"Ana, dagu agak ke atas. Dan, tangan kamu menyentuh gaun bagian bawah, dan tarik sedikit ke atas. Dengan tubuh, agak condong ke belakang." ucap sang photografer. "Oh, ya. Kaki kanan sedikit lebih maju, jangan sejajar dengan kaki kiri."
"Baik!" Wajah Ana masih terlihat muram. Dia memang terlihat tidak begitu antusias untuk pemotretan hari ini. Sementara kakaknya belum juga memberikan kabar untuk drama terbarunya. Merasa tidak ada harapan lagi, dia hanya bisa melakukan beberapa pemotretan dengan brand-brand yang memang sudah kontrak dengannya.
"Sssttt... Eh.. Ana... Senyum.. Senyum.. " bisik-bisik lia. Mencoba untuk memanggil Ana agar dia tidak terlihat muram. Dia mencoba memberikan arahan dengan ekspresi wajah yang berbeda.
Ana hanya menoleh, menghela nafasnya. Memalingkan wajahnya. Tanpa penculikan apa yang dikatakan Lia.
Ana mulai mengekspresikan gaya yang diberikan arahan oleh sang photografer. Dia mencoba untuk tetap profesional. Mencoba tetap tersenyum meski dalam hati dia merasa ingin sekali mengobrak-abrik tempat itu. Hatinya masih kesal. Aku ga panas dalam dirinya semakin membakarnya.
Setelah selesai pemotretan. Lia segera berlari menghampiri Ana. Memberikan tisu padanya. mengusap wajah Ana yang nampak terlihat bintik puluh keringat di keningnya.
"Ana... fokus.. Kenapa dari tadi kamu terus melamun. Lupakan masalah tadi, biarkan saja aku yang urus semuanya. Sekarang, kamu fokuslah dulu." ucap Lia lirih. Dia mengamati sekelilingnya. Memastikan tidak ada orang yang mendengarnya. Ana hanya menghela nafasnya. Dia bangkit dari duduknya. Berjalan kembali ke tempat dimana dia akan melangsungkan pemotretan lagi. Dia melakukannya dengan sempurna. Tanpa ada cela lagi. Dia begitu cantik dengan gaun panjang tanpa lengan. Dan, belahan panjang sampai diatas pahànya.
"Akhirnya.. Selesai... Kamu bisa istirahat." ucap sang fotografer. Sementara Ana hanya tersenyum palsu. Lalu, melangkahkan kakinya pergi kembali ke ruangannya.
"Ana... Ana.. Ada yang aku ingin katakan!" tanya Lia. Berlari mengejar Ana. Dia memegang ponsel di tangan kanan. Dan, jangan dipenuhi tas. Dan, beberapa gaun yang sudah selesai dipakai.
Ana menghela nafasnya lega. Dia masuk ke ruangan ganti. Dan, segera menutup pintunya. Lia juga sama, akhirnya dia bisa juga napasnya lega.
"Ada apa?" tanya Ana jutek.
"Lihat ini," Lia dengan susah payah membereskan tumpukan pakaian yang memenuhi tubuhnya. Dan, beberapa tas milik Ana.
Ana mengambil ponsel Lia. Terlihat layar yang masih menyala. Terlihat jelas salah satu merek akun media sosial.
Akun Media populer.
#BeritatrendingAnaselingkuh.
"Sialan, kenapa aku ada di hastag trending dari semua media lokal. Apa mereka tidak punya mata yang jelas siapa yang selingkuh." geram Ana.
"Nah, itu dia yang aku pikirkan." ucap Lia.
Ana hanya diam, mengamati ponsel itu. Dia menarik ke atas. Melihat jelas hastag kedua.
#Anaselingkuh
#SelingkuhanAna
#AnaSelingkuhDenganBos
"Sebenarnya apa yang mereka inginkan. Gurita ngawur semuanya." geram Ana. Mencengkeram ponselnya. Dengan tangan terangkat ke atas. Dia seakan mau melemparkan ponselnya.
"Ana... Ana.. Ini ponselku. Jangan main lempar." ucap Lia. Segera meraih ponselnya lagi.
Ana mengu tumpuan bibirnya. Dia segera meraih ponselnya yang tergeletak di meja rias. Kedua matanya melebar saat melihat sebuah pesan dari Edward. Ana penuh kesabaran membuka chat dari mantan kekasihnya itu.
Chat.
Edward: Ana keluarlah, aku mau bertemu dengan mu sebentar.
Ana : Tdk!
Edward : Ana... Sekali saja. Aku mau jelasin semua padamu. Tentang berita kamu selingkuh.
Ana : Tidak perlu.
Edward : Sekali saja, jika kamu mau tahu semuanya. Aku tunggu kamu di gedung acara belakang Cn Entertainment.
Ana hanya diam, dia meletakkan kembali ponselnya di meja rias. Tanpa harus membalas pesan dari laki-laki itu. Sebenarnya rasa cinta masih melekat di hatinya. Tapi rasa sakit Dan kecewa jauh lebih besar.
"Ana, aku siapkan baju untuk kamu." ucap Lia.
Ana melayangkan senyuman palsu. Di Segera ganti baju. Memakai baju tanpa lengan. Dan, rok span pendek selutut dan belahan yang seperti biasa. Belahan panjang.
Ana hanya diam, dia masih terpikirkan apa yang dikatakan Edward. Gimana jika dia serius menunggunya. Gimana jika dia akan memperbaiki semuanya?
Ana mengangkat kepalanya. Menatap Lia.
"Lia.. Kamu tunggu disini, aku mau keluar sebentar." ucap Ana. Dia beranjak keluar tanpa menunggu jawaban dari Lia. Berjalan dengan langkah cepat. Menuju ke gedung belakang Cn Entertainment. Adalah gedung pertunjukan. Sekarang sepertinya gedung itu terlihat kosong.
Ana berjalan lebih cepat. Tanpa dia sadari. Langkah kakinya Melewati ruangan Miko. Miko kebetulan dia baru saja membuka pintunya. Kedua matanya melebar saat melihat wanita itu terburu-buru. Tak peduli lagi apa yang dilakukan. Yang penting dia masih di tempat kerja tidak masalah. Sementara Miko berjalan berlawanan arah mencoba untuk menemui Lia.
***
Sampai di sebuah gedung pertunjukan. Semua nampak sangat gelap. Tidak ada satupun yang terlihat di pandangan matanya. Ana, mengatur napasnya yang masih ngos-ngosan. Berjalan pelan mencoba untuk mencari Edward.
"Kamu dimana?" teriak Ana.
"Hai.. Aku disini!" suara berat seorang laki-laki tepat di belakang punggungnya. Kedua tangan kekar itu tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang sangat erat. Sebuah kecupan mendarat di pipinya.
"Aku disini?" ucap Edward. .
"Lepaskan aku, apa yang kamu lakukan?" tanya Ana. Mencoba melepaskan lengan Edward.
"Tidak, aku mau kamu tahu. Jika aku tidak melakukan apa-apa, senangnya foto itu tersebar karena memang wartawan yang menyebarkannya."
Ana terus menggerakkan tubuhnya. Mencoba untuk melepaskan dirinya. Tapi, pelukan Edward sangat erat. "Kenapa kamu terus bergerak." Edward mendorong tubuh Ana sampai terbentur dinding yang semula tak terlihat oleh mata Ana. Kedua tangan Edward di samping kedua telinga Ana. Kedua mata mereka saling bertemu.
"Aku tahu, itu semua hanya rencana licik kamu dan kekasih barumu." ucap Ana kesal.
Edward menyentuh dagu Ana. Mengusap lembut bibirnya dengan ibu jari tangan kanan. Memutarnya, merasakan bibir yang begitu kenyal.
"Lepaskan tanganku, jangan kurang ajar. Aku dan kamu tidak ada...."
Sebuah kecupan di mendarat dengan tepat di bibir Ana. Kedua nata Ana melebar sempurna. Merasakan Edward mengulum bibirnya. Jemari tangan Edward mulai bertindak nakal melepaskan tali kecil di atas pundak Ana. Lalu, mencoba menyentuh rok span Ana. Tetapi, beberapa kali Ana menyingkirkan tangan Edward. Dia berusaha mendorong tubuh Edward sekuat tenaganya. Hingga akhirnya dia terpental. Edward menarik tangan Ana. Hingga jatuh bersamaan dengan posisi Ana di atas.
Seketika lampu menyala sangat terang. Ana begitu terkejut. Dia menoleh ke kanan dan kiri. Para wartawan datang menyerbu mereka. Mengambil beberapa foto dengan pose yang menjijikan. Baju berantakan dan sedikit terbuka. Rok span yang sedikit terangkat. Memang sengaja dilakukan oleh Edward.
