64 - July - The Settlement of Peace

1056 Kata
    “Saya? Saya sedang mencari anda tuan. Saya menemukan seorang gadis kecil yang tersesat... oh!” wajah Sean tiba-tiba berubah terkejut karena menyadari sesuatu. Ia memandang putri Garel.     “...saya ingat. Gadis kecil itu menangis karena ketakutan mendengar petir menggelegar. Saya membuatkannya sebuah cincin dari bunga-bungaan untuk membuatnya gembira. Ketika saya memberikannya, ia bilang saya harus membuat janji untuk menikah dengannya...” saat Sean menceritakan hal ini, wajahnya semakin memucat. Ia ingat semua kejadian itu akhirnya.     “Kau berjanji padanya?” tanya Xu Qiang.     “Ya, tapi saya hanya bercanda saja...” Sean mengangguk dengan enggan. Putri Garel langsung menangis sekuat-kuatnya saat mendengar itu.     “I... itu... artinya selama bertahun-tahun aku salah orang?” tangisnya. Air mata terus mengalir dari matanya yang besar ke kedua pipinya.     Sean berlutut di depannya dan memberikan sehelai sapu tangan berwarna putih salju.     “Putri Garel... saya minta maaf karena kesalahan saya telah menyebabkan kesalahpahaman seperti ini. Jika ada yang bisa saya lakukan untuk anda, tolong beritahu saya.” ujar Sean lembut.     Putri Garel menatap Sean dengan mata yang masih berlinangan.     “...mata itu... ya benar, aku ingat sekarang...” gumam putri Garel. Pipinya berubah menjadi merah pucat.     “Kau lah yang melamarku waktu itu...” lanjutnya dengan tersenyum kecil.     “Putri Garel, Sean-lah yang selama ini menjawab surat-surat yang anda kirim karena saya sangat buruk dalam merespon surat. Jadi, saya memintanya untuk membalas surat anda sebagai diri saya,” jelas Xu Qiang tersenyum.     “Oh, jadi begitu! Jadi, kata-kata indah dan selalu mendukungku itu ternyata dari Sean...” putri Garel tersenyum lebar.     Padahal kupikir hal itu akan membuatnya marah, tapi wajahnya malah menyiratkan kegembiraan. Ia memandang Sean dengan mata berbinar-binar. Sementara Sean terlihat tidak nyaman dan bingung harus melakukan apa. Ia merasa sepertinya ia sedang berada dalam suatu masalah besar saat melirik tatapan putri Garel.     “Aku senang kita telah mengatakan semuanya pada putri Garel dan menjelaskan kesalahpahaman ini sebelum terjadi masalah yang lebih besar lagi... karena kita semua adalah teman sejak kecil...” Xu Qiang tersenyum lega sekali.     Ketika aku menerjemahkan kata-kata Xu Qiang pada pangeran Damian dan putri Garel, mereka saling melempar pandangan satu sama lainnya dan tersenyum dengan malu.     “Persahabatan yang indah sekali,” gumamku. Xu Qiang ternyata mendengar kata-kataku dan ia tersenyum.     “Walaupun kami adalah pangeran dan putri, kami tetaplah manusia biasa. Kami bertengkar dan kami berteman. Aku harus berterima kasih padamu karena telah membuat hubungan pertemanan ini utuh kembali,” Xu Qiang menatapku dan tersenyum lembut.     Terima kasih Tuhan... aku senang melihat mereka semua tersenyum dan tertawa bersama lagi. Mereka akhirnya mengerti perasaan Xu Qiang. Ketika aku melihat ketiganya sedang tertawa bersama, tiba-tiba Xu Qiang meraih bahuku dan mendekatkan wajahnya ke telingaku. Aku dapat merasakan napasnya berhembus di telingaku dan seketika jantungku berdebar kencang.     “Kau sangat berharga untukku. Jangan lupakan hal itu,” bisiknya.     Mendengar kata-kata Xu Qiang, tiba-tiba hatiku terasa sakit. Bahkan sampai sekarang pun ia masih menganggapku berharga untuknya. Perasaannya membuatku sangat bahagia tapi juga terasa... menyakitkan.     “Kita harus kembali ke Mongolia dan menjelaskan semuanya pada ayah. Begitu ia mengerti kalau semua ini adalah kesalahpahaman, aku yakin ia akan menarik rencana pernikahan itu. Mungkin agak sulit saat menjelaskan pada rakyat jika pertunangan itu adalah hasil kesalahan sang putri,” kata pangeran Damian tiba-tiba. Ia menghela napas panjang dan beberapa ekspresi bercampur di wajahnya.     “Aku yakin ayah akan mengerti. Ia akan melihat bahwa bibiku pun tidak ingin hal seperti ini terjadi. Dan juga Xu Qiang.... ah, maaf maksudku Pangeran Fang Xu Qiang... aku juga akan bicara mengenaimu begitu aku kembali,” pangeran Damian tanpa sengaja memanggil Xu Qiang dengan nama kecilnya. Ia terbatuk seakan berusaha menyembunyikan kesalahannya. Tapi, Xu Qiang tersenyum geli saat mendengarnya.     “Aku tidak keberatan kau memanggilku dengan Xu Qiang, Dan aku akan memanggilmu Dam, tidak apa-apa ‘kan?” senyumnya. Pangeran Damian langsung tersentak mendengarnya.     “Bukankah itu nama yang biasa kita gunakan sewaktu kecil?” cengir Xu Qiang.     “Kurasa nama panggilan itu kedengaran sedikit feminim. Dan aku rasa aku tidak ingin kau me—” belum sempat pangeran Damian menyelesaikan kata-katanya, putri Garel langsung berseru. “Oh, imut sekali! Aku juga akan memanggilmu seperti itu!” tawa putri Garel. “Garel, kau juga???” Damian memandang adiknya dengan pandangan tidak percaya. Tapi, akhirnya ia tertawa dengan wajah memerah.     Putri Garel dan Xu Qiang terlihat sedang menikmati kesenangan diri mereka sendiri. Walaupun masih banyak yang ingin mereka lakukan, tapi pangeran Damian dan putri Garel harus segera kembali ke Mongolia. Mereka pun bergegas mempersiapkan kepulangan mereka.     Ketika keduanya menghilang ke dalam istana, Xu Qiang menghela napas panjang karena lega.     “Saya rasa pesta pertunangannya dibatalkan,” kata Sean.     “Ya, aku yakin paman akan marah besar,” Xu Qiang memutarkan bola matanya.     “Mungkin akan sedikit sulit untuk anda sementara waktu,” Sean berusaha menghibur majikannya itu.     “Aku sudah tahu hal itu dari awal,” kata Xu Qiang dengan tertawa ringan.     Itu adalah senyum yang selalu kulihat di wajah Xu Qiang. Pekerjaanku telah selesai... aku senang karena aku berhasil menyelesaikannya hingga akhir. Apakah aku sudah cukup berguna bagi Xu Qiang?     Ketika pertanyaan itu merasuki pikiranku... aku merasa semua kekuatan yang ada di tubuhku langsung menguap di udara dan aku perlahan jatuh ke lantai.     “Tomoka!” Xu Qiang terkejut dan segera menghampiriku. “Ada apa? Kau baik-baik saja?” tanyanya.     “Maaf, aku hanya merasa lega...” jawabku pelan.     Xu Qiang membantuku berdiri kembali dan aku mulai merasa terlihat menyedihkan.     “Aku mengerti... jangan mengkhawatirkanku sampai seperti itu,” senyum Xu Qiang.     “Maafkan aku...” kataku. Xu Qiang menggeleng pelan. “Tidak perlu minta maaf. Hari ini memang hari yang berat.”     Ia berterima kasih padaku dan langsung mengangkat tubuhku secara mendadak. Aku terkejut ia menggendongku di depan Sean.     “Xu... Xu Qiang?” wajahku memerah dan jantungku berdegup kencang.     “Sean, aku akan membawanya ke kamar dan memastikannya mendapat istirahat yang cukup. Kau pergilah temui pamanku,” perintah Xu Qiang.     “Ya, tuan.” jawab Sean langsung. Sebelum ini, Sean selalu mencoba menghentikan sang pangeran pada situasi seperti ini. Tapi, kali ini ia tidak berkata apa-apa dan langsung meninggalkan tempat itu.     “Ayo, Tomoka. Sebaiknya kau memegangku erat kalau tidak mau aku menjatuhkanmu begitu saja,” Xu Qiang memandangku serius sebelum akhirnya ia tersenyum. Lagi-lagi dia membuat wajahku semakin memerah. “Oh, ba... baiklah...” aku meletakkan tanganku melingkari lehernya dengan gugup.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN