tidak ada yang aneh di kamar mandi itu kecuali tirai bath tub yang bermotif doraemon yang berada di sisi sebelah kanan, bersebelahan dengan sebuah rak sabun yang berada di sudut kamar mandi, rak sabun itu berisi beberapa tingkat, di tingkat pertama ada perlengkapan yang tidak dia paham, tingkat kedua ada tube sabun dan sampo, juga sebuah bingkai foto kecil dengan potret dua orang wanita. Namun, ketika pria itu hendak bangun dan mencari kotak P3K, tiba-tiba saja lampu tengah rumah itu menyala dengan suara-suara yang seolah mengatakan kalau pemilik rumah itu sudah kembali. Dengan napas yang terengah-engah, pria yang masih menggenggam revolver itu seketika mengacungkannya dan bersikap sangat waspada, takut-takut kalau yang masuk bukan si pemilik rumah melainkan polisi-polisi yang tengah mengejarnya. Perlahan, ketika pintu kamar mandi itu mulai dibuka dari luar, membuat si pria ini semakin waspada dan ketika pintu kamar mandi itu terbuka, acungan revolver semakin tinggi dengan kewaspadaan yang juga semakin tinggi. Hanya saja, ketegangan itu seketika terhenti ketika suara dering ponsel terdengar dari balik pintu lalu mulai terdengar dan sebuah percakapan pun mulai terdengar. Itu suara seorang wanita. “Heh. Dengar! Berhenti meneleponku dan datang ke rumahku dengan membawakan makanan. Kau pikir aku tidak punya uang hanya untuk beli makanan untuk mengisi perutku sendiri, begitu? Kurang ajar sekali kau! Pokoknya aku tidak mau tahu, kalau sampai aku menemukan lagi ada makanan tergantung di pintu rumahku, aku tidak segan melemparkannya ke wajahmu!” bentak wanita itu terdengar mengerikan. “Hoo~ aku tidak takut dengan ancamanmu! Kau pikir, aku tidak akan bisa mendapatkan pria lain? Aku bisa! Tentu aku bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik darimu! Dan ingat! Aku tidak ingin lagi mendengar kau meneleponku!” ujarnya lagi dan seketika percakapan itu berhenti lalu pintu kamar mandi pun terbuka tiba-tiba. Pria itu terkejut karena nyaris saja wajahnya terhantam pintu kamar mandi, sementara si wanita terkejut karena dia tidak pernah berpikir kalau di rumahnya ada seorang penyusup. Namun, beru saja si wanita berniat untuk berteriak, buru-buru si pria membekap mulut si wanita dan menodongkan revolver yang dia pegang tepat ke rahang si wanita. “Diam, atau peluru di dalam benda ini akan menghancurkan otakmu.” Ancam si pria dengan nada yang terdengar serius. Suara bariton khas seorang pria terdengar indah di telinga si wanita, hanya saja napas berat dan pakaian basah yang ada pada pria itu sedikit mengganggunya, terlebih ketika pria itu memeluk si wanita dan membekapnya dari belakang. Sadar kalau posisinya tidak sedang baik-baik saja, membuat wanita itu mengangguk gugup. Mematuhi semua perintah si pria yang saat ini tengah menggenggam nyawanya. “Tinggal dengan siapa kau di rumah ini?” tanyanya lagi dengan suara yang mulai terdengar semakin berat. Bahkan, napasnya pun seperti mau putus karena menahan lelah dan sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Meski sebenarnya dia tidak ingin mengatakan apa pun tapi, wanita ini merasa kalau jika dia tidak menjawab, maka besar kemungkinan kalau pria itu akan menarik pelatuk revolvernya lalu dia akan mati konyol di kamar mandi rumahnya sendiri. Bahkan, dari luar sana, wanita ini tidak hentinya mendengar suara sirine mobil polisi terus berbunyi. “Kau buronan?” “Jawab saja pertanyaanku.” “Aku tinggal sendirian di rumah ini.” “Aku akan menggunakan rumahmu. Kalau sampai kau coba-coba melapor pada mereka, aku tidak akan segan mencari orang-orang terdekatmu dan menghabisi mereka.” “Dari mana kau bisa punya alasan untuk mengancamku seperti itu?” tanya si wanita, dan seketika, pria ini menunjuk sebuah bingkai foto yang berada di rak sabun, di sudut kamar mandi, di mana sebuah bingkai foto itu memperlihatkan dua orang wanita yang terlihat sangat akrab satu dengan lainnya, tengah tersenyum lebar dan memegang Ice cream cup di tangan mereka masing-masing. “Berani sekali kau mengancamku, huh?” “Aku tidak mengancam. Aku hanya berusaha memberitahu padamu tentang konsekuensi yang akan kau dapatkan untuk tindakan nekat yang mungkin kau lakukan.” Jelas pria itu tanpa menurunkan revolvernya sedikit pun dari rahang si wanita. “Baiklah. Tapi ... biarkan aku menggunakan kamar mandi lebih dulu sebelum aku mengompol dan itu sangat memalukan untuk seorang wanita cantik sepertiku.” “Lakukan di depanku.” “Hah?!” pekiknya. “Dasar pria m***m! Kau pikir aku mau!” “Aku hanya meminimalisir kemungkinan kau melarikan diri dan melaporkanku pada polisi-polisi di luar sa...” belum sempat kalimat pria itu diselesaikan, pria itu tiba-tiba pingsan dengan revolver yang jatuh tergeletak di lantai yang perlahan mulai basah oleh air bercampur darah. Terkejut. Wanita ini seketika menjauhkan dirinya dari si pria dan mengambil sebuah sikat kloset untuk mempertahankan diri. Hanya saja, rasanya itu percuma saja, karena pria itu sudah pingsan dengan luka yang terus mengeluarkan darah segar, sialnya, darah itu mulai menggenangi lantai kamar mandi bersama air hujan yang mulai turun dari badan si pria. “Ini...sebenarnya bisa disebut keberuntungan atau kesialan?” gumam si wanita sambil mendesah dan menurunkan sikat klosetnya yang dia genggam sangat erat.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

PLAYDATE

read
119.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
203.3K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
632.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.5K
bc

My Secret Little Wife

read
115.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook