PART 10 - Pesta Ulang Tahun

1504 Kata
"Kau akhirnya percaya, kan? Aku dan Alvaro tak ada masalah apa-apa. Kami bercerai baik-baik dan kami masih berhubungan. Kami hanya bertengkar saat itu dan tak menemukan solusi lain selain bercerai," kata Lu sambil terus mengalungkan tangannya ke lengan Alvaro. Harusnya teman-teman Lu tahu perempuan itu berbohong melalui raut wajah Alvaro. Saat Lu bercerita dengan ceria, Alvaro hanya memasang wajah bosan. Beberapa kali melepaskan tangan Lu dari lengannya, meskipun akhirnya perempuan itu mengalungkan tangannya ke lengan Alvaro lagi. "Aku juga masih beberapa kali menemui Alvaro di kantornya. Aku juga masih datang ke Raven Bar dan bertemu teman-teman Alvaro. Hubungan kami sangat baik, benar kan Alvaro?" tanya Lu sambil mendongak menatap Alvaro. Alvaro menjauhkan tangan Lu darinya. "Aku ke toilet dulu," kata Alvaro. "Mau aku temani?" tanya Lu. "Tidak perlu. Aku masih mengingat bagian rumahmu," kata Alvaro. Natali tersenyum lebar pada teman-temannya. "Lihatlah, Alvaro bahkan masih mengingat toilet di rumahku," katanya sambil tersenyum bangga. Alvaro hanya mendesah panjang. Merasa pusing dengan semua yang dikatakan Lu pada teman-temannya. Entah kenapa, Lu seperti ingin menunjukkan ke teman-temannya kalau dirinya masih dekat dengan Alvaro. Padahal Alvaro yakin semua orang tahu kabar Alvaro menjalin hubungan dengan Merissa. Ngomong-ngomong tentang Merissa, Alvaro sudah membuat janji untuk bertemu perempuan yang dekat dengannya beberapa bulan ini itu. Tapi Merissa sangat sibuk dan tak bisa datang setiap Alvaro membuat janji. Padahal Alvaro ingin mengakhiri hubungannya dengan artis terkenal itu. Mengakhiri hubungannya dan segera menjelaskan pada Natali - bahwa dirinya sekarang tak berhubungan dengan siapapun. Sebelum Natali salah paham dengannya, Alvaro harus memutuskan Merissa lebih dulu. Tapi sebelum itu, Alvaro harus menemukan Natali sekarang. Alvaro takut Natali kembali bersama Arnold - atau siapapun teman laki-lakinya yang lain. Apalagi jika bukan teman laki-laki. Apalagi jika ada laki-laki yang memang sengaja ingin mendekati perempuan itu. Karena itu - saat melihat Natali duduk di kursi pinggir kolam sendirian, Alvaro segera berlari mendekatinya. "Hei," sapa Alvaro dengan suara terengah-engah. Natali melihat sekeliling Alvaro. "Dimana Lu?" tanya Natali. "Aku kabur darinya," balas Alvaro. Natali berdiri sambil memegang gelas winenya. "Kau tak boleh ada di dekatku. Lu akan curiga jika kita terus berdekatan. Aku tak mau Lu salah paham," kata Natali sambil berjalan melewati Alvaro. Alvaro hanya mengikuti perempuan itu dari belakang. Lalu saat seorang pelayan melewati Natali, perempuan hampir terhuyung ke kolam renang. Alvaro segera menangkap tubuh Natali. Melihat dari atas wajah Natali tampak memerah. Mata perempuan itu sudah tak fokus dan Alvaro sangat yakin kalau perempuan itu tengah mabuk. "Berapa gelas wine yang kau minum, Natali?" tanya Alvaro. Natali mengangkat tangannya dan mengacungkan tiga jarinya. "Tiga," katanya lirih. "Kau mabuk. Apa kau bisa berjalan?" tanya Alvaro. Natali mengangguk. Perempuan itu bangun dari dekapan Alvaro. Tapi kakinya langsung tergelincir karena air di pinggir kolam. Alvaro menangkapnya lagi dan tertawa kecil ketika mendengar Natali mengumpat. "Kau tak bisa berjalan," kata Alvaro. "Aku bisa. Aku hanya sedang pusing. Biarkan aku tidur sebentar," racau perempuan itu di pelukan Alvaro. "Kau tak boleh tidur di pelukanku, oke? Bukankah kau yang bilang kalau kita tak boleh terlihat bersama atau Lu akan curiga? Atau - apa kau tak apa seperti itu? Karena aku akan senang jika kau juga menginginkannya," ujar Alvaro. "Tidak." Natali membuka matanya dan berdiri tegak. "Kau adalah mantan suami Lu. Pergi dariku, Alvaro Alejandra!" teriak Natali. Alvaro memegang lengan Natali. Merasakan lengan terbukanya terasa dingin. Wajah perempuan itu juga terlihat pucat. Alvaro pun membuka jaket hitamnya dan memasangkannya ke tubuh Natali. "Apa kamarmu masih yang dulu?" tanya Alvaro. Natali membuka matanya lebar. "Kamar?" tanyanya bingung. "Aku hanya ingin mengantarmu ke kamar, lalu aku akan pulang. Aku tak bisa membiarkanmu di sini sendirian seperti ini, Natali," kata Alvaro. Natali mengangguk kecil, "Kamarku masih sama. Kamarku ada di sana," kata Natali sambil menunjuk jendela kamarnya yang terlihat dari tempatnya berdiri. "Aku tahu," ujar Alvaro sambil memegang erat pinggang perempuan itu. Alvaro menuntun Natali melewati kolam renang. Memilih jalan melewati pintu samping yang tak banyak orang. Laki-laki itu dengan sabar menuntun Natali. Merasa lucu ketika Natali tiba-tiba mengumpat atau meracau tak jelas di telinganya. Meskipun dalam keadaan mabuk dan berantakan seperti sekarang, kecantikan perempuan itu sama sekali tak berkurang. Saat mereka sampai di tangga, Alvaro melihat sekelilingnya, lalu mengangkat tubuh Natali ketika tak menemukan siapapun yang melihat mereka. Tubuh Natali sangat ringan bagi Alvaro dan pinggang perempuan itu terasa pas di tangannya. Laki-laki itu membawa Natali menaiki tangga, satu persatu hingga sampai di lantai dua. Alvaro mengingat kamar Natali di pojok lorong dan membuka kamar itu. "Bangun Natali, kau sudah sampai di kamarmu," kata Alvaro mencoba membangunkan Natali. Natali membuka matanya perlahan. Perempuan itu membuka bibirnya, tapi tak ada satu katapun yang keluar. "Apa yang ingin kau katakan, Natali?" tanya Alvaro. Mata Natali berkaca-kaca. "Di - dingin," katanya dengan lirih. Alvaro pun mematikan pendingin ruangan di kamar itu. Laki-laki itu mengeratkan jaketnya ke tubuh Natali dan mendekap tubuh perempuan itu perlahan. Saat Natali mendekatkan tubuhnya pada Alvaro - mencari kehangatan, laki-laki itu membuka sepatunya dan ikut tidur di samping perempuan itu. Memeluknya dengan erat dari belakang. Hingga Natali tak meracau lagi dan perempuan itu tak kedinginan lagi. Sampai Natali bisa tidur dengan nyenyak. Dan Alvaro pun, tanpa ia sadar, tertidur di samping perempuan yang tengah terlelap itu. **** Alvaro terbangun, terkejut menemukan dirinya masih berada di kamar Natali. Memeluk perempuan yang kini masih terlelap itu. Alvaro menarik tangannya yang berada di bawah kepala Natali, menariknya dengan hati-hati, takut perempuan itu terbangun. Laki-laki itu menatap wajah Natali cukup lama. Matanya yang jernih tertutup dan bibirnya yang sedikit tebal sedikit terbuka. Alvaro menyentuh wajah perempuan itu, dengan ringan - dan lembut. Dengan hati-hati, Alvaro membuka pintu kamar Natali. Melirik sekilas jam dinding menunjukkan pukul tiga malam. Alvaro berjalan melewati lorong - memelankan langkahnya ketika melewati kamar Lu. Laki-laki itu berjalan ke balkon dan menatap ke bawah. Sudah tak ada seorang pun di halaman rumah itu. Hanya tersisa sampah dan botol-botol minuman yang berserakan di meja dan tanah. Alvaro pun menuruni tangga. Melihat sekeliling dan bernapas lega ketika tak menemukan siapapun di ruang keluarga. Namun saat Alvaro melewati