56 - June - To Protect Him

1132 Kata
    “Tidak. Untuk saja aku masih sempat menyelamatkannya. Aku yang terluka karena kepala menghantam aspal lebih dulu,” aku menunjukkan bekas jahitan di kepalaku sehingga membuat Li Qun terkejut luar biasa.     “Nah, setelah itu aku dirawat dan aku masih sempat bertemu dengan Tomoka saat siuman sekali. Saat itu salah satu dokter dari Jepang itu datang dan mereka berbincang-bincang di ruanganku. Aku tidak tahu apa yang mereka katakan tapi aku hanya bisa mendengar kata 'Jepang' saja. Setelah aku mulai sembuh, Tomoka mendadak mengatakan dia akan pulang ke Jepang bersama para dokter. Jadi, tidak ada yang bisa kulakukan untuk mencegahnya...” aku menyandarkan tubuh ke belakang sambil menutup wajah dengan punggung tangan. “Hmm... mungkin memang karena tidak ada yang bisa dikerjakan lagi di sini?” tebak Li Qun.     “Aku tidak bodoh untuk menyadari kalau si dokter itu menyukai Tomoka, Li Qun! Aku sadar kalau Tomoka pasti merasa kesulitan jika harus tetap bersamaku. Dia pasti akan lebih bahagia jika bersama dokter itu. Setidaknya hubungan mereka tidak akan ditentang...” aku benar-benar frustasi saat mengatakannya.     “Kau 'kan tidak tahu kalau mereka benar-benar berhubungan atau tidak, Xu Qiang. Itu semua hanya pemikiranmu. Memangnya kau pikir seseorang bisa semudah itu langsung berpindah hati ke pria lain hanya dalam satu hari?” Li Qun menaikkan alis saat mengatakannya. Mendengar hal itu, Sean langsung mendengus hendak tertawa. Otomatis kami memandangnya. “Itu juga yang saya katakan padanya, tuan Li Qun.” ucap Sean. Li Qun langsung mendengus hendak tertawa menyadari jika pemikirannya sama dengan Sean. “Kenapa kalian serempak berpikiran seperti itu???” aku benar-benar heran melihat mereka.     “Orang bodoh mana yang tidak akan menyadari jika kalian berdua saling mencintai sampai seperti orang yang mabuk cinta begitu. Mana mungkin hanya dalam satu hari Tomoka bisa segampang itu melupakan perasaannya???” dengus Li Qun dan Sean mengangguk menyetujuinya. Apa kami kelihatan jelas seperti itu??? “Mungkin ada alasan lain sehingga Tomoka harus kembali ke Jepang. Kau 'kan tidak bertanya alasannya,” Li Qun melipat kedua tangan di d**a sambil menaikkan alis. Aku memandangnya dengan penasaran seakan mengatakan, 'apa-alasannya?' “Mana kutahu! Itu harusnya kau tanyakan sendiri padanya. Baiklah, aku masih ada urusan lagi. Mungkin kau harus berpikir dengan kepala dingin dulu agar mendapatkan jawabannya,” Li Qun kemudian berdiri dan hendak keluar dari ruanganku.     Sebelum ia sempat keluar, Li Qun menoleh memandangku sesaat seperti baru teringat akan sesuatu. “Ah, aku lupa mengatakannya padamu. Aku ada tugas dinas ke Jepang besok. Apa mau kutanyakan pada Tomoka?” Li Qun menyeringai ke arahku sehingga aku membesarkan bola mata mendengarnya. Aku langsung menegapkan diri berminat dengan tawarannya. “Ah, tidak jadi. Mungkin lebih baik kau sendiri yang bertanya. Aku tidak mau ikut campur,” kekeh Li Qun dan dia sepertinya sedang mempermainkanku. Ah, sialan Li Qun!                                                                                   ***       Aku ingin melindungi sang pangeran, dengan pikiran seperti itulah aku memilih untuk meninggalkannya. Hari-hari indah yang pernah kulalui bersamanya masih terasa seperti sebuah mimpi bagiku. Aku selalu memberitahu diriku sendiri berkali-kali kalau aku telah kembali ke kehidupan normalku. “Pak, saya sudah selesai menyusun laporan yang anda inginkan,” kataku pagi itu pada Pak Fuji. “Oh, terima kasih, Tomoka. Kerjamu cepat akhir-akhir ini,” pujinya. “Ya, pak. Saya sedang termotivasi sekarang,” kataku tersenyum. Pak Fuji balas tersenyum kemudian memandangku dengan ekspresi khawatir. “Kau baru saja pulang ke Jepang. Apa kau harus memaksakan dirimu untuk bekerja keras seperti ini?” cemasnya. “Aku tidak memaksakan diri...” tapi kupaksa senyumku tersungging. “Fuji benar, Tomoka. Kau terlalu bekerja keras. Tidak akan ada yang mempermasalahkan jika kau sedikit lebih santai!” Aya pun langsung ikut berkomentar. “Ini ‘kan kerja. Aku tidak merasa bisa menganggapnya lebih santai,” jawabku sambil tertawa.     