18 - February - Finding Some Clues

1576 Kata
    “i***t! Ini aku!” desis Xu Qiang yang langsung menyadarkanku. Ia tampaknya kesulitan menahan rontaanku dari tadi. Aku langsung membelalak padanya sesaat sebelum menghela napas panjang. “Kau sudah tenang?” tanyanya sambil merapikan jasnya yang awut-awutan karena menahanku dari tadi. Aku mengangguk pelan. “Kalau begitu, kita segera berangkat.” katanya kembali memegang stir mobil. “Kau dapat mobil dari mana?” heranku. “Aku baru membelinya tadi di bursa mobil,” jawabnya enteng yang langsung membuatku membelalak kaget. Xu Qiang lagi-lagi membuatku sadar bahwa dunia kami berbeda. Dia membeli mobil dengan mudahnya seperti membeli permen.     Xu Qiang mengemudikan mobil dengan cepat. Aku memandangnya dan menyadari bahwa dia memang memiliki aura seorang pangeran. Tampang seriusnya saat mengemudi benar-benar sangat menggoda. “Kita mau ke mana?” tanyaku. “Bukannya aku sudah memberitahumu?” herannya. Aku langsung menggeleng. “Kau tidak bilang apa-apa selain menyuruhku ke tempatmu dan kau telah mendapatkan petunjuk mengenai kakakmu.” jawabku polos. Xu Qiang langsung tertawa. Dia memberikan ponselnya padaku. Aku membaca sebuah pesan berisi alamat.     “Aku telah meminta agen penyelidik rahasia dan mereka baru saja memberitahuku tentang lokasi kakakku.” jelasnya. Aku ternganga kembali mendengarnya. “Tidak lama lagi aku akan bertemu dengannya,” Xu Qiang tersenyum sambil terus menatap jalan. “Kau tahu di mana lokasinya?” dia melirikku sekilas. Aku kembali membaca alamat itu dengan teliti. “Oh! Ini dekat dengan rumah orangtuaku!” seruku langsung.      Aku memberikan petunjuk arah kepadanya hingga kami sampai di daerah yang sangat kukenal. Alamat yang ditunjukkan oleh pesan itu mengarah pada sebuah gedung kantor yang menjulang tinggi. Kami turun dan mendekat ke arah gedung itu untuk melihat dengan jelas.     “Apa kau yakin ini tempatnya?” Xu Qiang mengernyit memandang gedung itu. Aku mengangguk.     “Aku cuma diberitahu bahwa alamat ini adalah tempat dimana Shouko, ibu dari kakakku tinggal.” kata Xu Qiang lagi. “Apa mungkin mereka telah pindah?” tanyaku. Raut wajah Xu Qiang berubah menjadi murung. “Padahal itu satu-satunya petunjukku mengenai keberadaannya...” pangeran mengepalkan tangannya dengan kesal. Aku menatapnya iba. “Kenapa kau ingin sekali mencarinya?” tanyaku pelan.     “Ini demi ayahku. Ayahku ingin tahu anak seperti apa yang dilahirkan dari rahim wanita yang dicintainya itu... ia sangat ingin tahu sampai-sampai dia tidak mau mengatakan alasannya padaku,” jawabnya sambil terus memandangi gedung tinggi itu dari pinggir jalan. “Dan lagi aku memang sangat ingin memiliki seorang saudara...” dia tersenyum sedih.     Aku mengerti posisinya sebagai anak tunggal dan harus meneruskan posisi ayahnya kelak. Dia pasti sangat kesepian hingga ingin memiliki seorang kakak walaupun dari ibu yang berbeda. Saat aku sedang sibuk memikirkannya, tiba-tiba ponselku berdering. Aya meneleponku.     “Tomoka? Kami baru saja mendapat telepon dari tuan Sean bahwa pangeran menghilang! Kami telah berusaha mencarinya dan menyelidiki bahwa dia baru saja membeli mobil dengan kartu kreditnya!” suara Aya terdengar sangat panik. Aku hanya bisa menjawabnya dengan uh-oh saja.     Kulirik Xu Qiang yang langsung memberikan tanda agar tidak mengatakan apapun pada mereka.     “Ah, ya aku juga sedang mencarinya. Akan kukabari jika aku menemukannya,” setelah menjawab demikian, kuputuskan telepon darinya.      Aku berpikir untuk mengajak Xu Qiang pulang tapi karena mengetahui karakternya, ia pasti tidak akan mendengarkan kata-kataku. Jadi, kuputuskan untuk membantunya mencari kakaknya baru mengajaknya pulang.     “Bagaimana kalau kita mencari informasi lain? Mungkin kita bisa menanyai orang-orang di sekitar sini.” usulku padanya. Mata pangeran kembali berbinar. Dia langsung mengangguk setuju.     “Karena aku tidak mengerti bahasa mereka, aku akan bergantung padamu, Tomoka.” ia terkekeh dan memukul pelan bahuku. Aku hanya tersenyum padanya. Yang sekarang kupikirkan adalah Aya dan Sean pasti dapat menemukan mereka sebentar lagi. Jadi, mereka harus cepat menemukan kakak Xu Qiang.     Kami mulai berkeliling di jalanan itu dan menanyai beberapa orang yang tinggal di sana. Kami kesulitan mendapatkan petunjuk hanya dengan namanya saja. Entah sudah berapa jam kami sibuk menanyai orang-orang di sana hingga kami mendapatkan sebuah informasi dari seorang nenek pemilik kedai rokok yang mengatakan dia yakin bahwa Shouko tinggal di apartemen dekat gedung kantor itu sebelum bangunan tinggi itu dibangun.      Kami cukup senang mengetahui bahwa informasi yang didapat Xu Qiang dari agen rahasianya adalah benar. Nenek itu juga mengatakan bahwa Shouko telah menikah dan pindah dari sana 10 tahun yang lalu. Shouko juga memiliki seorang anak. Mendengar hal itu, Xu Qiang menjadi lebih gembira. Si nenek menambahkan bahwa dia tidak yakin mereka akan pindah terlalu jauh dari sana tapi ia juga tidak tahu ke mana. Xu Qiang merasa informasi dari nenek itu sudah cukup dan mengajakku untuk menanyai orang lain lagi. Aku menyetujuinya dan kami kembali berkeliling menanyai orang-orang yang sedang duduk-duduk mengobrol atau berbelanja.     Tiba-tiba, hujan lebat langsung mengguyur kami. Kami segera kembali ke mobil dengan pakaian basah. Hujan yang turun terlalu lebat hingga kami tidak dapat melihat apapun dari jendela mobil. Xu Qiang mulai sibuk melepas jasnya yang basah. Kemejanya pun basah kuyup hingga memperlihatkan otot-otot dadanya yang bidang. Saat ia menyapu rambutnya yang basah dengan tangannya, oh my god… pipiku kembali memerah karena karismanya yang begitu besar menarik perhatianku. Aku menghindari untuk melihatnya dengan menatap jendela. “Hatchii!” aku mulai bersin karena kedinginan. Xu Qiang menoleh kearahku. “Kau bisa masuk angin dengan pakaian basah seperti itu. Lepaskan bajumu,” katanya hingga membuatku kaget dan wajahku semakin memerah. Apa dia gila untuk menyuruhku membuka pakaian di sini???     Tangan Xu Qiang meraih blazer cokelat yang kukenakan dan berusaha melepasnya. Aku membelalak padanya. “Ti... tidak perlu... hentikan...” aku berusaha menghindar dari usahanya. “Kau benar-benar keras kepala, Tomoka. Kau mau sakit kalau begini terus??? Aku masih memerlukan penerjemah.” katanya sambil terus meraihku.     Aku mulai berpikir keras bagaimana caranya menghindar dari serangannya. Lama-lama dia bisa melucuti semua pakaianku kalau begini caranya. “Ru... rumah keluargaku ada di dekat sini! Mungkin kita bisa mengunjungi mereka untuk berteduh!” kataku cepat. Xu Qiang menghentikan tangannya dan terlihat berpikir sebelum akhirnya mengiyakan.                                                                                       ***       Tiba-tiba rasa cemburu muncul di dalam diriku saat melihat Tomoka tersenyum pada Dr. Hirata. Dengan sengaja aku memanggilnya agar menjauh dari pria itu. Dengan alasan meminjam pulpennya, dia langsung menghampiriku. Yes! Aku berhasil!     Ponselku berdering saat kami akan meninggalkan rumah sakit. Sebuah nama yang kukenal membuatku terkejut. Informan yang kusuruh menyelidiki di mana kakak tiriku menghubungiku! Aku tidak bisa menjawab teleponnya di depan semua orang seperti ini. Aku perlu menghindar dari Sean yang selalu menyadari apa yang terjadi di belakangnya. Walaupun tidak suka dengan Dr. Hirata, aku mengajaknya untuk menemaniku. Sepertinya dia bisa kubodoh-bodohi dibandingkan Sean yang jelas sangat pintar.      Aku masuk ke dalam toilet dan menyuruh dokter itu menungguku di luar saja. Bagus! Dia menurut dan itu memudahkanku untuk menyelinap keluar. Aku kembali menelepon informanku yang ternyata telah menemukan alamat ibu dari kakak tiriku. Ia mengirimiku sebuah pesan berisi alamat lengkapnya. Sekarang yang harus kupikirkan adalah bagaimana kabur dari rumah sakit ini tanpa disadari oleh semuanya. Sebuah ventilasi yang cukup besar untuk ukuranku menarik perhatianku.  Kupaksa membongkar ventilasi itu sepelan mungkin agar tidak ada yang curiga. Aku harus cepat sebelum mereka menyadari apa yang kulakukan.     Saat berhasil keluar dari toilet itu, aku langsung berlari ke arah taksi yang sedang berhenti di sana. Mereka pasti sudah mulai menyadari bahwa aku menghilang. Aku tahu kalau aku dalam bahaya jika keluar diam-diam seperti ini. Tapi, rasa penasaranku terhadap kebenaran alamat ini membuatku nekad. Aku bingung bagaimana harus menjelaskan pada supir taksi ini kemana aku akan pergi karena dari tadi aku menyuruhnya untuk jalan menjauhi rumah sakit itu. Sebuah dealer  mobil membuatku berpikir bahwa lebih baik aku membeli sebuah mobil agar memudahkanku mencari alamat ini tanpa diketahui orang lain.     Tidak membutuhkan waktu yang lama bagiku untuk mendapatkan sebuah mobil dengan mudah. Mereka bahkan bersedia mengurus semua persyaratan yang kubutuhkan hanya dengan kuberikan kartu kreditku yang tidak memiliki limit pemakaian. Setelah itu, aku langsung menghubungi Tomoka. Dia bisa membantuku mencari alamat ini karena dia orang Jepang dan dia juga mengetahui rahasiaku ini.     Aku pergi ke sebuah jalan yang kuberitahu padanya untuk menungguku di sana. Dari kejauhan aku sudah melihatnya sibuk memandang berkeliling tanpa menyadari mobilku mendekat ke arahnya. Aku tidak mungkin memanggilnya, siapa tahu Sean berada di sekitar sana. Aku langsung menarik Tomoka untuk masuk ke dalam mobil. Dia memberontak kuat sekali untuk ukurannya yang kurus itu. Aku sampai harus membekap mulutnya untuk mencegahnya berteriak. Bisa bahaya jika mereka mengetahuiku di mana aku sekarang!     Aku harus dapat menemukan kakakku, itu yang terus kupikirkan dalam hati. Tomoka mengatakan alamat itu dekat dengan rumah orangtuanya. Berarti dia pasti mengenali daerah sekitar sana.     Kami sampai di depan sebuah gedung tinggi yang jelas-jelas bukan apartemen. Itu sebuah gedung kantor dan nampaknya satu-satunya petunjukku tidak berguna. Aku tidak bisa menemukannya dan itu membuatku sangat geram. Ponsel Tomoka berdering. Sepertinya ada telepon dari kantornya. Dia memberi tanda padaku bahwa mereka sedang mencariku. Aku langsung memberitahunya agar tidak mengatakan apapun. Aku belum mau kembali begitu saja.     Tomoka menyarankanku untuk bertanya pada orang-orang di sekitar sana, siapa tahu mereka mengenal Shouko. Seorang nenek akhirnya memberi tahu kami bahwa ia mengenal wanita bernama Shouko dan memang dulu ia tinggal di bekas gedung kantor itu yang dulunya adalah sebuah apartemen. Aku kembali merasakan adanya semangat dari dalam diriku. Tomoka terus membantuku bertanya pada setiap orang yang ada di sana.     Sayangnya, perburuan kami terhenti karena hujan lebat. Kami segera ke mobil dan aku yang kedinginan pun tentu saja langsung melepas jasku. Rambutku pun basah sekali seperti habis keramas. Aku perlu mengeringkannya kalau tidak aku bisa flu dan Sean bisa memarahiku habis-habisan. Tomoka malah diam saja padahal pakaiannya juga basah kuyup sepertiku.      Dia bersin seketika dan aku langsung menyuruhnya untuk melepas pakaiannya juga. Aku tidak mau dia sakit karena aku. Tomoka terus-terusan menolak dan menghindar dariku. Memangnya apa salahku? Aku 'kan hanya ingin membantunya. Dia langsung mengatakan rumah keluarganya di dekat sana dan mengajakku untuk mampir. Sepertinya idenya tidak terlalu buruk, jadi aku langsung mengiyakan saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN