Sepanjang hari, hingga jam makan siang tiba. Mutia yang merasa bosan dia berjalan kesana kemari. Sudah berapa banyak buku yang dia baca, lebih tepatnya dia hanya membolak-balik setiap buku itu. Hingga membuat di atas meja ruangan begitu berantakan.
Zara dan juga Dave, seharian itu juga hanya mengacuhkan Mutia, yang sedari tadi di hanya berdiam saja di dalam ruangan dan bolak-balik kesana-kemari. Membuat mereka berdua tampak malas melihat Mutia berada di ruangan ya. Namun Zara yang sudah tahu akan sifat sahabatnya itu, dia memilih untuk mengacuhkan Mutia dan ikut mengacuhkan gadis yang mengatakan bahwa dirinya adalah tunangan Dave.
*"Dia sedang menunjukan sifat aslinya. Acuh dan dingin," batin Zara.*
Meski jam makan siang sudah hampir tiba. tidak ada yang beranjak dari tempat kerja mereka. Antara Zara dan Dave masih fokus dengan banyaknya pekerjaan mereka. Dan beberapa dokumen yang cukup banyak di hadapan Dave dan juga Zara yang sesekali dia memijat pundaknya.
Dave yang melihat Zara terlihat kelelahan, dia merasa khawatir dan ingin sekali berjalan menghampiri gadis kesayangannya itu. Namun masih ada benalu, yang dimana Mutia masih setia duduk di sofa berharap menunggu Tab untuk mengajaknya makan siang ini luar bersama.
"Dave! Bisakah kita pergi makan siang terlebih dahulu!" teriak Mutia, dia sudah mulai kelaparan.
"Pekerjaanku masih banyak! Zara bisa memesankan makan siangku!" balas Dave, tidak mengalihkan perhatiannya dari dokumen-dokumen yang ada dihadapannya itu.
Mutia tampak sangat kesal ketika mendengar penuturan Dave, setelah dia begitu lama duduk di ruangan kenangan itu cukup lama. Namun masih tetap saja tidak ingin untuk makan siang bersama dengannya. Mutia yang mulai kesal akan tinggal, dia memutuskan untuk pergi dari ruangan itu mengingat Mutia sudah mulai kelaparan.
"Ternyata trik seperti ini bagus juga! Mengabaikannya dengan sangat kuat!" seru Dave tersenyum lega.
Zara tidak menanggapi ucapan Dave, ia masih fokus dengan pekerjaannya dan memperhatikan komputernya dengan jari menari diatas keyboard. Dave yang melihat sekretarisnya itu masih bekerja keras dia tersenyum tipis dan berjalan menghampiri Zara.
"Apa kau merasa sakit di pundakmu?" tanya Dave sembari ia memijat pundak Zara.
"Bukan pundakku yang sakit, tapi penglihatanku!" balas Zara tampak acuh.
"Apa kau cemburu?" tanya Dave tidak melepas pijatannya di pundak Zara.
"Untuk apa aku cemburu, kepada seorang pria yang memang sangat banyak sekali kekasihnya!" balas Zara, ia masih tidak mengalihkan pandangannya dari arah komputer.
Dave yang mendengar ucapan Acuh dari sekretarisnya itu, dia memutar kursi kerja Zara dan menekan kedua pundak sekretarisnya itu, dia menatap dengan tajam manik mata indah Zara.
"Aku rasa kau memang sangat cemburu, ketika aku bersama dengan wanita lain! Namun aku tidak melihat cinta di matamu? Apakah kau memang mencintaiku?" ucap Dave sembari melontarkan pertanyaan yang selama ini dia pendam.
"Kau bukan siapa-siapa aku! Untuk apa aku cemburu antara kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Jadi tidak perlu berlebihan!" tegas Zara.
Zara berbicara masih mencoba untuk tidak menatap Dave yang sudah membuat jantungnya hampir lepas. Saat pria yang dia sukai itu, tepat berada di hadapannya bahkan sangat dekat sekali.
Dave hanya tersenyum tipis, menanggapi ucapan sekretarisnya itu yang membenarkan apa yang diucapkan oleh secara. Tanpa berbicara lagi Dave melepas sentuhannya dari pundak sekretarisnya itu, namun dia terdiam dan berbalik lagi hingga ia menarik tangan Zara dan mencium bibir sekretarisnya itu, dengan amat sangat rakus.
Ciuman yang lain dari apa yang dia lakukan kemarin. Kali ini Zara tidak membalas ciumannya, dia hanya terdiam tanpa menanggapi ciuman sahabatnya itu. Yang menurutnya sudah hal biasa bagi Dave melakukan hal seperti itu.
Bagi Zara ataupun Dave, mereka tidak memiliki perasaan saling mencintai satu sama lain. Ciuman yang terjadi diantara mereka berdua, hanyalah sebagai formalitas semata yang dilakukan oleh Dave. Zara masih terdiam tidak menanggapi ciuman Dave, yang sudah berlangsung hampir 30 menit itu tidak ada balasan dari Zara.
Setelah cukup lama dan merasa yakin akan perasaannya Dave melepas ciumannya dan menatap dengan pekat sahabatnya itu.
"Maafkan aku Zara! Mungkin aku terlalu terdengar bodoh, namun aku tidak bermaksud apa-apa saat menciummu kemarin dan juga tadi!" ucap Dave.
Sesaat Dave menatap manik indah Zara berada di hadapannya. Berharap ada cinta dimata sekretarisnya itu, namun dia sama sekali tidak melihat ada cinta di dalam mata Zara untuknya. Dave berfikir jika Zara masih tetap menganggap Dave, hanyalah pria yang seringkali memanfaatkan kelemahan wanita terhadap dirinya yang tampan dan juga berpengaruh.
Dengan perasaan berat, Dave berbalik dan dia berjalan menuju meja kerjanya lagi, duduk tanpa berbicara ataupun mengatakan hal lain kepada Zara.
Zara yang mendapati ciuman kasar dari Dave, dia semakin merasakan jika Dave hanya memandangnya dengan nafsu semata, tidak dengan ketulusan cinta yang ada di dalam diri sahabatnya itu. Maka dari itu mereka hanya berdiam diri saja di dalam ruangan yang sama, tanpa berbicara sama sekali ataupun makan bersama.
Hingga jam pulang tiba, Zara bergegas untuk keluar dari ruangannya tanpa berpamitan kepada atasannya terlebih dahulu.
Perasaan kecewa yang dia dapati saat ini bahkan sedari tadi, membuatnya sangat sesak di dalam d**a. Bahkan ia ingin sekali berteriak dan memaki seseorang.
Dia memilih untuk pergi tanpa berbicara lagi kepada ada Dave. Hanya melihat punggung gadis terciptanya itu keluar dari ruangannya tanpa berbicara terlebih dahulu kepadanya seperti biasanya.
"Gadis itu memang sangat keras kepala! Bisakah aku berada jauh darinya?" ucap Dave mengusap wajahnya dengan prustasi.
Dave semakin prustasi saat dia mengingat jika pertunangan dan pernikahan yang sedang di rencanakan oleh ibunya bahkan sangat dekat. Itu membuatnya semakin tidak tahu harus melakukan hal apa agar bisa membuat Zara menjadi miliknya dan membatalkan pertunangan yang di rencanakan oleh keluarganya.
"Jika saja, aku lebih jenius dalam hal bercintà!" seru Dave menyandarkan tubuhnya ke belakang kursi kerjanya.
Dave masih berusaha untuk bisa mendapatkan Zara yang sudah menjadi tambatan hatinya selama ini. Dia tidak akan menyerah begitu saja, jika Zara tak punya cinta untuknya. Dave bisa membuat cinta itu tumbuh dari hati gadis kesayangannya itu. Hanya saja, kenyataan tentang pertunangannya semakin akan membuat Zara menjauh darinya.
Mengetahui hal itu, Dave semakin frustasi hingga sampai larut malam, saat Zara sudah tidak lagi berada di kursi kerjanya. Dia hanya berdiam diri saja, di dalam perusahaannya sembari mencari cara agar bisa menjadikan Zara sebagai kekasihnya, dan mendapatkan cintanya juga. Dave mematangkan hatinya untuk mengejar gadisnya itu, bahkan meski dia harus menerobos pertunanganya demi untuk mendapatkan Zara. Dia berpikir untuk menutup segalanya, agar bisa mendapatkan gadis kesayangannya itu.