Ana terdiam bingung. Dia beranjak duduk. Seperi kehilangan kendalinya. Dia hanya bilang duduk seperti patung. Saat terkejutnya dan malu banyak sekali wartawan mengambil gambar seksinya. Edward berpura-pura membuka jas miliknya. Menutupi tubuh Ana.
"Aku antarkan kamu." ucap Edward.
"Apa kalian belikan?"
"Ana... Apa sebenarnya anda masih mencintai Edward?"
"Apa yang kalian lakukan tadi?"
"Apa kalian melakukan hubungan? Terus, apa hubungan kamu dengan bos Miko Cn Entertainment."
Banyak sekali pertanyaan pada Ana. Tapi, na yang sangat terkejut dia hanya diam seperti patung.
"Sebenarnya saya dan Ana sudah belikan. Jadi, jangan sangkut padukan perselingkuhan itu."
Mendengar kata itu, Ana menoleh ke arah Edward di sampingnya. Dia mengerutkan keningnya tak percaya dengan apa yang dikatakan Edward.
"Maaf, Aku mengabarkan itu. Agar kamu tidak terlihat gosip lagi." bisik Edward. Mendekap tubuh Ana dari belakang. Menuntunnya pergi. Tanpa pedulikan para wartawan yang terus mengambil foto dan melayangkan pertanyaan tiada hentinya.
Sampai gedung CN Entertainment. Terlihat tidka ada wartawan yang berada di sana. Ana mendorong tubuh Edward menjauh darinya.
"Sialan kamu!" gertak Ana.
"Kenapa? Apa kamu tidak suka jika Seumpama kita balikkan?" tanya Edward.
Ana mengangkat kepalanya. Menahan air mata yang hampir saja terjatuh dari kelopak matanya. Ana mencoba untuk tetap tenang. Dia menarik napasnya dalam-dalam.
"Kamu... Kamu pikir.. Aku tidak malu dengan apa yang kamu lakukan? Apa kata berita pasti aku adalah wanita murahàn.." Ana menatap lekat wajah Edward yang hanya bisa terdiam.
"Kamu pikir tidak akan berita aneh nantinya. Apalagi kamu membuat aku malu dengan caramu."
"Kenapa? Aku mau tunjukan pada mereka jika kita masih saling mencintai. Kamu hanya Milikku, hanya untukku, tidak ada yang boleh memilikinya kecuali aku."
Ana memukul berkali-kali tubuh Edward. "Kamu laki-laki bajing*n. Kamu pikir aku sama seperti wanita yang tidur bebas denganmu."
Edward menarik tangan Ana, membuat tubuh Ana masuk dalam delapan hangat tubuhnya. Edward mengusap lembut punggung Ana. Sembari berbisik pelan. "Aku minta maaf, apa kamu masih mau memberi kesempatan lagi?" tanya Edward.
Sementara Ana, hanya diam menatap ke bawah. Seketika kedua matanya melebar saat melihat dua pasang kaki berdiri tepat di belakang Edward. Ana perlahan mengangkat kepalanya. Menatap Kedua wajah yang tak begitu saling baginya.
"Kak Miko?" Gumam Ana. Dia mencoba mendorong tubuh Edward. Tetapi, laki-laki itu tidak membiarkan Ana pergi dari sisinya. Miko, dengan wajah penuh amarah. Di membalikkan nadanya dan pergi. Mengacuhkan Ana dan Edward yang masih saling memeluk.
"Edward. Lepaskan aku!" pekik Ana.
"Tidak!"
"EDWARD!" bentak Ana.
Edward terpaksa melepaskan pelukannya. Dia menatap lekat kedua mata Ana.
"Pergilah!" pinta Ana. Dia mengusap sekujur tubuhnya bekas pelukan Edward. Lalu, melangkahkan kakinya pergi. Baru tiga langkah ke depan. Edward memegang pergelangan tangan Ana. Mencegahnya untuk pergi.
"Jika kamu mau balikan denganku, aku akan tunggu kamu di apartemenku." ucap Edward.
"Tidak!" tegas Ana. Memutar tangannya. Lalu, menariknya. Hingga cengkeraman Edward lepas dari tangannya. Dan, melangkahkan kakinya pergi.
Edward menarik sudut bibirnya tipis. "Ana.. Aku yakin kamu pasti akan datang. Kamu akan menyerahkan diri kamu sendiri padaku."