pintu samping untuk keluar dari rumah itu diam-diam, laki-laki itu melihat Lu bersama seorang laki-laki di tepi kolam. Alvaro segera mundur, tapi laki-laki yang bersama Lu lebih dulu melihatnya. Dan tak sampai satu detik, Lu berbalik dan menatap Alvaro. Seperti biasa - perempuan itu segera mendekati Alvaro dengan langkah panjang. Ketika Lu lebih dekat, Alvaro baru sadar kalau ternyata senyuman Lu sudah berubah menjadi wajah kebingungan. Perempuan itu tampak menatap curiga pada Alvaro. "Kenapa kau masih di sini, Alvaro?" tanya Lu. "Aku -" Alvaro melihat ke lantai dua, tepat di jendela kamar Natali. "Aku mabuk - dan tertidur di lantai dua," kata Alvaro sambil memegang kepalanya seolah sedang pusing. "Benarkah? Kenapa aku tak melihat kau saat kembali ke kamarku tadi," kata Lu. "Aku ada di sofa belakang perpustakaan. Kau tahu? Kau tak akan bisa melihat dari lorong kamarmu," kata Alvaro, bersyukur ia masih mengingat ada perpustakaan di lantai dua. "Benar. Kau suka duduk di sana sendirian." Lu melihat ke belakang, ke arah teman laki-lakinya. "John, kau pergi dulu saja, aku akan menemuimu besok," kata Lu setengah berteriak. Ketika laki-laki bernama John itu pergi, Lu melihat Alvaro lagi. "Jangan salah paham, dia teman modelku. Kami ada pemotretan bersama besok," kata Lu. Alvaro menggeleng, "Aku tak salah paham," ucapnya. Lu melihat ke sekelilingnya, "Ini sudah malam dan kau masih terlihat mabuk. Bagaimana kalau kau tidur di sini saja? Di kamar tamu, kamarnya selalu bersih, kau bisa langsung menggunakannya," kata Lu. "Tidak perlu -" "Ini jam tiga pagi, Alvaro. Jalanan sangat sepi. Kau bisa tidur di sini dan berangkat bersama Natali besok. Bukankah kalian satu kantor?" tanya Lu. Ketika nama Natali disebut, Alvaro segera berubah pikiran. Berangkat bekerja bersama Natali bukan ide yang buruk. Natali mungkin akan kaget ketika melihat Alvaro di rumahnya pagi-pagi. Membayangkan itu membuat Alvaro tersenyum kecil. "Kenapa kau tersenyum?" tanya Lu yang ikut tersenyum padanya. Alvaro segera mengeraskan wajahnya, takut Lu akan salah paham lagi kalau Alvaro tersenyum untuknya. "Apa aku benar-benar boleh menginap di sini?" tanya Alvaro. Lu tersenyum lebar. "Tentu saja," kata Lu. Lu langsung berjalan melewati Alvaro. Mengantar laki-laki itu ke kamar tamu. Lu membersihkan ranjang untuk Alvaro. Mengambilkan selimut untuk laki-laki itu, lalu memberikannya pada Alvaro. "Tidurlah, besok pagi aku akan memasak sarapan yang enak untukmu," kata Lu sambil tersenyum malu-malu. "Tak perlu repot-repot. Aku tahu kau tak suka memasak," kata Alvaro dengan suara agak dingin. Lu menggeleng pelan. "Empat tahun ini, aku rajin belajar memasak. Aku sangat menyesal karena tak pernah memasak untukmu selama menikah. Aku akan memperbaikinya, Alvaro. Kalau kau memberiku kesempatan lagi," kata Lu dengan mata berkaca-kaca. "Tak ada yang bisa diperbaiki. Kau sudah paham aku tak akan memiliki perasaan padamu lagi, Lu." Alvaro mengambil selimut Lu dengan paksa. "Aku sudah pernah bilang kan, kalau aku menyesal pernah bertemu denganmu," kata Alvaro. Lu mengerjapkan matanya. Menahan air matanya turun. Perempuan itu tersenyum kecil. "Baiklah aku paham. Aku mungkin terlalu cepat menginginkanmu kembali." Lu berbalik dan keluar dari kamar itu. "Tidurlah - dan terima kasih sudah datang ke pesta ulang tahunku, Alvaro. Aku sungguh bahagia melihatmu kembali," kata Lu lalu benar-benar pergi meninggalkan Alvaro.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN