Menjadi Barista III

1623 Kata
4 Oktober 2018 Baru dua menu yang aku pelajari dari kak Nova, tapi aku sudah merasa pusing dan bingung dengan segala hal tentang perkopian ini. Aku masih belum paham tentang apa yang kak Nova lihat dari aku. Aku merasa jika aku tidak memiliki potensi yang cukup untuk menjadi seorang agen. Menurut pendapat pribadiku, seorang agen harus memiliki kepandaian di atas rata-rata karena mereka pasti sering berada dalam kondisi di mana mereka harus berpikir keras untuk memecahkan sebuah kasus dan keluar dari situasi darurat. Tapi aku? Aku bahkan lulus sekolah dengan nilai yang di bawah rata-rata, lemah dalam mengingat sesuatu yang penting, serta mudah panik. Satu-satunya hal yang bisa aku banggakan dari diriku hanya kemampuanku untuk baku hantam. Hari ini adalah hari ketiga aku menjalani profesi sebagai barista magang di Red Coffee. Aku berpikir, mungkin hari ini aku akan diajari untuk membuat menu aneh lagi. Tetapi ternyata pikiranku sedikit meleset, karena kak Nova mengajariku untuk membuat espresso dan beberapa varian menu yang menggunakan espresso sebagai dasarnya seperti caramel macchiato yang menjadi favorit Daniel, kemudian capuccino, dan juga americano. Ternyata, untuk membuat beberapa menu tersebut tidak serumit yang aku pikirkan. Semuanya terasa sangat mudah jika dibandingkan dengan apa yang aku pelajari dua hari ke belakang. Aku bisa bilang seperti ini karena untuk membuat menu minuman dengan dasar espresso, aku hanya harus memasukkan kopi ke dalam mesin. Tidak seperti v60 atau vietnam drip yang menggunakan teknik seduh manual. Tapi satu hal yang aku masih belum menguasai, yaitu latte art. Kak Nova sangat ahli membuat latte art tetapi tanganku masih bergetar hebat ketika mencobanya sendiri. Ketika hari telah menjelang malam, saat para pembeli kedai telah mulai meninggalkan kedai, aku berpikir untuk memulai pembicaraan serius dengan kak Nova. Kak Nova terlihat sedang sibuk di belakang bar dan saat ini aku tengah terkapar di salah satu kursi tempat pembeli duduk untuk menikmati kopi mereka. Setelah kedai mulai sepi, tugasku adalah membersihkan tempat di luar bar sedangkan kak Nova membersihkan segala peralatan bar. Di tengah kepenatanku, aku mendatangi kak Nova untuk menanyakan hal ini. "Kak, kau tahu kan jika aku juga seorang agen?" Tanyaku sambil berjalan pelan ke arah bar. "Lalu?" Jawab kak Nova datar tanpa menoleh kepadaku sama sekali. Sepertinya dia sedikit tidak ingin diganggu. "Entah kenapa, aku merasa hanya sebagai juru masak dan pelayan kedai selama tiga hari aku bergabung di sini." Ucapku dengan kepala tertunduk. Jujur, aku sudah mulai tidak sabar untuk memulai penyelidikan atas kematian keluargaku. Kak Nova meletakkan gelas yang tengah ia bersihkan, kemudian berjalan pelan kepadaku. Senyum lembut dan hangat ditunjukkan kepadaku kali ini. Lagi, aku tidak siap dengan setiap perubahan sikap yang ditunjukkan oleh kak Nova. Bagiku, kak Nova menyembunyikan sesuatu yang aku tidak berhak tahu atas hal itu. Kak Nova terus berjalan dan mengajakku untuk mengambil tempat duduk di kursi tinggi depan bar. Terlihat dari arahku, kak Nova mengambil tempat duduk di sebelahku, lalu tertunduk sesaat. Kemudian kak Nova mulai menjelaskan tentang latihan yang aku dapatkan selama tiga hari ini. Yang pertama adalah pengetahuan dasar kopi. Jujur aku sangat mudah bosan dengan pelajaran teori. Aku lebih suka melakukan aktifitas fisik dan bermain di luar daripada hanya sekedar teori. Tapi di sini, aku diajari secara khusus hal-hal teoritis yang sangat aku benci. Tapi ternyata kak Nova mengatakan jika teori yang membosankan itu akan berguna. Kenapa? Karena saat nantinya aku menyelidiki sebuah kasus, aku akan dihadapkan