Apa aku terlihat begitu depresi??? Aku tidak ingin membuat khawatir atau menyusahkan orang lain lagi. Aku bersikap seperti diriku yang biasa. Tapi, mungkin mereka bisa melihat kalau aku berpura-pura tegar. Aku menghargai kebaikan mereka semua tapi aku tidak bisa membicarakan masalah Xu Qiang. Aku telah menemukan penyelesaian untuk masalahku dan aku memutuskan untuk tidak menyesalinya lagi. Selama dia bisa tetap aman... hanya itu yang kupikirkan.     Setelah aku mengingat keputusanku, aku kembali menghadapi setumpuk dokumen yang sedang menungguku. Aku telah membuat diriku bekerja keras agar aku tidak memiliki waktu untuk berpikir masa lalu lagi.     Telepon kantor kami berdering dan Pak Fuji langsung mengangkatnya.     “Oh, ada yang membutuhkan seorang penerjemah? Tomoka, ini telepon untukmu,” Pak Fuji memberikan gagang telepon itu padaku yang langsung menerima.     “Aku minta maaf karena harus memintamu secara mendadak. Tapi, ada yang ingin kau bekerja sebagai penerjemah lagi,” sebuah suara membuatku tertegun, ternyata Tetsu. Penerjemah? Jantungku kembali berdegup kencang. Mungkinkah itu Xu Qiang lagi?     “Siapa yang harus kubantu untuk menjadi penerjemah?” tanyaku dengan berdebar. Aku tahu kalau hal itu tidak mungkin terjadi, tapi tetap saja aku bertanya. Lelaki itu menyebut nama yang tidak pernah ku duga sama sekali.   ˜                                                                                        ***       “Lama tidak berjumpa, Manami.” suara Jun yang familiar langsung membuatku terkejut. Aku memang tahu kalau Jun telah berhenti dari kantor kami.     “Jun! Lama tidak berjumpa!” seruku kaget.     “Kudengar kontrakmu dengan Xu Qiang sudah berakhir. Karena itulah, kurasa tidak ada masalah jika kau bekerja untukku, bukan? Tapi, tetap saja kau masih tidak fashionable seperti biasa,” kekehnya.     Dari kata-katanya, Jun juga masih belum berubah sama sekali. Aku tidak bisa berhenti tertawa mendengar kata-kata hinaan darinya.     “Bukannya kau bisa bahasa Jepang? Untuk apa kau membutuhkanku sebagai penerjemah lagi?” heranku. Jun melemparkan senyum penuh makna ke arahku.     “Aku kemari sebagai Wang Li Qun dan di pemerintahan China tidak ada yang tahu kalau aku bisa berbahasa Jepang selain orangtuaku. Apa mereka tidak heran kalau aku ternyata menguasainya? Selama ini mereka hanya tahu aku pergi ke Amerika untuk melanjutkan pendidikan. Intinya kau kusewa sebagai penerjemah hanya untuk alibiku saja,” Jun tersenyum. Aku mengangguk mengerti. “Hari ini kau akan mengunjungi pemandian air panas, bukan?” tanyaku. Jun mengangguk.     Penampilannya telah berubah menjadi Wang Li Qun karena ayahnya memintanya dengan sangat agar kembali ke China. Itulah sebabnya ia berhenti bekerja dan membantu ayahnya selama beberapa waktu. Hari ini adalah kunjungannya ke tempat-tempat wisata di Jepang. Jadi, jika ia kembali nanti ia bisa mengerti bagaimana memajukan parawisata di China.     Aku mulai berpikir bahwa kedua orang ini memiliki gaya yang berbeda. Tapi, hal yang sama adalah mereka sama-sama orang yang serius. Xu Qiang selalu mendengarkan dengan serius apa yang kujelaskan. Dalam hatiku, aku berharap sistem medis dan parawisata Jepang dapat membantu negara China. Tiba-tiba rasa sakit kembali menyerang hatiku saat mengingat lelaki itu.     Sebenarnya aku masih ingin berada di sisi Xu Qiang dan melihatnya merubah China ke arah yang lebih baik. Tapi, mimpi itu tidak akan pernah menjadi nyata.     Diam-diam aku menarik napas dalam-dalam dan menenangkan diriku. Aku mengingatkan diriku lagi bahwa aku sekarang sedang bekerja untuk Jun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN