DELAPAN
HAPPY READING
Hanin memejamkan matanya di saat puncak kepalanya di atas di kecup lembut, dan hangat oleh seseorang yang masih setia memeluknya saat ini.
Seseorang yang mengejar dirinya mati-matian, tanpa mengenal kata lelah, dan menyerah walau tak pernah Hanin balas, dan respon sedikitpun ungkapan perasaannya. Baik lewat sepucuk surat yang di kirim laki-laki itu pada pos atau temannya, melalui chat wa, dan video call yang jarang bahkan nyaris tak pernah di respon oleh Hanin selama 3 tahun berjalan.
Kecuali, laki-laki itu apabila libur telah datang. Ia akan mendatangi langsung rumah Hanin dengan jantan. Menyatakan secara langsung kalau ia sudah tergila-gila pada Hanin bahkan di saat pertama kali ia atau mereka menginjak kaki di bangku SMA. Ya, dia adalah laki-laki yang seangkatan dengan Hanin. Hanya beda jurusan. Sesekali mereka selalu berpapasan. Hanin yang selalu melempar senyum tulus, dan sopan, dan Wirama Wicaksono yang selalu menatap Hanin dengan tatapan penuh arti, dan senyum penuh arti yang tak pernah Hanin sadari sedikitpun selama ini.
"Malu, Ram..."bisik Hanin pelan.
Rama sontak melepas pelukannya pada tubuh Hanin, dan mengedarkan pandangannya ke segala arah, dan benar saja, orang-orang di sekitar mereka sedang menonton khidmat, penuh penasaran, tapi lebih banyak yang mencibir, sih. Kearah mereka.
"Sudah puas acara pelukannya?"Tanya suara itu dengan nada sinis yang tidak bisa di tahan atau di tutupinya sedikitpun. Itu suara milik Kamal yang menatap dengan tatapan jijik, dan muak pada Hanin, dan Rama yang saat ini saling menatap satu sama lain. Membuat tingkat jijik, dan muak di mata Kamal untuk Hanin maupun Rama semakin berkali-kali lipat.
"Maaf, ya. Kamu, maksud aku kita jadi bahan tontonan orang untuk beberapa saat yang lalu. Aku terlalu bahagia karena sekian tahun akhirnya kamu menerima ungakapan suka, dan cinta dariku."Ucap Rama dengan nada lembutnya.
Hanin tak langsung menjawab ucapan Rama. Wanita itu malah melirik penuh penasaran akan respon yang di berikan Kamal setelah laki-laki itu mendengar ucapan Rama barusan.
Hanin harus menelan kekecewaan saat ini. Kamal terlihat biasa-biasa saja, tapi tatapannya menatap sangat muak pada dirinya saat ini.
Hanin sudah tak tahan, dan wanita itu kini menatap Rama. Rama yang mengukir senyum yang sangat manis, dan hangat untuk dirinya. Tapi, tak mampu membuat hati ia bergetar sedikitpun di dalam sana saat ini. Tak seperti senyuman Kamal-----, Hanin menggelengkan kepalanya kuat.
"Apa ada yang sakit?"Tanya Rama cemas. Melihat Hanin yang menggelengkan kepalanya agak kuat barusan. Hanin tersentak kaget, dan menatap Kamal dengan tatapan harunya.
"Nggak ada, Ram."Ucap Hanin pelan.
Tapi, dalam waktu seperkian detik. Kedua mata Hanin membelalak kaget di saat Rama menjatuhkan dirinya tepat di depan Hanin. Membuat jantung Hanin berdebar dengan laju yang sangat cepat saat ini. Rama mau apa?
Tapi, sayangnya. Lengan Rama saat ini terlihat di tarik oleh Kamal dengan sangat kuat bahkan membuat Rama kembali berdiri. Rama menatap Kamal tak suka.
"Kenapa? "Tanya Rama dengan kedua mata memincing. Rama mencoba mengenali laki-laki yang ada di depannya saat ini. Seperti familiar di matanya, dan ia mengenalnya , tapi siapa?
"Kamu mau apa?"Kamal malah bertanya. Membuat Rama semakin mengernyitkan keningnya bingung. Tak mendapat balasan dari Rama. Kamal menghempas tangan Rama.
Dan Kamal dengan kasar, menarik tangan Hanin. Ingin memasang cincin di jari manis Hanin. Cincin yang sempat terjatuh tapi sudah di pungut lagi oleh Kamal.
"Kak..."Ucap Hanin pelan. Berusaha menarik tangannya agar Kamal melepaskannya.
Kamal diam. Tapi kedua matanya menyorot sangat tajam, dan benci pada Hanin saat ini.
"Kak..."Pekik Hanin tertahan. Cincin beberapa senti lagi akan segera meluncur melingkari jarinya.
Tapi...
PLAK!
Sekali lagi, dengan kasar Rama menghempas tangan Kamal membuat cincin yang ada di tangan Kamal hilang tanpa jejak kali ini. Hanin kaget terlebih Kamal.
Dan Hanin semakin kaget di saat Rama kembali menjatuhkan dirinya di depannya. Mendongak. Menatap Hanin dengan tatapan sungguh-sungguh, dan penuh keyakinan.
"Kamu sudah menerima cintaku 3 hari yang lalu. Kamu mau aku serius? Aku serius, Nin. Aku bahkan datang dari Solo kemarin malam nyampe sini. Datang ke toko perhiasan mau beli cincin sebagai awal hubungan kita. Yang akan mengikat kamu dan aku. Setelah menemukan yang cocok untuk kamu. Aku mau langsung ke rumah kamu, malah bertemu kamu di sini. Mau pergi mengikat kamu dengan cincin ini. Aku siang ini akan kembali lagi di Solo untuk menyelesaikan skripsiku yang hampir selesai, dan setelah wisuda aku mau kita menikah. Kita hidup, dan tinggal di Solo. Aku S2 di sana kamu S1. Jadi, cincin udah aku paasang ke jari manis kamu. Kamu milik aku saat ini."Ucap Rama panjang lebar tanpa memberi celah pada Hanin maupun kamal yang terlihat ingin memotong ucapan Rama saat ini.
Dan Rama tanpa menunggu jawaban Hanin, toh cincinnya udah melingkar di jari Hanin saat ini.
Saat ini Rama dalam keadaan berlututnya menatap kearah wajah marah kamal saat ini. Rama menarik nafas panjang sebelum ia berucap tentang Kamal.
Yang buruk-buruk tentang Kamal yang masih di ingat dengan jelas oleh Rama dulu. Di waktu sekolah, saat mereka duduk di bangku SMA.
"Aku sudah mengingatmu. Kamu laki-laki badung, nakal, liar yang tidak naik kelas 3 kali. Kamu Kamal kan? Untung kamu anak mantan wali kota, dan orang kaya. Selebihnya kamu hanya sampah. Dan kamu Hanin sayang, nggak mungkinkan, kamu mau sama sampah kayak dia dulu? Nggak tau sekarang? Tapi , sifat itu susah untuk di rubah. Beda seperti fisik yang gampang di poles." Ucap Rama dengan nada seriusnya dan menatap penuh kemenangan pada Kamal yang wajahnya terlihat merah padam saat ini. Menahan rasa marah sekaligus rasa cemburu pada Rama sialan!
Tbc