dengan laporan kepolisian tentang kasus tersebut, data diri korban, data diri pelaku, strategi penangkapan, strategi penyusupan, dan lain lain. Segala hal itu akan tercatat semuanya pada textbook dan para agen diharuskan untuk bisa membaca dan mengamati serta meneliti segala hal berdasarkan textbook yang diberikan. Yang kedua adalah latihan manual brewing seperti yang telah aku jalani saat hari pertama dan hari kedua kemarin, yaitu latihan memubuat vietnam drip dan v60. Latihan itu dimaksudkan untuk membangun presisi, akurasi, serta kesabaran dan kelihaian dalam menggunakan alat-alat yang bersifat manual atau yang tidak menggunakan mesin dan listrik sama sekali. Hal ini nanti sangat berguna apabila agen diharuskan beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan diharuskan menggunakan apapun yang ditemukan untuk bertahan hidup. Yang ketiga adalah latihan menggunakan mesin espresso. Latihan itu dimaksudkan untuk membiasakan para agen untuk beradaptasi dengan mesin dan teknologi. Karena pekerjaan para agen akan sering dihadapkan dengan peralatan canggih dan selalu diperbaharui sehingga butuh kecekatan dalam beradaptasi. Yang terakhir aku bertanya kepada kak Nova tentang latihan latte art. Kak Nova menjawab bahwa hal itu ditujukan untuk melatih art of spy. Maksudnya adalah ketika kita bisa menggunakan sebuah alat dengan lihai, maka kita bisa membuat seni dari alat tersebut, begitu juga dengan alat mata-mata. Latte art juga melatih kepercayaan diri dan pengendalian diri. Peralatan latte art ibarat sebuah pisau dan pistol. Ketika tangan kita bergetar saat menggunakannya, artinya kita tidak percaya diri dalam menggunakan pisau atau pistol tersebut. Dan jika kita tidak percaya diri, maka bidikan kita bisa meleset dari target dan bisa membahayakan orang lain. Aku akan membongkar satu fakta yang tidak mengejutkan di sini sekali lagi, bahwa aku adalah orang dengan kemampuan otak sama seperti rata-rata pemuda di luar sana dan aku tidak memiliki kapasitas lebih untuk mencerna informasi yang diucapkan secara tersirat. Segala hal yang diucapkan oleh kak Nova saat menjelaskan segalanya seperti saat ini, tidak dapat aku mengerti sedikitpun. Tapi aku tidak mengatakan kepada kak Nova jika aku sama sekali tidak mengerti. Aku hanya menganggukkan kepala seakan telah paham dengan apa yang kak Nova terangkan kepadaku. Matahari telah tidur di ufuk barat, dan bulan telah meninggi pertanda malam telah tiba di pusat kota. Lonceng di atas pintu kedai bergemerincing pertanda seseorang memasuki kedai. Aku dan kak Nova yang tengah duduk terdiam di depan bar sontak menoleh ke arah pintu. Seorang remaja tanggung ternyata muncul dari balik pintu. Seseorang yang aku rasa sangat tidak sopan karena dia datang ketika kedai akan tutup. "Hai Anak Muda, apakah kau tidak tahu jika kedai akan tutup?!" Bentakku kepada pemuda itu. "Ah, jika aku tahu bahwa pelayanan di kedai ini sangat buruk, aku tidak akan masuk ke sini. Aku dengar kedai ini memiliki pelayanan yang super ramah, tetapi yang aku dapatkan adalah bentakan dari pelayannya." Gerutu pemuda itu. "Hei, jaga mulutmu, Anak Muda. Jika kau tidak ingin ada pertumpahan darah di sini." Balasku. Kak Nova yang mendengarkan obrolanku dengan pemuda itu hanya tersenyum geli. Terlihat dari matanya, ada rasa ingin tertawa yang ditahan oleh kak Nova. Pemuda yang datang pada jam larut seperti ini adalah Daniel. Sepertinya dia baru pulang dari pekerjaannya di luar kota. Daniel sangat sering bepergian ke luar kota karena pekerjaannya selalu menuntut dirinya untuk berkeliling. Empat hari lalu, Daniel berkata kepadaku jika dia memiliki sebuah proyek yang harus dia kerjakan di Kota Nelayan. Daniel mengambil satu tempat duduk di meja pembeli, kak Nova memberikan kode kepadaku untuk menemani Daniel mengobrol di sana sementara kak Nova membuat sebuah minuman istimewa untuk Daniel. "Ah aku lelah! Rasanya aku ingin menikah saja!" Seru Daniel sambil menengadahkan kepalanya pada sandaran kursi. "Aku juga lelah! Tapi aku belum ingin menikah!" Sahutku sambil menengadahkan kepalaku mengikuti gerakan Daniel. "Apa yang kau lakukan? Aku baru datang dari luar kota. wajar jika aku lelah!" Seru Daniel yang tidak terima dengan kelelahanku. "Hari ini kedai sangat penuh sesak pembeli. Aku harus berlarian ke sana sini mengantarkan pesanan dan membersihkan meja. Pekerjaanku juga tidak kalah melelahkan dibanding dirimu, Daniel!" Balasku. Satu minuman spesial untuk Daniel selesai dibuat, dan kak Nova memintaku untuk mengantarkannya kepada Daniel. Kini obrolanku bersama Daniel ditemani secangkir minuman hangat yang dibuat oleh kak Nova. Daniel mengajakku berbicara tentang perkembangan kasus pembunuhan keluargaku. "Rin, aku sudah berusaha mencari sesuatu di Kota Nelayan, tapi tidak menemukan apapun." "Kota Nelayan? Untuk apa kau mencari petunjuk di sana? Semua petunjuk seharusnya ada di pusat kota, Daniel. Kau jangan bertindak bodoh sendirian seperti itu." Sahutku kepada Daniel. "tapi, Rin. Aku hanya berusaha membantumu. apa aku salah?" Daniel menatapku dalam. "Kau salah, Daniel. Kau bodoh dan kau salah." Ucapku sembil sedikit tertawa geli karena kesal akan kebodohan pemuda tanggung satu ini. "Kau berani berkata seperti itu kepadaku, Rin. Lantas, apa saja yang telah kau dapatkan selama aku berkeliling di luar kota? Aku yakin pasti tidak ada. Kenapa aku bisa yakin? Karena yang kau kerjaan saat ini hanya bekerja sebagai pelayan kedai, kau tidak bergerak, Rin!" Seru Daniel. Aku tertawa semakin lebar mendengar ucapan Daniel. Aku melirik ke arah kak Nova yang sedang membersihkan gelas di belakang bar. Kak Nova menaikkan sebelah alis matanya, pertanda kak Nova menyerahkan semua keputusan kepadaku. "Apakah kau ingin mengetahui sesuatu, Daniel?" Bisikku perlahan kepada Daniel. "Hmmm?" Daniel sedikit penasaran dengan apa yang ingin aku katakan. Wajahku dan Daniel saling mendekat satu sama lain. "aku punya sedikit rahasia." Aku semakin berbisik. "Rahasia apa?" Sahut Daniel antusias. "Daniel" "Ya, Rin" "Aku Hamil." Ucapku sambil terkekeh pelan. "APA?!?" Sontak Daniel berteriak sambil memundurkan kepalanya menjauh dariku. Kak Nova ikut terkejut hingga menoleh ke arahku dan Daniel. "Rin, Kau bersungguh-sungguh?" Kejar Daniel. *Bletak! Sebuah jitakan mendarat tepat di arah kepala Daniel. "Tentu saja tidak, bodoh!" Gerutuku. "Aku memiliki sesuatu yang penting untuk dikatakan, tapi kau harus berjanji kau tidak akan mengatakan ini kepada siapapun. Baik itu keluargamu, maupun keluargaku. Janji?" Ucapku sambil mengulurkan jari kelingking kepada Daniel. "Baiklah janji." Daniel menyambut jari kelingkingku. "Daniel, Aku mendapatkan semua bantuan yang aku butuhkan. Sekarang semuanya sudah berada di dalam kendali. Aku sudah memiliki banyak petunjuk." Terangku. "Benarkah? Kenapa kau tidak memberitahukan hal itu kepadaku, Rin?" Daniel protes kepadaku. "Aku hanya tidak ingin memberikan informasi yang terpotong, dan juga si pemberi bantuan tidak ingin membongkar identitasnya kepada siapapun." Dear diary, aku mohon maafkan aku, Daniel. Aku tidak bermaksud merahasiakan semua ini kepadamu. Tapi aku tidak ingin kau merasa khawatir terhadapku, aku memilih jalan ini karena aku merasa jalan ini adalah yang terbaik untuk memecahkan kasus pembunuhan keluagaku. Aku tutup buku harianku dan aku berdoa semoga Daniel diberi keselamatan dan nyawannya tidak terancam karenaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN