Ketiga rekanku langsung berbinar-binar. Aku masih bingung dengan kondisi ini hingga aku hanya mendengarkan mereka saja.
“Kompetisi lagi???” tanya Aya dengan semangat. Pak Fuji langsung mengangguk cepat.
“Beliau akan datang bulan depan. Dan minggu depan akan diadakan seleksi antar tim untuk menentukan siapa yang akan menjadi penerjemahnya. Sementara minggu ini aku harus menyerahkan nama perwakilan dari tim kita!” lanjutnya lagi.
“Sepertinya dari tim kita yang bisa bahasa Mandarin hanya Jun dan Tomoka. Bagaimana Jun?” lirik Aya padanya.
“Bagaimana kalau Manami yang mencobanya? Biar dia lebih berpengalaman,” usul Jun tanpa memandangku yang terlonjak sedikitpun.
“Ooohh, tumben sekali kau tidak mau?” tanya Pak Fuji heran.
“Tidak ada apa-apa. Hanya ingin memberi kesempatan pada Manami.” jawab Jun.
“Umm... aku belum pernah menerjemahkan tamu asing. Bukannya pekerjaan utamaku adalah penerjemah buku? Apa boleh?” tanyaku ragu. Mereka langsung tertawa.
“Tidak masalah. Kau bisa menambah pengalaman di bidang lain. Jika kau tidak mencobanya, kapan kau akan bisa melakukannya??? Ayo, coba saja, Tomoka!” Tetsu menepuk pundakku pelan sambil tertawa.
“Ba... baiklah. Akan kulakukan dengan sebaik-baiknya.” jawabku.
Setelah rapat singkat, Pak Fuji kembali ke ruangannya. Aku juga kembali ke meja kerjaku dan mulai menyalakan mesin pencari di komputer. Aku mencoba mencari tahu tentang putra Presiden China yang akan datang tersebut. Setidaknya aku ingin mengetahui tentang data dirinya. Ternyata namanya adalah Fang Xu Qiang. Begitu aku meng-klik foto-foto tentang dirinya, seorang pria muda yang usianya tidak terlalu berbeda denganku muncul dengan gaya yang berbeda. Wajahnya terbilang cukup tampan dan ia terkesan sangat rapi terawat.
“Waaahhh, dia tampan sekaliii~” komentar Aya yang tiba-tiba muncul di sampingku untuk meletakkan dokumen.
“Ini putra Presiden China itu?” tanyanya memandangku. Aku mengangguk sekilas.
“Kau beruntung sekali, Tomoka! Aku jadi ingin belajar bahasa Mandarin,” katanya lagi sambil menerawang. Tetsu juga ikut-ikutan berdiri di belakangku.
“Jangan tertipu wajah tampannya. Dia itu egois.” komentar Jun tiba-tiba. Kami langsung memandang ke arahnya yang tidak bergeming sedikitpun dari dokumennya.
“Sebelumnya kau pernah menjadi penerjemahnya?” tanya Aya.
“Dulu sebelum bekerja di sini, aku pernah diminta untuk menjadi penerjemahnya selama dua hari. Bisa dibilang selama dua hari itu bagaikan neraka bagiku.” jawabnya. Aku langsung meneguk ludah.
“Apa karena itulah kau menyerahkan tugas ini kepadaku?” tanyaku dengan jantung yang berdegup kencang.
“Kau pintar sekali, Manami. Aku menyerah jika diminta untuk menjadi penerjemahnya lagi,” senyum dingin Jun yang membuatku langsung membatu.
“Juuuuuuunnnnn!!! Teganya kau!!!” ringisku yang disambut oleh tawanya.
“Selamat berjuang, Manami~” katanya sekilas sebelum keluar dari ruangan.
***
Dengan langkah kaki gontai, aku keluar dari kantorku. Tidak kusangka tugas pertamaku akan menjadi sulit seperti ini. Aku akan menghadapi orang yang sangat menyebalkan dan harus bersabar daripada kepalaku ditebas oleh penjaganya. Tapi, aku tidak boleh menyerah! Rasanya Jun hanya ingin menakutiku saja. Semoga saja Fang Xu Qiang tidak semengerikan yang dikatakannya.
Segera kutepis semua ucapan Jun. Karena belum tentu akulah yang terpilih untuk menjadi penerjemah putra Presiden China itu. Masih ada seleksi dan itulah yang harus kupikirkan sekarang.
Sembari menghela napas, aku kembali berjalan pulang ke rumah dengan santai.
***
Aku berdiri tercengang di depan papan pengumuman kantor. Tidak percaya dengan apa yang kulihat. Namaku terpampang di papan itu sebagai penerjemah yang terpilih untuk menemani putra Presiden China itu. Mulutku tidak bisa kututup karena aku masih tidak percaya dengan apa yang k****a. Kucoba untuk menampar, mencubit dan memukul wajahku. Aku tidak bermimpi!
Aku hampir meringis kembali karena aku telah sengaja mengerjakan tes ku dengan sembarangan dan tidak menyangka bahwa aku lolos seleksi. Padahal aku telah berharap tidak lolos karena masih terngiang akan ucapan Jun.
Tetapi, sebenarnya aku juga meragukan hasil tes ku karena ada beberapa pertanyaan yang memang kujawab dengan yakin. Apa mungkin aku keasyikan menjawabnya dengan benar? pikirku.
Sebuah tangan mendorong daguku agar mulutku tertutup. Aku langsung menoleh. Aya berdiri di sampingku dengan tertawa riang.
“Mulutmu bisa kemasukan lalat, Tomoka. Selamat yaa kau berhasil lolos seleksi!” katanya dengan riang. Tetsu dan Jun juga berdiri di belakangku.
“Gabrielle pasti tidak senang dengan berita ini~” siul Tetsu pelan yang langsung disikut oleh Aya.
Aku memandang Jun dengan pandangan sebal. Pria itu membalas dengan tatapan mengejek kemalanganku. Dia tidak lagi terlihat kalem di depanku. Aku sudah mengerti tingkah lakunya selama sebulan bekerja di ruangan yang sama.
Sebuah aura menakutkan sangat terasa di tengkuk ku. Aku berbalik dan melihat Gabrielle memelototi papan pengumuman. Dengan cepat, pandangannya pun berpindah ke arahku. Aku terkesiap karena kali ini tatapannya sungguh menakutkan. Aya dan Tetsu dengan cepat langsung mengajakku kembali ke ruangan kerja kami.
“Fuuuhhh... rasanya dia hampir menelanmu, Tomoka.” kata Tetsu. Aku mengangguk suram.
“Oh ya, sepertinya putra Presiden akan datang seminggu lagi,” celetuk Jun sambil menerawang. Aku melemparkan tatapan super tajam padanya.
“Aku cuma mengingatkan,” kekehnya tanpa takut sedikitpun padaku.
***
Aku berdiri menunggu tugas pertamaku tiba. Pak Fuji memintaku menjemput tamu agung tersebut di bandara. Rasa gugup mulai menyelimuti diriku. Telapak tanganku kembali mendingin saat mendengar suara pengumuman yang mengatakan bahwa pesawat penerbangan dari China telah sampai. Aku berjalan mendekati pintu kedatangan sambil melihat jam. Beberapa orang mulai keluar dan tempat itu mulai menjadi hiruk pikuk.
Tampak olehku dua orang yang mengenakan jas hitam dengan tampang yang cukup menakutkan. Seorang pria berjalan di belakang mereka dengan sebuah headset bluetooth di telinganya. Ia terlihat berhenti sebentar dan melihat ke sekeliling sebelum terpaku melihatku. Dengan cepat, ia berjalan menghampiriku. Aku masih bingung dan tidak mengenalnya sama sekali. Pria itu sama sekali tidak mirip dengan putra Presiden yang sedang kutunggu.
“Kau Tomoka Manami yang akan menjadi penerjemah tuan Fang Xu Qiang?” tanyanya dalam bahasa Mandarin. Aku yang masih terbingung-bingung langsung mengangguk pelan.
“Namaku Sean Lu. Asisten tuan Fang Xu Qiang,” lanjutnya lagi sambil menjabat tanganku sekilas.
“Umm... aku tidak melihat tuan Fang Xu Qiang?” tanyaku pelan. Sean tidak menjawabku dan berbicara cepat melalui headset-nya.
Tidak berapa lama, empat orang pria berjas hitam lainnya keluar dari pintu kedatangan dengan mengapit seorang pria berambut cokelat. Aku berusaha untuk melihat wajahnya tetapi terhalangi oleh Semakin mereka mendekat ke arah kami, aku baru melihat wajahnya yang membuatku cukup tercengang. Wajahnya lebih tampan dari foto-foto yang kulihat. Tubuhnya atletis dan ia mengenakan setelan jas berwarna abu-abu.
“Jangan jatuh cinta padanya. Ingat itu,” Sean berbisik di telingaku yang langsung membuatku kembali sadar.
Fang Xu Qiang menjabat tanganku sekilas tanpa senyum sedikitpun. Ada kesan arogan pada dirinya. Namun, karismanya cukup besar hingga menarik perhatian beberapa orang di sana. Aku dapat melihat bahwa gadis-gadis memperhatikannya sambil tersenyum. Maklum saja, memang keberadaan putra Presiden seperti oase di padang pasir.